Kematian Versi Destin

Berbicara tentang kematian bersama Destin seperti membicarakan cuaca yang tak menentu saat ini. Bisa kapan saja dan dimana saja.
Pagi ini, ketika bangun tidur, Destin kembali mendiskusikan tentang kematian versinya. "Ma, nanti setelah aku dewasa, aku akan pergi sendiri, Ma? Berpisah dengan mama?" Sampai di detik ini tak terbersit tema pertanyaan Destin. Kukira dia membicarakan keinginannya sekolah khusus cowok yang selalu menjadi keinginannya, dan itu artinya masuk pesantren.
"Bisa jadi begitu," Jawabku, "karena Destin punya cita-cita yang harus Destin capai, meski jauh dari Mama." "Mama tidak kangen dengan Destin?" Tanyanya lagi. "Ketika Destin berangkat sekolah TK, Mama selalu kangen sama Destin. Destin kangen, ga?" Balasku. "Kangen, dong, Ma. Makanya aku sedih kalo yang jemput Papa saja." "Hmm ... gitu." Jawabku pendek. Agak suud'on kalo arahnya nanti keharusanku selalu ikut jemput Destin ke sekolah. Hehe. "Ma, meski Destin jauh dari mama, mama selalu ada?" "Meski jauh dari Destin, mama selalu ada di hati Destin, selamanya." Jawabku, agak sekenanya meski serius. Susi tetap bingung ke arah mana tema diskusi hari ini. "Mama tidak kasihan dengan Destin?" "Mama tahu Destin lebih kuat dan sabar dari mama. Destin hanya belum tahu kuatnya Destin. Jadi ketika tiba waktunya Destin sekolah dan belajar jauh dari Mama, Destin pasti bisa." "Tapi Destin akan sedih sekali kalo Mama mati. Jauh dari Mama. Kalo Destin kangen, bagaimana cara bertemu Mama?" Kata Destin sambil menghapus air mata yang tiba-tiba menetes. MasyaAllah, aku kaget juga dengan kesimpulan akhir dari tema diskusi ini. Ternyata kembali ke kematian lagi. Aku terdiam agak lama. Bukan karena tak tahu harus jawab apa, tapi aku hanya ingin diam saja. Agak jengkel juga karena tema kematinan adalah tema favorit Destin. Jika anak seusianya cukup puas dengan konsep surga dan neraka, Destin selalu lebih jauh lagi. Karena apapun jawabanku, diskusi ini akan jadi semakin panjang. Melihatku diam, mungkin Destin mengira aku marah, jadi Destin berkata' "Ma, aku ga nangis tapi kok air mataku keluar sendiri?" Hmm ... alasan saja nih anak. Meski benar air matanya menetes, namun itu adalah upayanya untuk mengalihkan perhatianku. "Itu karena Destin sedih dengan ketakutan Destin sendiri. Yang jelas, mama belum mati, dan Destin ada di samping mama. Tentang hidup dan mati, hanya Allah yang tahu. dan ketika waktunya tiba, kamu akan bisa menghadapi dengan baik, karena Allah selalu punya cara dan rencana." jawabku. "Rencana apa?" "Hanya Allah yang tahu. Tapi apapun itu, selalu yang terbaik bagi Destin." Jawabku tegas, dengan intonasi yang memaksa dia berhenti berbicara, karena tiba-tiba aku mempunyai ide tuk sharing di sini. :)

5 Komentar

  1. PErtanyaan Destin kritis banget ya, jadi terharu

    BalasHapus
  2. Iya, mbak. Ada saja pertanyaannya yang aneh2.

    BalasHapus
  3. wah Destin emang anak yang cerdas ya bun, makanya pemikirannya soal kematian bukan sebatas surga dan neraka aja. siap-siap aja untuk jawaban pertanyaan lainnya

    BalasHapus
  4. cerdas skali destin ya....sudah mulai curious dengan kematian.....

    BalasHapus
  5. Ya Allah, Subhanallah.. Destin... diah jadi ikutan meneteskan air mata membaca kisah ini.. salam sayang tuk Destin juga Binbin ya Mbak :)

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)