Cerita Di Balik Aroma Kopi

Saya termasuk penggemar kopi. Harum aroma kopi begitu nikmat dan segera mencerahkan kabut yang menutupi konsentrasi. Dan saya termasuk yang sangat membutuhkan kopi sebagai boosting bagi semangat berkarya saya. Kurang lebih, seperti itulah hubungan saya dengan kopi. 
Sungguh kebetulan, beberapa hari lalu, saya mencium aroma kopi di warung bu RT ketika saya ke sana untuk membeli telur. Aroma kopi yang baru diseduh dengan air panas menyeruak dari dapur bu RT. Otak saya mengingat aroma ini sebagai kopi campuran beras sangrai yang dulu sering dibuat ibu. Tak lama kemudian sebuah ingatan baru merujuk ke merk White Coffee yang sempat digosipkan mengandung turunan lemak babi. Ya! Tentu saja. 
Kopi putih

Apakah aromanya sama atau otak saya yang merujuk pada kesimpulan yang salah?
Ketika mencium “aroma kopi bu RT” itu ingatan pertama saya tercurah pada ibu. Beberapa hari ini saya terlalu sering memikirkan ibu. Ibu sudah sepuh. Sudah banyak lupa. Sudah rewel dan pemarah. Apa saja bisa menjadi sumber kemurkaan ibu. Saya sedih tiap  kali ibu mencela atau marah-marah untuk urusan sepele. Bukan hal mudah ketika mendengar seorang ibu mengucapkan hal-hal buruk untuk anaknya kecuali mnginsyafi bahwa sang ibu sedang lupa. Setiap saat saya berdo’a agar ibu semakin melunak dan Allah mengasihani ibu. Setiap saat saya mengenang ibu sebagai sosok yang sangat hangat, lembut, dan sabar sekali agar saya tidak sakit hati. Saya harap para sahabat yang mendapat ujian yang sama atau serupa belajar untuk tabah dan ikhlas mengungkapkan cinta pada orang tuanya. Jangan memusuhi ortu atau mertua hanya karena tersinggung. Itulah sebabnya mencium harum kopi di pagi itu mengingatkan saya pada aroma kopi buatan ibu ketika saya kecil dulu. 
Menyangrai kopi
Aroma kopi buatan ibu sangat khas. Meski sudah belasan tahun ibu tak pernah membuat kopi sendiri, tetapi saya mengingatnya sebagai kenangan sangat indah. Ketika saya kecil dulu, ibu sering mendapat biji kopi dari hasil kebun nenek. Biji kopi ini meski jumlahnya tak banyak, akan disangrai ibu di dapur. Ibu menggunakan resep 2:1. Lebih tepatnya 2 cup kopi : 1 cup beras. Saya akan membantu ibu menyangrai dengan semangat sambil berceloteh apa saja. Saya juga tak ragu menolak ajakan teman sebaya untuk bermain sprinto (permainan lompat tali dari jalinan karet gelang). Saya sangat suka aroma gosong dari kopi campur beras gosong. 
Kopi Bubuk
Usai menyangrai kopi, saya akan merepotkan ibu dengan bertanya kapan saya bisa ndeplog kopi. Saya akan terus merepotkan diri dengan membantu ibu sampai kopi berubah menjadi bubuk dan disimpan ibu di toples. Saya tak yakin apakah kala itu saya sudah suka minum kopi. Saya hanya salah satu pengagum aroma. Sejak kecil aroma sehalus apapun akan saya tandai sebagai pengingat suatu peristiwa. Seperti bau hujan pertama kali di udara panas bercampur bau bunga tembelekan (bunga Latanza) akan mengingatkan saya pada kegiatan kemah bakti waktu SMP – kejadian yang sulit terlupa karena kami berlarian meninggalkan area perkemahan. Juga kebiasaan memasak tanpa incip karena rasa pas saya dapat dari mencium aroma masakan. 
Itulah cerita dibalik aroma yang saya share hari ini. Apa aroma dan kenanganmu? Ceritakan kenanganmu di Giveaway Kakaakin sambil bernostalgia.

“Tulisan ini diikutsertakan pada Giveaway Cerita di Balik Aroma yang diadakan oleh Kakaakin”

24 Komentar

  1. Orangtua, termasuk kita harus mendoakan orang lain yang baik-baik yo mbak. Siapa tahu diijabah oleh Allah.

    Papi juga senang banget kopi tuh
    Saya belum ikut nich.

    Kapan ke Surabaya lagi mbak?

    Salam manis dari Surabaya

    BalasHapus
  2. Wah, baru tahu mbak Sandy mulai ngeblog. :)

    Kata pak Ustad di sebuah ceramah tahlil ke-7 hari, orang tua yang sudah sangat sepuh sering kembali seperti anak2. Mudah jengkel dan merajuk bukan karena kemunduran fisik, juga kemunduran otak. Karena itulah, anak2 dan cucu harus super sabar dan telaten memberi perhatian pada mereka.

    BalasHapus
  3. kopi lagi :) banyak yang posting kopi tetep aku gak suka mbak :) kemarin cuma sekali aja nyobaiin

    BalasHapus
  4. Hehe... coffee lovers, mbak Lidya

    BalasHapus
  5. Aroma masa kecil memang aroma yang tak pernah bisa dilupakan.
    Saya termasuk pecinta aroma kopi, tidak dengan rasanya.
    tidak baik untuk kesehatan saya
    ^_^

    BalasHapus
  6. aroma kopi ketika disangrai itu luar biasa sedap ya..
    aku pernah mencium aromanya sekali aja

    BalasHapus
  7. Sebenarnya saya suka minum kopi tapi nga tahan itu kalau nga dapet kopi pasti sakit kepala

    ada nga cara buat mencegah biar nga sakit kepala kalau tdk sempat ngopi

    BalasHapus
  8. kya kopi...
    aq suka manjat kopiii :D

    BalasHapus
  9. waw...keren jeng, ibu buat sendiri dulu kopinya ya...


    Sudah umur berapa ibundanya jeng???

    Goodluck GAnya ya.

    BalasHapus
  10. Syifa: Terima kasih... Tampilannya sekarang berbunga2 ya....
    Elsa, siti Nurjanah & Budi Tech: TOS untuk sesama penyuka aroma kopi! Semoga artikel ini dilirik juri, ya..

    BalasHapus
  11. Mas Budi: Sementara ini obat konsentrasiku adalah kopi panas atau teh panas. Mulai lirik2 wedang jeruk sih... yang penting gulanya dikit saja.

    Jiah: Sambil mencium harus bunga kopi. Hmm... relaksasi gratiiiisss....

    BalasHapus
  12. Waktu kecil ibu serng bikin kopi bubuk sendiri, mbak. Saat ini ibu sudah berusia 8o-an, mbak. ibu sendiri tak tahu tahun kelahirannya.

    BalasHapus
  13. Dari beberapa postingan yang saya baca, banyak sekali wanita penikmat kopi seperti Mbak Susi. Pernah mencoba kopi disangrai di campur dengan kakao gak, Mbak, rasa dan baunya enak banget, Mbak :)

    Matur nuwun, Mbak, sudah tercatat sebagai peserta :)

    BalasHapus
  14. aku sukanya capuccino, classic banget kan he he

    BalasHapus
  15. aku juga suka kopiiiii, apalagi yg lgsg disangrai dr biji lgsg begitu ya mba, aromanya pasti enak bgt.

    BalasHapus
  16. gak pernah tau menumbuk kopi..
    taunya ya kopi instan..
    :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dihas Enrico: sesekali bisa berwisata di kebun kopi di dekat2 tempat tinggal. akan jadi pengalaman indah. :)
      Mas Herdoni: saya sepakat. mengenang keindahan akan melunturkan kesedihan. Subhanallah, saya menemukan sebuah jawaban untuk kesedihan saya, dan saya bahagia sekarang. saya meyakininya sebagai ujian berkah bagi saya.

      Hapus
  17. Rio & Orin: aku sukaaaa semua aroma kopi. tiap aroma mengingatkan pada suatu kenangan. sepakat ya... hihi... diantara semua kopi, yg kusuka memang kopi hitam yg tradisional. mungkin karena akrab dengan ini. di sini ada banyak aroma kopi tradisional; kopi -jagung, kopi-beras, kopi-jahe. semua diolah secara tradisional dan turun menurun. kelihatan kalo asli ndeso ya.

    BalasHapus
  18. awwww so sweet. aku juga salah satu orang yang tidak akur sama ibu sebenarnya :(

    aroma kenangan ya? hmmm *mikir dulu* ngga ada...hahahaha

    BalasHapus
  19. Wah, kalo aku sih sangat-sangat akur dengan Ibu. Kalau ibu sedang marah2 malah kupijit2 kakinya sambil kedip2 mata. Nanti ibu akan tersenyum dan ga jadi marah. Makanya, jadi anak kesayangan ibu. kalau pemarahnya, memang sudah sangat tua, pikun dan tentu saja pemarah. wajar saja.

    BalasHapus
  20. Kira2 apa maksud penggunaan beras itu ya, Mbak? Bukannya kopinya jadi nggak asli...? :D
    Terima kasih udah ikutan di GA Cerita di Balik Aroma ya, Mbak :)

    BalasHapus
  21. jadi kangen kopi campur beras sama kelapa buatan simbah, sudah bertahun tahun tidak minum, karena simbah sudah tidak membuat kopi lagi :(

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)