Sang Patriot: Pak Zaim dan Pak Bambang

Sulung saya, Destin, berusia 9 tahun. Ia sekarang kelas 3 SD. Jika ditanya, siapa sosok pendidik yang paling sering ia bicarakan, jawabannya hanya satu, pak Zaim. Pak Zaim adalah kepala Sekolah. Nampaknya, kegemaran Destin mendengarkan dongeng dan kegemaran pak Zaim bercerita yang mendekatkan mereka. Kedekatan itu saya sadari sejak pertengahan kelas satu, yaitu ketika Destin selalu mengkonfirmasi cerita pak Zaim tentang suatu tema. Sejak kecil saya adalah pendongeng utama Destin yang haus akan cerita. Ketika menginjak usia SD, ia mulai suka mendengarkan kisah nyata terutama kisah Nabi dan Aulia. Juga cerita religi dan pengetahuan umum lainnya. Pun begitu, ia masih percaya pada kemampuan bercerita mamanya sehingga selalu mengkonfirmasi kebenaran cerita yang ia dengar dari pak Zaim. Tak jarang kami terlibat diskusi serius dari cerita yang ia dengar.

Destin termasuk anak pemalu. Ia type introvert yang tak suka menonjol. Ia tak mudah berteman, pun tak mudah diajak bicara kecuali papa-mama dan saudaranya. Makanya saya heran, bagaimana cara dia menjadi akrab dengan kepala sekolahnya. Dari pertanyaan yang saya ajukan, ternyata waktu bercerita adalah ketika istirahat, pulang sekolah, di sekolah sore (kebetulan sama) dan atau pada jam pelajaran ketika guru yang bertugas berhalangan hadir. Kelihatannya sederhana, yaitu bercerita, namun bisa mengubah cara pandang anak yang mendengarkan cerita. Dan saya pun teringat pada giveaway Sang Patriot dari Gang Jember yang tercinta. Ketika mengingat ini, saya meletakkan sejenak pesanan yang harus saya kirim besok dan mulai menulis. Sudah berhari-hari saya menahan malu. Bagaimana mungkin saya melewatkan giveaway sahabat-sahabat tercinta saya. Sahabat yang seide, sehobi, dan selalu saya rindukan. Besar harapan saya kelak akan pindah ke Jember agar bisa lebih sering membagi kasih bersama mereka. Akhirnya saya menulis dengan jujur meski tanpa gambar pendukung. Hanya foto mereka yang bisa saya pinjam dan hadirkan di sini. Biarlah.. yang terpenting adalah saya membagi kisah tentang sang patriot BundaNanda Susindra.

Pak Zaim adalah sang pendidik patriot bagi Destin. Sosok guru yang sederhana. Saya sudah pernah bercakap-cakap berdua di suatu kesempatan langka, yaitu melihat Destin dan kawan-kawan jalan-jalan ke TMP Jepara ketika kelas 1 SD. Beliau ikut memantau kegiatan para siswanya sendiri. Kala itu tiba-tiba pak Zaim menghampiri saya bertanya, “Mamanya Destin, kan?” Akhirnya kami terlibat percakapan cukup lama tentang Destin. Rupanya beliau memperhatikan detail anak didiknya. Percakapan itu cukup bagi saya untuk melihat karakter beliau dan apa yang paling disukai Destin darinya.

Begitulah.. seorang pendidik adalah patriot anak didiknya jika ia mampu menjadi guru yang bisa digugu dan ditiru. Meskipun metode mengajar dengan bercerita, selalu ada anak-anak imaginatif seperti sulung saya yang terkesan, terkenang, dan mempercayai apa yang ia dengarkan. Baiklah, di kasus Destin, ia selalu bertanya pada saya dulu dan sebagai penguatan saya akan bercerita ulang. Ini adalah kebiasaan kami sejak kecil dan tak terhapus oleh sosok patriot baru yang ia kagumi. Namun tetap saja, selalu ada patriot “sederhana” di kehidupan sehari-hari. Pak Zaim adalah sosok patriot bagi sulung saya saat ini karena ia mengisi ruang rohaninya. Salah satu penyesalan saya saat ini adalah, saya tidak memiliki fotonya. Maafkan saya.

Jika ditanya, di usia SD dulu, siapa sosok yang paling berkesan bagi saya, jawaban saya adalah pak Bambang. Sampai saat ini saya masih terkenang jasa beliau. Saya masih sangat kagum. Saya masih mempunyai harapan sebagai pendidik yang amanah tanpa keluh kesah. Saya masih memimpikan sosok guru yang Ing ngarso sung tulodho, Ing Madyo mangun karso, Tut wuri handayani. Dan beliaulah sosok itu.

Mengapa pak Bambang menjadi sosok patriot saya sepanjang masa? Jawabannya adalah kesederhanaan, empati, kreatifitas, moralitas, anggah-ungguh dan andap asor yang beliau ajarkan dahulu. Saya masih memiliki banyak serpihan memori pelajaran “sisipan” pak Bambang yang membentuk karakter dan tata krama saya. Saya masih memakai didikan pak Bambang sampai sekarang. Saya bahkan meneruskannya pada kedua anak saya. Bagaimana cara mengasah empati dan moralitas mereka. Tata krama yang baik. Detail masa kecil saya bersama pak Bambang masih saya ingat dan saya teruskan pada kedua anak saya. Salah satu contohnya adalah "Bagaimana cara memberikan benda runcing seperti pisau, gunting, pensil dsb dengan memberikan bagian batangnya agar sang penerima tidak ada kemungkinan terluka dan atau bisa langsung memakai benda itu tanpa harus membaliknya." Ilmu yang sederhana, tapi apakah sahabat mengetahuinya? Saya mendapat banyak pelajaran sisipan yang "mahal harganya" ini dari pak Bambang.

Saya mengajarkan anak membuat prakarya dari benda sederhana ketika bermain. Karena sampai sekarang saya masih merasakan kebanggaan kala SD nelayan saya berhasil mengalahkan SD-SD favorit di karnaval berkali-kali. Dengan ide bertema patriot dari bahan kertas bekas dan lem aci kami berhasil menarik simpati juri dan penonton. Ya! Hanya kertas bekas dan lem yg dibuat sendiri dari bahan tepung sagu, dikerjakan bersama murid-murid kelas 5-6, dan berhasil mengalahkan karnaval tingkat kabupaten! Luarbiasa! 

Dari ingatan masa SD itu, saya juga mengamalkan prinsip hidup sederhana. Sederhana... sederhana.. saya mengajarkan kesederhanaan adalah kemewahan jika kita mensyukurinya. Dan saya bangga, ketika sulung saya dengan berkata, “Kita orang kaya, Ma, tapi kita lebih suka hidup sederhana. Karena kita orang beriman.” Alih-alih menyesali keterbatasan ekonomi yang ia rasakan karena kepekaannya. Ia tak malu mengakui keterbatasan uang saku dan alat sekolahnya. Ia justru bangga, meski sederhana dan seadanya, tapi tak sayang berbagi kebahagiaan dengan sahabat karibnya yang piatu. Ahh... saat ini, saya sungguh-sungguh berharap foto masa SD saya bersama beliau tidak rusak oleh waktu sehingga saya bisa dengan bangga menunjukkan pada kalian, Inilah sosok patriotik bagi saya. Sayang sekali, foto masa SD saya sudah meleleh dalam plastik dan tak terselamatkan. :'(

Begitulah, 2 sosok patriot dua generasi yang ingin saya bagi. Keduanya adalah sosok pendidik yang mengabdikan diri pada keyakinan mereka sebagai guru yang digugu lan ditiru. Guru yang Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. Di depan memberi teladan, di tengah membangun semangat, di belakang mendorong semangat/dorongan. Dua sosok yang dengan perasaan menyesal tak bisa saya bagi fotonya di sini.

5 Komentar

  1. Meski fotonya tak bisa dibagi, tapi saya yakin jiwa patriotiknya akan selalu di hati.. tul kan mbakyu?

    Matur nuwun ya mbakyu udah turut meramaikan Tasyakuran Sang Patriot.. salam buat Patriot hitam manis di sana

    BalasHapus
    Balasan
    1. 3 hitam manisku sudah terlelap dalam mimpi. tenang.. akan kubisikkan di telinga mereka nanti.
      Makasih ya stempel, kunjungan, dan waktunya. :D

      Hapus
  2. Pasang fotonya Destin aja. Hihihu.

    Kebaikan sang patriot akan terkenang selalu ya, Mba.

    BalasHapus
  3. 2 sosok patriot yang menginspirasi mba

    BalasHapus
  4. cerita yang mengharu biru mba..buku sang patriot sudah dibaca belum mba? sambil bikin pola, baca buku :)

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)