Komunikasi Produktif dengan Suami

Suatu pagi yang sangat sibuk, semua anggota keluarga bergegas melakukan aktivitas paginya masing-masing. Aktivitas pagi Destin dan Binbin adalah mandi, memakai seragam, sarapan, mengecek kelengkapan sekolah lalu berangkat. Aktivitas pagi saya seperti ibu-ibu lainnya, yaitu menyiapkan sarapan, membersihkan rumah, dan bersama suami, kami memastikan semua anggota keluarga melakukan aktivitasnya. Selalu sibuk. Tangan banyak bergerak, mulut juga. C’est très typique. Bedanya mungkin pada jumlah aktivitas dan jumlah kata yang terucap setiap pagi.


Pagi ini saya membaca kembali materi Komunikasi Produktif dari kuliah Bunda Sayang Institut Ibu Profesional. Saya jadi ingin menulisnya di blog. Apalagi saya kesengsem dengan kalimat pembukanya yang jleb banget:

Selisih paham sering kali muncul bukan karena isi percakapan melainkan dari cara penyampaiannya.
Materi Komunikasi Produktif diberikan di bulan pertama kuliah Bunda Sayang karena menjadi pembuka semua ilmu. Coba ingat-ingat, betapa sering kita berselisih paham dengan orang-orang di sekitar kita, dan sebagian besar penyebabnya adalah kata/kalimat yang menyakiti hati. Bahkan ada percakapan antara ibu dan anak, yang ternyata menimbulkan luka, misalnya, “Kamu jangan nakal, dong!” ketika melihat anak menumpahkan makanannya. Itu contoh yang nyata, lho. Bagaimana dengan suami? Pernah berselisih paham dengan suami gara-gara hal sepele, misalnya mana yang harus didahulukan, mandi dulu atau ngopi dulu? Hahahaha… yang ini kami banget deh.

Silakan baca : Aliran Rasa My Family My Team dari Kelas Bunda Sayang
Komunikasi produktif, seharusnya dimulai dari diri sendiri. Karena pola komunikasi kita, sangat mempengaruhi hasil komunikasi. Jarang yang menyadari bahwa pilihan kata yang kita ucapkan mewakili struktur berpikir. Karakter asli sangat terlihat dari diksi yang diucapkan – selain kebiasaan. Kosakata pilihan kita juga memberi efek berbeda pada kinerja otak. Tak percaya, coba saja, saat membawa beban berat dan kita mengeluh, biasanya malah semakin berat saja. Namun jika kita mengucapkan “Aku bisa!”, beban akan terasa lebih ringan. Bagaimana cara berkomunikasi dengan diri sendiri sebelum berkomunikasi dengan orang lain? Ingat selalu 2 kaidah ini:

1. Kata yang terucap adalah output dari struktur berpikir  dan cara berpikir Kita

Ketika kita selalu berpikir positif maka kata-kata yang keluar dari mulut kita juga kata-kata positif, demikian juga sebaliknya.

2. Kata-kata membawa energi, maka pilihlah diksi yang tepat.


Contohnya:
a. Ganti kata  masalah menjadi tantangan. 
    Misalnya bulan ini ada masalah keuangan, ganti dengan kalimat"Aduh kami punya masalah keuangan, Pak. Pengeluaran kita banyak banget, sih." dengan, "Bulan ini kita punya tantangan menyelaraskan pengeluaran dengan pendapatan. Pos mana yang baiknya kita revisi?" Lalu, diskusikan dengan suami.


b. Ganti kata susah menjadi menarik.
    Anak sering melakukan sesuatu yang menjengkelkan? Santai.... Jangan bilang, "Anakmu itu loh, Pak, dibilangin kok susah amat. Kejelekanmu ok ditularkan," Contoh jeleknya kok jelek banget, yak. Hihihi. Ganti kalimat provokasi di atas jadi, "Anak kita hari ini menarik sekali. Dia mencoret-coret seluruh tembok. Mungkin kelak ia akan jadi pelukis." Lebih baik, kan?

c. Ganti kata aku tidak tahu menjadi ayo kita cari tahu
    Kebiasaan buruk suami saya, nih, apa-apa tanya. Kadang kalau sangat jengkel saya pengen tanya, "Mas, kamu tamu hotel di sini?" Eaaa... ini sih ngajak perang dunia ketiga beneran. Wkwkwk. Nggak kok, saya bercanda saja. Seingat saya belum pernah bertanya seperti itu. Tapi, kadang saat asyik menulis kemudian suami tanya, "Ma, kontaknya di mana, ya?" itu sesuatu banget dan bisa bikin ambyar semua ide.
Saya sering jawab, "Tidak tahu. Kamu nyimpennya di mana, Pa?"
Ternyata, cara ini tidak produktif. Kalau sedang sensi, bisa menyulut kejengkelan di hati. Jawaban yang benar, "Yuk ah cari tahu bareng-bareng. Coba diingat, terakhir kali meletakkan di mana?" Lalu cari bareng-bareng, deh, Romantis, kan?

Nah… jika sudah mengenal cara berkomunikasi dengan diri sendiri, kini saatnya mengenal cara berkomunikasi dengan pasangan. Tidak sulit, kok. Yang pertama, sadari dahulu bahwa kamu dan suami adalah 2 manusia dewasa yang berbeda. Meski ada banyak kesamaan, tetapi lebih banyak perbedaan. Suami, membawa 3200 gen unik keluarganya, dan dididik oleh orangtua yang berbeda dari kita. Ia juga bertumbuh di lingkungan yang berbeda, belajar di kelas berbeda, dan mengalami banyak pengalaman berbeda. Frame of reference dan frame of experience-nya berbeda. Ini perlu dipahami dan diingat selalu.

FoR atau frame of reference adalah cara pandang, keyakinan, konsep dan tatanilai yang dianut seseorang. Bisa berasal dari pendidikan ortu, buku bacaan, pergaulan, indoktrinasi dll. FoE atua frame of experience adalah serangkaian kejadian yang dialami seseorang, yang dapat membangun emosi dan sikap mental seseorang. FoE dan FoR mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu pesan/informasi yang datang kepadanya. Makanya, reaksi akan satu hal bisa berbeda. Meski cinta menyatukan pasangan suami istri, tetapi tak selalu bereaksi sama, kan?

Nah, inti dari komunikasi adalah menyampaikan apa yang diketahui dan dimengerti. Komunikasi yang akan membentuk (FoE+FoR)ku + (FoE+FoR)mu = (FoE+FoR KITA).  Jika dipaksakan, hasilnya tidak bagus. Tetapi sebagai orang dewasa, kita diberi NALAR dan EMOSI. Nalar itu membuat bisa berpikir panjang. Emosi positif juga memperpanjang nalar. Cinta pada suami, kan…? Jangan marah-marah jika terjadi miskomunikasi, ya. Nah, sekarang saatnya mengenal 6 kaidah komunikasi dengan suami/pasangan:

1. Kaidah 2C: Clear and Clarify

Ketika berbicara atau menyampaikan pesan, sampaikan dengan kalimat yang jelas (clear) dan mudah dipahami. Kalimat yang singkat-singkat saja, dan sampaikan perlahan intinya agar ditangkap dengan baik. Pastikan suami memahaminya dengan bertanya kembali. Juga, izinkan suami bertanya (clarify) jika ada yang tidak jelas. Ingat selalu kaidah pertama ini ya.

2. Choose the Right Time atau pilih waktu yang tepat.

Sebagian besar percakapan di rumah dilakukan dengan terburu-buru atau sambil melakukan sesuatu. Misalnya sambil bergelut dengan ikan yang sedang digoreng, atau malah saat suami sedang memanaskan kendaraan. Saat sedang buru-buru akan berangkat kerja, atau malah saat suami melintas. Bagaimana pesan bisa sampai, Bukk…. Keduanya buru-buru gitu….
Jadi, memilih waktu yang tepat untuk berkomunikasi sangat membantu proses transfer informasi. Setiap pasangan pasti punya waktu tertentu yang keduanya bisa duduk santai membahas apa saja. Jika pelupa seperti saya, pakai note kecil yang ditempelkan di tempat strategis. Diskusi tetap pada malam sore atau hari.

3. Kaidah 7-38-55 (7% verbal, 38% vocal, 55% visual)

Di komunikasi dan public speaking, dunia mengenal Mahrabian rules atau aturan 7 – 38 – 55. Albert Mehrabian diklaim sebagai penemunya di essay tahun 1967 tentang komunikasi verbal dan nonverbal. Meski kaidah ini tidak diakui oleh yang bersangkutan, namun dunia selalu menyatakan ia penemunya. Bahkkan penulis, trainer dan media besar tetap menyematkannya sebagai Kaidah Mehrabian. Meski begitu, namun dunia mengakui bahwa kaidah ini sangat penting. Nyatanya, dalam sebuah komunikasi, kata yang diucapkan sering tidak sampai jika tidak dibarengi dengan intonasi dan bahasa tubuh yang tepat. Jadi, sebaiknya, tetap belajar menggunakan intonasi dan bahsa tubuh yang tepat agar pesan  tersampaikan dengan baik. Saat menuliskan paragraph ini, saya membayangkan sedang diajak bicara suami (ini kebiasaan buruknya, mengajak bicara saat saya sedang sibuk mentransfer ide ke dalam tulisan, hiks…) dan saya menjawab “ya” dengan suara mantap sambil mengangkat jempol sebagai jawaban “Iya, aku mengerti pesanmu dan akan segera kulakukan setelah selesai menulis”. Jiahahahahaha…..


4. Intensity of Eye Contact

Saya memperhatikan bahwa di saat-saat tertentu (dan dominan sekali), saya dan suami bercakap-cakap sambil melakukan sesuatu. Fokus kami berbeda, namun tetap melakukan komunikasi. Untuk pesan-pesan ringan, cara ini bisa dilakukan. Namun, banyak sekali percakapan penting yang tak boleh dilakukan sambil melakukan sesuatu. Harus diskusi dengan hati dingin dan pikiran terbuka. Makanya, ada waktu-waktu tertentu yang kami tak boleh diskusi sambil pegang gadget. Ada juga diskusi 4 mata dengan fokus pada pesan yang harus disampaikan. Nah, di sinilah intensity of eye contact harus dimainkan. Maksud utamanya adalah menyampaikan pesan bahwa AKU SERIUS DAN JUJUR APA ADANYA. Jika dirasa perlu serius, kami harus melepaskan apapun yang kami kerjakan, lalu diskusi seru. Kadang sambil ditambah cubit-cubitan atau pegang tangan. Uhuk…. Yah, usia pernikahan boleh belasan, kebiasaan mesra gini tak boleh hilang. Kami termasuk iseng banget kalau berdua. (Apaan sih ini?)


5. Kaidah: I'm responsible for my communication results

Memastikan pesan yang ingin disampaikan tertransfer dengan baik pada suami, itu adalah kaidah terakhir yang harus dipahami. Maka,  memperhatikan respon suami dan memastikannya paham serta melakukan kesepakatan (hasil diskusi) adalah tanggungjawab kita sendiri. Jika sekira belum tersampaikan dengan baik, maka perlu mengulang kembali dari bagian yang belum dipahami. ini penting, agar tak ada rasa jengkel di antara kita.


Nah, itu dia cara-cara melakukan komunikasi produktif dengan suami atau pasangan yang saya pahami dari materi Kuliah Bunda Sayang Institut Ibu Profesional. Saya Semoga bermanfaat.

Oh ya, ada tambahan kecil dari saya. Salah satu penghancur komunikasi yang paling sering terjadi pada pasangan suami istri, adalah:

1. Memakai bahasa batin, "Kupikir kamu sudah tahu."
2. "Menyalahkan tanpa memberi solusi, "Seharusnya kan kamu melakukan itu."
3. Mngecap atau melabeli, "Kebiasaanmu itu, lho."

Pernah melakukannya? Dulu saya sering. Hahahahaha.....

Selamat berkomunikasi produktif dengan suami

4 Komentar

  1. Aku yo mbak, kalau misalnya bete sama suamiku ya kuomongin. Tapi awalnya emang diem dulu sih, setelah ngomong rasanya legaaaa

    BalasHapus
  2. Yg paling aku suka kalo kita nemuin suatu masalah, misalnya keuangan, dan di situ aku slalu tertantang gmn cara ngatasinnya bersama :D. Mungkin krn keuangan memang bidang kita berdua ya mba, jd seneng aja mencari solusinya

    Tp kita sering ribut kalo masalahnya soal anak :p. Krn beda prinsip ngasuhnya hihihi.. Tapi ga sampe bikin gmn2 sih. Krn biar gimana, semarah2nya kita berdua, kalo udah tenang, pasti lgs cari waktu utk duduk bareng mecahin problemnya..

    BalasHapus
  3. aduh bu, tipsnya okeh banget hehehe.. saya juga lagi belajar mikir positif supaya outputnya positif. Cuma ya tiu, tantangan banget yaa ^^

    BalasHapus
  4. Tipsnya bagus sekali bun. :)
    Komunikasi memang hal yang paling penting ya dalam sebuah hubungan.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)