Mengasah Keikhlasan Para Korban Pedofilia

Miris rasanya setiap kali melihat berita di televisi. Setiap hari berita seputar pelecehan seksual selalu muncul dan membuat saja jengah jika ada Duo DnB Susindra (dua anak saya). Apalagi saya tahu, yang di-blow up hanya sebagian yang menurut pembuat berita akan menjadi hits dan sumber uang. Beberapa fakta  disembunyikan. 



Korban pedofilia yang disebut-sebut selalu anak laki-laki dan pelakunya adalah orang lain. Padahal semua anak laki-laki bisa menjadi korban. pelakunya juga tidak selalu orang luar. Orang dalam rumah seperti bapak/ibu/kakak/Om dan lain-lain. Semua bisa korban atau pelaku. Ada rasa tak nyaman di hati mengingat usia semuda mereka belum waktunya mengenal kata korban pelecehan seksual. Ada keinginan kuat untuk meniadakan salah satu hobi saya yang mencari berita terkini melalui berita di TV selama kasus pelecehan seksual dan pedofilia masih sering dibahas sewaktu-waktu di berita. Sebagai pribadi yang haus akan berita terkini namun memiliki waktu minim membaca, saya sering curi-curi waktu mendengarkan berita di TV ketika DnB bermain dengan peer group mereka masing-masing.

Duo DnB saya masih kecil dan sama-sama laki-laki. Destin berusia 9 tahun dan Binbin berusia 6 tahun (bulan Juni ini). Beberapa kali mereka mendengar 2 kata tabu di atas secara tidak sengaja mengingat intens-nya 2 kata tersebut disebut-sebut. Si bungsu belum paham dan saya tak berani menyebutnya. Si sulung sudah mulai aware, saya pun sudah wanti-wanti memintanya berhati-hati. Ia telah memiliki teman bermain yang intens bersama-sama di jalan. Mereka sering bermain di gedung salah satu partai yang menjadi teman grup bermainnya. Ada rasa was-was karena tempat public seperti itu juga rawan. Wajah pedofilia benar-benar tak terlihat dan bisa jadi begitu dekat. Beberapa kali saya menerangkan beberapa hal yang perlu ia lakukan dan perhatikan selama di luar rumah. Jangan begini dan begitu, hindari orang yang berbaik-baik lalu mengajakmu pergi ke tempat sepi. Melarang anak bermain ke luar tak sanggup saya tetapkan karena saya tahu pentingnya bermain bersama teman. Memastikan keamanan mereka adalah tanggungjawab saya sebagai orang tua Duo DnB Susindra.

Membicarakan kejahatan seksual, fokus saya berada pada para korban yang masih anak-anak. Anak-anak yang menjadi korban bisa saja menjadi pribadi dengan harga diri (self esteem) rendah, mudah depresi, sulit percaya orang lain, dan sulit berhubungan dengan orang lain. Selain itu, sangat mungkin jika mereka memiliki ketakutan yang irasional dan mengalami mimpi buruk berkali-kali.

Perilaku anak korban pelecehan seksual memang bisa berubah. Harga diri mereka bisa turun jika orang tua gagal mengajarkan keikhlasan dan kemampuan move on anaknya. Apalagi jika ada tetangga yang tahu dan mengolok-oloknya. Dia bisa menjadi pribadi introvert akut dan takut akan perubahan. Perlu waktu lama untuk menyembuhkan trauma pelecehan ini. Perlu terapi khusus bagi korban yang perlu dilakukan keluarga atau terapis khusus jika mampu membayarnya. Keimanan dan pengetahuan keagamaan harus intensif diajarkan agar anak belajar menerima dirinya dengan ikhlas. Rasa ikhlas ini adalah obat luar biasa bagi korban kekerasan seksual. Rasa ikhlas bukan produk instan, ini adalah proses jangka panjang yang harus dilakukan. Memastikan anak merasa aman dapat membuat mereka belajar percaya kembali. Kasih sayang dan penerimaan membuat mereka menanggalkan depresi dan takut yang mereka rasakan. “Lupa dan ikhlas adalah obat terbaik yang perlu dilatih.”



Saya memiliki pengalaman tak menyenangkan ketika kecil berkaitan dengan pelecehan seksual. Sebagai anak pedagang yang selalu di rumah sendirian, saya pernah menjadi korban pelecehan seksual oleh teman bapak saya yang datang malam hari. Ketika itu, bapak dan ibu tidak ada di rumah. Mereka mremo untuk sebuah malam hiburan di kampung. Kala itu saya baru berusia 8 tahun dan memang biasa sendirian di rumah. Saya terbangun jam 10 malam karena rasa sakit di tempat tak seharusnya dan sebuah wajah buruk menyeringai di atas saya. Melihat saya terbangun, ia membersihkan darah di tangannya dengan celdam saya dan melempar ke wajah saya sebelum berlari keluar. Sontak saya berlari ke rumah saudara saya yang berjarak 150 meter dan menggedor rumahnya. Malam itu dan 2 malam setelahnya saya enggan pulang ke rumah.

Pengalaman ini hanya menjadi sebuah kilasan memori tidak penting bagi saya karena saya telah belajar banyak tentang hidup. Keluarga pun tak berani memperbincangkan keteledoran mereka terhadap anak angkatnya ini. Sejak saat itu, jadwal mremo (berjualan karena ada keramaian di malam hari)hanya dilakukan bapak atau saya diajak dan tidur di dalam gerobak.

Jujur saja, saya memang tidak pernah diasuh keluarga kandung saya. Sejak berusia 36 hari saya diasuh keluarga angkat saya. Saya terbiasa hidup mandiri sendirian di rumah karena bapak ibu berjualan di jalan. Ibu berangkat jam 4.45 pagi dan pulang jam 5 sore. Saya sarapan dan makan siang di gerobak ibu di pertigaan bersama tukang becak bercampur debu dan asap rokok. Saya benci jika ada tukang becak yang sengaja mengepulkan rokok ke wajah saya tapi pilihan saya hanya lapar atau makan di trotoar. Saya tumbuh menjadi anak pendiam yang kemana-mana membawa buku tetapi memiliki jumlah absen terbanyak di sekolah dari SD sampai SM. "Kamu tidak bodoh, hanya tidak peduli pada sekolahmu" adalah pernyataan yang sering saya dengar dari guru saya.

Peristiwa traumatik tersebut saya tanggung sendiri karena tak ada yang  pernah menyebutnya. Itu hanya sebuah mimpi buruk yang tak pernah terjadi. Itulah pesan yang mereka sampaikan. Lupa adalah strategi utama mereka alih-alih memberi masukan semangat baru. Saya memaklumi keterbatasan waktu dan pengetahuan mereka. Saya pun mengalami proses lupa seiring dengan berjalannya waktu. Sungguh beruntung passion saya membaca buku psikologi membuat saya mengalami proses healing secara bertahap dan tak terasa. Self esteem (harga diri) saya tidak cepat bangkit karena melakukan sendiri. Saya baru mulai belajar sangat rajin di kampus untuk membayar semua kemalasan saya selama SD-SMA dengan belajar giat di kampus. Saya berhasil meraih juara 4 di lomba mahasiswa berprestasi tingkat universitas di semester enam. Saya mengubah kelemahan saya menjadi kekuatan dengan “berlagak” cerdas. Saya tak pernah menyebut peristiwa itu kecuali dengan 2 pria terdekat yang menjadi calon suami saya. Mereka menerima saya sebagai pribadi yang cerdas dan layak dikagumi daripada sebagai korban. Itu pengakuan mereka dan saya melihatnya dari cara mereka memuja saya. Saya bangkit dengan sendirinya karena saya mau dan saya berusaha. Saya berusaha mengasah keikhlasan menjalani cobaan yang diberikan Allah pada saya.

Para orang tua korban pelecehan seksual seharusnya membantu anaknya menemukan kembali harga dirinya yang terkoyak. Mengajarkan ikhlas menerima peristiwa itu sebagai Kehendak Allah adalah kewajiban orang tua dan orang terdekatnya. Sebuah karpet ujian telah digelar. Tugas anak adalah melewati karpet ujian tersebut. Bisa jadi berisi onak duri atau arang membara, karena itu, orang tua harus membantu anak menyiapkan alas kaki yang tepat agar anak tidak kesakitan sendiri. Karena tak semua anak memiliki hobi seperti saya, yaitu membaca minimal 1 buku sehari dan masih bisa menghias kerudung dengan payet atau membuat kristik lalu menjualnya. Proses yang saya butuhkan sangat lama karena tanpa bantuan, dan syukurlah saya tipe anak yang biasa mandiri sendirian di rumah tanpa teman. Semua kakak saya sudah menikah dan punya rumah sendiri sejak saya masuk TK karena saya anak angkat.

Apa yang harus dilakukan oleh orang tua korban pelecehan seksual? Rosulullah SAW telah meninggalkan 10 jurus mengasah keikhlasan yang bisa kita terapkan, yaitu:
  1. Menahan amarah. Tidak meluapkan kemarahan dan memaafkan orang yang menyakiti kita adalah sebuah upaya untuk memaafkan diri sendiri dan menerima diri yang sekarang apa adanya.
  2. Akhlak yang mulia. Demi meraih akhlak yang mulia, kita harus mau menyambung silaturrahmi yang putus, memberi orang yang pelit pada kita, dan memaafkan orang yang mendzalimi kita.
  3. Memaafkan. Tak hanya memaafkan orang yang mendzalimi, tetapi kita harus belajar berdamai dengan diri sendiri dan memaafkan diri sendiri sambil berusaha memaafkan kedzaliman yang kita terima.
  4. Mengharap ampunan Allah. Tak ada sesuatu terjadi tanpa ijin Allah. Yakinlah, bahwa ujian yang kita terima itu adalah penghapus dosa, dan jika kita ikhlas menerimanya, itu akan menaikkan derajat kita di depan Allah.
  5. Sabar. Sabar menjalani hidup adalah perbuatan mulia dan salah satu jalan untuk menjadi manusia berakhlak mulia.
  6. Ingat selalu Wasiat Nabi. Dikisahkan di hadist yang sahih, ada seorang sahabat nabi Muhammad SAW yang meminta wasiat. Rosulullah menjawab “Janganlah engkau marah” dan mengulang berkali-kali ketika sahabat tersebut menanyakan wasiat selanjutnya.
  7. Lemah lembut. Jadikan sifat dan sikap lemah lembut sebagai bagian dari hidup sehari-hari. InsyaAllah kita akan terjaga dari keburukan.
  8. Mengembangkan kekuatan inti. Kekuatan inti yang harus dikembangkan adalah kekuatan untuk menahan amarah ketika marah.
  9. Ihtimalul adza (bersabar atas keburukan orang lain) adalah pembuka pertolongan Allah.
  10. Doa pamungkas. Mendoakan orang yang mendzolimi dan menyakiti kita seperti Rosulullah yang selalu mendoakan kebaikan bagi orang-orang yang mendzoliminya.
10 cara mengajarkan ikhlas di atas akan sangat dibutuhkan oleh para korban pelecehan seksual agar mereka bisa belajar berdamai pada diri sendiri dan memaafkan diri sendiri. Ketika anak belajar menahan amarah dan belajar memaafkan pelaku, ia akan menerima keadaannya. Ia akan sadar bahwa ia hanya korban. Ia akan merasa lapang ketika tahu, apa yang menimpanya bisa menjadi ampunan/penghapus dosa jika ia bersabar atasnya. Dan, Allah telah menyiapkan skenario yang indah dengan menjadikannya sebagai manusia berakhlak mulia yang dijanjikan sebagai penghuni surga jika ia sanggup memaafkan dan mendoakan pelaku kejahatan yang menyerangnya.

Saya membuka cerita ini sebagai tema giveaway mbak Ade Anita bukan untuk mengejar hadiah semata. Saya ingin membagi pengalaman pada para korban yang saat ini secara luar biasa meningkat tajam. Betapa dekat dan banyaknya peristiwa keji ini. Bencana mengintai anak-anak setiap saat karena wajah pedofilia biasanya begitu ramah. Sebuah studi menemukan bahwa figur pedofilia anak biasanya berasal dari figur kebapakan/keibuan yang ada di sekitar anak. Ia bisa berwujud siapa saja. Saya benar-benar ingin muntah ketika membaca sebuah broadcast tentang sms tentang pelecehan seksual di radio Sonora. Saya membacanya dari share link di komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis Semarang. Begitu mengerikan hingga saya tergugah untuk mengaku dan menulisnya. Karena saya pernah menjadi korban dan berhasil melaluinya.

Lebih jauh, saya ingin mereka belajar menerima kejadian yang menimpa mereka. Sebagai korban, anak-anak ini tidak bersalah. Orang terdekat mereka perlu belajar untuk ikhlas menerima agar mereka juga bisa ikhlas menerima. Jangan sekali-kali mengasihi mereka secara berlebihan sehingga mereka merasa layak dikasihani. Beberapa teknis mengatasi depresi korban pelecehan seksual sudah saya jabarkan secara eksplisit-implisit dipenjelasan saya di atas agar bisa menjadi bahan pertimbangan. 

25 Komentar

  1. Mbak, saya terharu membaca kisah mbak. Semoga Allah senantiasa memberi kekuatan bagi semua korban dan kemampuan untuk menghilangkan trauma itu. Saya setuju sekali, keluarga & lingkungan terdekat sangat besar perannya bagi pemulihan jiwa korban yang terguncang itu.. Sukses selalu ya mbak...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sedikit membuka tabir kemisteriusanku ya mbak. ;)
      Ga ada lagi trauma karena saya sudah lama menerima nasib. Ini hanya sepenggal kisah dari banyaknya kisah lain yang saya alami

      Hapus
  2. Masya Allah... tulisan ini... makasih ya sudah ikut serta give awayku

    BalasHapus
    Balasan
    1. :)
      Semoga tidak mengganggu ya mbak. Tapi pedofilia adalah kasus yang membuat cemas semua orang. dampaknya juga sangat besar bagi korban dan keluarganya

      Hapus
  3. maaaaak...saya nangis bacanya..Ya Allah mak...saya ingin peluk mak...luar biasa perjuangannya ya mak...semoga anak2 mak n keturunan terhindar dari pedofil n sejenisnya....aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya Allah mak... maafkan kalau membuatmu menangis. Saya tidak menangis loh.

      Hapus
  4. mbaak aku jadi bergidik membaca tulisanmu yang begitu dalam...karena ada kesamaan peristiwa yang terjadi karena orang2 dekat di sekitar kita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. :)
      peristiwa ini sebenarnya tidak jauh mbak. karenanya harus hati2. Kami sudah kecolongan. keponakanku ada yg jadi korban waktu usia pra TK dan ironisnya, pelakunya adalah tetangga (remaja) yang ber IQ minus. Ketika dituntut, katanya tidak bisa karena pelaku tidak waras. Hiks.... di bagian ini, aku masih marah sekali. Lebih mudah bagiku menerima menjadi korban daripada keluarga dekatku menjadi korban. HATI-HATI

      Hapus
  5. walaupun sulit ya mbak, tapi harus belajar ikhlas untuk hal ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak. tak bisa lain kecuali menerima dan berdamai dengan diri sendiri lalu move on.

      Hapus
  6. tulisan ini menginspirasi para orangtua lainnya mba..saya setuju, hanya ortu lah dan sanak saudara dan para lingkungan yang bisa mengembalikan kepercayaan diri korban pedofilia. good luck kontesnya mba..:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak. Mereka butuh bantuan dari keluarga.

      Hapus
  7. mengikhlaskan sesuatu itu memang sangat sulit apa lagi untuk masalah seperti ini.
    Semoga saja para korban bisa tetap tegar dan tidak membalaskan dendam dengan menjadi pelaku.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak. Meski sulit, harus lulus ujian keikhlasan. :)
      Ada hikmah luar biasa setelah berhasil memaafkan diri, keluarga, lingkungan dan pelaku

      Hapus
  8. Hukum tetap harus ditegakkan kepada pelakunya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hukum memang harus terus berjalan.
      Terima kasih ya.

      Hapus
  9. sABAR sbg salah satu kunci utk ikhlas ya mbak. Dan sabar itu butuh proses dan waktu juga. Apalagi bagi korban pedofilia yg masih anak-anak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, memang butuh waktu. Makasih ya. :)

      Hapus
  10. harus ada yang mendampingi mereka supaya bisa ikhlas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu tugas utama orang tua dan keluarga ya mbak.

      Hapus
    2. hukum yang berat musti di terapkan ,dari sekarang sebelum anak anak kita menjadi korban yang mengenaskan

      Hapus
  11. Subhanallah Mbak.. Semoga Allah selalu melimpahkan kasih sayang ke mbak Susi.. amiin..
    terimakasih sharingnya.. kiranya cobaan yg saya alami sekarang ini ternyata hanya sebutir debu dibandingkan dengan cobaan yg Mbak Susi lalui.. T_T

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, stlh mmbaca tulisan mbak Susi, apa yg sy terima ini ndk ada apa2 nya... smga kita semua mendapat kebaikan di dunia dan akherat dr Allah

      Hapus
  12. Mbak saya tidak mengira di balik pribadi Mbak yang baru saya kenal lewat blog dan FB ternyata menyimpan kisah pahit. Tapi salut Mbak bisa mengatasinya. Beroleh cinta yang luar biasa dari suami dan lingkungan keluarga. Saya belajar dari kisah Mbak. Semoga Allah senantiasa melapangkan jalan Mbak sekeluarga.
    Harus ada yang bicara demi mewakili mereka yang dibungkam dan teraniaya agar dunia tahu seperti apa.
    Salam hangat dan peluk dari jauh, Mbak Susi.

    BalasHapus
  13. Subhaanallah, Mbak Susi, bunda bangga banget karena mbak Susi sudah mampu dengan penuh keikhlasan melewati masa suram yang hampir saja merampas hari depan mbak Susi, tapi ternyata mbak Susi sangat, teramat mampu mengatasi, sehingga jadilah mbak Susi seperti mbak Susi yang sekarang, tough, brilliant and smart. Semoga, andaikan, ada EmakS yang anak-anaknya mengalami hal yang mengerikan ini, bisa menerapkan ke-10 point diatas untuk terapi yang ampuh dari segi agama. Aamiin, ya Rabb.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)