Kampanye Dangdut

Siapa yang masih ingat sensasi “lebih” ketika keliling kota bersama simpatisan kampanye 3 partai utama di Indonesia kala itu? Berada di atas motor dan merasa hebat.  Berpeluh dan menghirup asap kendaraan pekat pun tak mengurangi kesenangannya. Menemani bapak berkampanye on the road untuk partai tertentu dan di akhiri dengan acara dangdutan di lapangan kota. Siapa hayooo….

Saya belum pernah ikut, tapi saya takjub mendengar cerita seru teman saya. Sering menjadi penonton peserta konvoi kampanye juga karena depan rumah saya adalah jalan utama menuju pantai Kartini dan berada di pusat kota. Pernah juga ikut menonton acara kampanye dangdut di alun-alun. Tak perduli warna kaosnya merah, kuning atau hijau. Bisa melihat artis ibukota sudah sangat membahagiakan.
Iis dahlia - foto dari live.viva.co.id
Ternyata, acara kampanye dangdut masih jadi andalan sampai sekarang. Masa menjelang pemilihan seperti ini para artis dangdut meraub rejeki yang tak sedikit. Lihat saja kasus artis yang ikut ramai dibicarakan ketika para koruptor ditangkap. Banyak penyanyi yang ikut ditanya dari mana dan untuk peruntukan apa uang hasil manggung di kampanye. Meski mengaku ribet, tetapi para artis dangdut tetap mengejar setoran melalui kampanye.

Saya berusaha mengerti, bagaimana pengerahan masa menjadi efektif dengan bantuan para artis dangdut melalui memori masa kecil. Jujur saya katakan, sudah sejak masa remaja saya menghindari dangdut. Sejak dangdut tak lagi bercitarasa asyik di telinga dan mata saya. Malahan, saya cenderung malu dengan perkembangannya. Dangdut identik dengan pornoaksi dan pakaian seksi. Musik dangdut juga sudah bermetamorfosa terlalu jauh. Ok.. ok.. saya mengaku sebagai wanita konvensional. Saya tak suka perubahan yang menurut saya menuju kehancuran. Orang lain boleh mengatakan itu pembaharuan dan proses kreatif. Bagi saya itu kemunduran.

Apa ya fungsi artis dangdut di kampanye? Berdasarkan pengakuan yang saya lihat di TV, katanya para penonton tidak mendengar kampanye. Katanya para penonton terus berteriak “Dangduut.. dangduut… ga krungu… ga krungu (tidak dengar ocehanmu).” Nah loh. Kampanye dangdut memang efektif menjaring massa. Massa akan banyak sekali yang datang. Tapi tak menjamin penonton akan memilih mereka. Lalu untuk apa? Jawabannya ternyata “Untuk menghibur rakyat. Masalah menang atau kalah, hasilnya nanti di KPU.” Hanya untuk menghibur saja sudah menghamburkan dana sebesar itu. Ckckck… tak heran jika ujung-ujungnya semua parpol korupsi berjamaah. Cuma nunggu giliran dipanggil saja kok. 

Oh iya, sangat kebetulan ketika saya mencari foto kampanye dangdut yang bisa saya pinjam, saya menemukan himbauan presiden kita SBY. "Sebaiknya dikurangi dan diganti dengan kampanye-kampanye dengan massa seribu atau dua ribu di ruangan tertutup. Yang penting media massa mau menyiarkan, yang penting rakyat mendengar. Daripada ratusan ribu malah tidak dengar, malah minta air, seperti di konser-konser Dangdut itu. Tapi bukan dilarang barang kali, hanya dibatasi oleh kpu," 

Saya sangat setuju. Menarik masa sedemikian besar butuh dana sangat besar dan sangat tidak efektif. Lebih efektif jika mengundang massa ke kampanye di ruangan tertutup dengan agenda yang jelas. Jika tea breaknya diselingi dangdut juga tak masalah. Dangdut is the music of my country. Di acara seperti ini kan pedangdutnya (kemungkinan) masih sopan. Buatlah semua undangan merasakan mewahnya makanan partai/calon presiden yang mengundang.Ujungnya sama saja... hahaha.. menuntut yang istimewa. Tapi... dana yang dikeluarkan lebih sedikit dan kampanye lebih didengar, kan? Bukankah itu intinya?

Nah, gimana? Masih mau kampanye dangdut agar menyuburkan praktek korupsi parpol? Kalau saya sih nggak banget!

16 Komentar

  1. tapi kampanye on the road di masa itu emang atraktif ga cuma gembor2an tapi pake atribut yg bagus2.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha.. iya bener. Karena partainya hanya 3, persaingan jadi lebih mudah ya.

      Hapus
  2. cara kampanye sekarang makin kreatif dan atraktif. sampai ga kepikiran kalau atraksi tersebut justru menganggu dan bukan menghibur

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kampanye seperti ini sudah ada sejak saya kecil loh mbak. :)

      Hapus
  3. Penonton sih ingin nonton sambil joged saja
    Soal milih urusan nanti Jeng
    Salam hangat dari Surabaya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggih pakde. makanya saya sepakat dengan pendapat bahwa ini pemborosan yang sia-sia.

      Hapus
  4. sayang uang ratusan juta digunakan spt ini...mbok ya kampanye dengan membagi2 sembako sj kan lbh makmur tuh rakyat...walaupun bagi2nya dg pamrih,,,,paling gak ibu-ibu senang dapat sembako gratis....walau 5 th sekali,,,,hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo bagi2 sembako/uang, akan kena semprit pelanggaran. kampanye dangdut ini alternatif mereka membagi rejeki tontonan dan doorprize

      Hapus
  5. Emang udah budaya yg harus di taatin..para caleg seneng buang buang duit buat kampanye..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha.. iya. Mereka lebih pinter buang duit dan cari duit daripada mengurus rakyat yang diwakilinya.

      Hapus
  6. Kl sy pokoke say no to dangdut lah. Mending blogwalking hehehe

    BalasHapus
  7. mudah2an kampanye tahun ini lebih elegan :)

    BalasHapus
  8. iya.. bener banget tu.. kampanye yang dangdut kayak nya emang kagak efektif. lebih baik seperti cara yang diatas, lumayan kan warga yang belum pernah makan enak. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. :)
      Semoga saja saran kampanye ini diterima.
      Ada satu partai yg menarik perhatianku dengan kampanyenya. Bergotong royong membersihkan kota. itu bagus. Meski berpamrih suara, tapi ada pembauran.

      Hapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)