Belajar Tentang Kesetiaan Dan Kesabaran

Susi belajar dan sekaligus praktek tentang kesetiaan dan kesabaran langsung dari guru terbaik, yaitu ibu. Dari ibu, Susi belajar tentang mencintai hidup yang sulit, dan tetap bahagia dikala sedih. Mengesampingkan urusan pribadi demi kepentingan orang lain. Tetap tegak bertahan meski Susi sendirian, tetap mencintai dan setia meski hati sakit, dan menelan bulat-bulat kesedihan demi kebahagiaan orang lain.
Sejak kecil Susi telah menjadi pribadi yang sok dewasa namun tetap kekanak-kanakan. Ini karena sejak kanak-kanak Susi telah belajar tentang kepentingan orang dewasa, dan belajar menjadi dewasa.
Kebetulan, keluarga Susi mengalami poligami. Bapak memiliki istri lumayan banyak dengan beberapa berstatus cerai. Sebagai istri utama, ibu harus siap menerima kunjungan para istri muda atau mantan madu dan menerima mereka dengan baik. Susi kecil hanya merasa bahagia, karena kunjungan para ibu ini membuat uang saku Susi meningkat drastis. Bahkan baju lebaran Susi jadi lebih banyak, meski baju itu dibeli juga pake uang Bapak. Hahaha ….
Singkat cerita, Susi tidak pernah merasa malu mengakui bahwa ibu tiri Susi bahkan Susi bangga mengatakan, Susi memiliki Sembilan ibu. Hahaha .. tentu saja jumlahnya tidak Sembilan. Hanya Ibu, Mak Dah, Mak Siti (cerai), Mak Gipah (cerai), Bulek Ru (cerai). Tapi mereka tetap akur dan tiap lomban (pesta rakyat di Jepara setelah lebaran Idul Fitri) selalu bersama-sama berjualan pecel dsb di jalan. Ini momen penting yang selalu aku ingat karena aku selalu tidur dengan menggelar kasur di lantai bersama mereka, dan tentu saja, baju lebaran!
Konflik tentu saja sering terjadi. Apalagi kakak-kakak Susi semua telah dewasa. Susi yang termuda dengan selisih 13 tahun dengan kakak termuda. Di situlah Susi diasah untuk tetap bahagia di kala sedih. Belajar untuk tidak mencampuri urusan orang lain, dan berusaha menjadi yang terbaik bagi ibu, kebanggan Ibu dan Bapak. Alhamdulillah Susi berhasil menjadi anak idaman kedua orang tua Susi dengan prestasi akademik di sekolah dan menjadi sarjana pertama dan satu-satunya di rumah. Alhamdulillah.

7 Komentar

  1. Wah,ga nyangka ternyata dibalik seorang susi yg skrg ini terdapat masa lalu yg menurutku ga mudah. Perlu kelapangan hati selapang-lapangnya.

    Salut buatmu mbak.

    BalasHapus
  2. Terima kasih, ya. Tapi ini bukan masa lalu, kok. Ini juga masa sekarang dan yang akan datang. Alhamdulillah, meski bapak dan bulek Ru tiada, kami tetap rukun sampai sekarang.

    BalasHapus
  3. wah wah, sungguh ini bener belajar tentang kesetiaan dan kesabaran, mengagumkan

    BalasHapus
  4. aku suka nih artiklenya..nice

    BalasHapus
  5. Mas Ooz & Mbak Bunga: Terima kasih.

    BalasHapus
  6. Meskipun banyak yg anti dgn poligami, namun ini adalah salah satu contoh poligami yg rukun ...
    salut atas kesabaran dan ketabahan Ibunda Susi...

    BalasHapus
  7. mama adalah guru terbaik sepanjang masa, sampai kita sebagai anaknya tiada tetaplah ia sebagai guru terbaik.. saya nangis kalau saya memang tidak sesuai dengn QS. 17:23-24

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)