Cerita Tentang Cara Mengatas Rasa Iri Antara Destin dan Binbin

Masih Repost dari blog duniamamasusi yang telah lama terbengkelai. Juga kelanjutan seri 1 dan seri 2 tulisan Susi sebelumnya. Esok baru Susi akan menulis beberapa hasil dari apa yang Susi rintis di seri 1 sampai seri 3.
***
Memiliki adek terbukti menjadi hadiah terindah bagi destin. Tak terkira rasa bangganya memiliki adek. Tak henti-hentinya peluk cium tulus dia berikan untuk adeknya. Namun apakah semua itu cukup? Tidak. Jangan lupa pada kebutuhan dasar anak yang paling utama, yaitu keinginan untuk dicintai dan dilindungi. Mungkin kita sering merasa telah memberikan seluruh cinta kita kepada anak, berusaha adil, secara kualitas maupun kuantitas? Menurut siapa? Tentu saja hanya menurut orang tua. Karena jarang sekali orang tua yang mau membayangkan bagaimana rasanya menjadi anak dan apa yang difikirkan anak.

Dahulu aku pernah berdebat dengan saudaraku yang tak pernah berhenti merasa bersalah kepada anaknya yang kedua. Dahulu, sebelum kelahiran anak pertama, ekonominya sangat bagus. Pakaian, perhiasan, makanan, semua ada. Sejak kelahiran putri kedua, ekonominya jatuh sangat dalam. Mati-matian dia berusaha membelikan apa yang dahulu diterima sang kakak. Terlalu memaksa menurutku, karena dia merasa itulah yang patut dia berikan pada anak keduanya sebagaimana dia memberikan pada anak pertamanya dahulu ketika seusianya. Dan apakah dia memberikan yang sama pada sang kakak? Tidak sama. Dan apa yang terjadi? Pertengkaran demi pertengkaran antara kakak beradik yang seakan tak pernah berujung kecuali perceraian. Ya, solusi terakhir, sang kakak ikut aku, dan sang adek tetap bersama orang tuanya. Sungguh ironis karena sering tanpa sadar kita orang tualah yang mengenalkan rasa cemburu dan iri pada anak. Dua sifat yang terbukti menghancurkan umat manusia.

Rasa cemburu dan iri sangat mudah muncul, bagaimanapun usaha kita mencegahnya. Seperti yang aku alami. Banyak hal dapat aku perkirakan dan cegah, namun tetap saja ada yang lolos. Contohnya adalah keinginan Destin mengompol ketika melihat adeknya mengompol. Banyak hal negatif baru yang dilakukan Destin karena dia memprotes hak istimewa adeknya. Mengompol, menggigit jari, digendong, tidur ditemani sambil ditepuk-tepuk/dielus-elus. Hal-hal sepele yang luput dari perkiraanku. Sungguh sulit menjelaskan hak istimewa bayi ini pada Destin yang kritis. Banyak sekali bantahan dan penyangkalan yang Destin lontarkan. Berjam-jam diskusi dan kompromi. Akhirnya aku menerima saja kebiasaan baru Destin yang unik itu sebagai bagian dari proses pembelajaran baginya sambil terus berusaha mengurangi kebiasaan itu. Yah, tak ada kakak yang sempurna. Apalagi saat itu usia Destin baru 3,5 tahun.

***
Sejalan dengan waktu dan pertambahan usia, Destin telah paham dan semakin banyak belajar berkompromi dengan adiknya. Dan sungguh membahagiakan melihat mereka sangat rukun dan saling mendukung. Satu kelemahan yang mungkin juga hasil kesalahan kami pengasuh utamanya adalah, duo D&B menjadi seperti saudara kembar karena selalu meminta barang, mainan, pakaian, bahkan makanan yang sama. Lanjut esok, ya...

5 Komentar

  1. namanya ngasuh anak-anak gampang-gampang susah yah. tapi kalo sekalinya berhasil, kepuasannya luar biasa..

    emang sih, nggak ada manual buat mendidik anak biar nggak iri-irian gitu..

    BalasHapus
  2. salamkenal mbak....
    permisi follow....

    BalasHapus
  3. Setuju aku Mbak bahwa rasa iri antar adik kakak bisa kita kelola dengan baik, walau suka ada yang lolos juga...jadi lucu ya, kakak ikutan adik yang masih ngompol, tapi itu juga dulu sempat kualami, hihe...

    BalasHapus
  4. salam
    sekarang saya malah punya adik kecil yang usianya terpaut jauh dari saya dan adik saya yang kedua. Adik saya yang terakhir justru banyak mendapat apa yang tidak kami dapat waktu kecil. untungnya kami udah pada gede semuan jadi nggak cemburu sama adik.

    BalasHapus
  5. hihi jadi ingat waktu kecil, apa2 rebutan sedangkan kemampuan ortu sedang2 saja. Kami dpt hak sama tp kdng di kasih barang second.
    Kaya sepedanya Destin n Binbin tuch, dulu ortu cm bs kasih sepeda(lbh tepatnya rosok) buat kami.
    Tp happy bangt rasanya :)

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)