Pekan Batik Pekalongan dan Fam Trip Batik Pesona

Pekalongan telah lama dikenal sebagai salah satu pusat batik pesisiran.  Batik tulis, batik cap, batik printing; semua ada di sini. Harga termurah sampai harga fantastis pun bisa dicari. Dan bagi pecinta batik, Pekalongan harus menjadi salah satu destinasi wisata heritage batik dunia. Mengapa demikian? Cakrawala Susindra siap bercerita kembali tentang keunikan batik nusantara.




Motif batik & Keterbukaan wong pesisir 

Wong pesisiran dikenal sebagai pribadi yang ramah dan terbuka terhadap kebudayaan lain. Mereka tidak sekaku wong pedalaman dalam menerima percampuran budaya. Sependek pemahaman saya tentang budaya pesisir di masa lampau, perkembangan kebudayaan wong pesisir lebih kaya corak. Tak terkecuali perkembangan batik Pekalongan. 

Namun perlu digarisbawahi bahwa batik Pekalongan ternyata lebih kaya corak dan warna dibandingkan dengan batik Semarang, Lasem, Tuban, Cirebon dan Indramayu. Atau mungkin karena saya baru pernah mendatangi workshop batik pesisir di Tuban dan Pekalongan? Bisa jadi, karena saya juga bukan peneliti batik namun senang mengamati ala-ala peneliti kacangan.

Keterbukaan masyarakat pesisir, termasuk Pekalongan, mendorong kreativitas penciptaan karya seni baru. Maka tak heran jika dalam satu helai kain batik Pekalongan, bisa terdapat 8 warna berbeda. Pegiat batik, pelaku batik, sampai designer muda Pekalongan (Desmoka) bisa menciptakan ribuan karya batik dengan adanya asimilasi 5 kebudayaan di sana: kebudayaan lokal, Cina, Belanda, India, dan Jepang. Maka tak habis-habis pengembangan motif batik baru Pekalongan. 

Deskripsi Batik

Kembali ke batik. Deskripsi batik sudah lama bias, sama seperti sejarah batik yang ternyata belum tergali. Belum ada kesepakatan antar peneliti batik mengenai kapan batik pertama kali muncul di dunia. Di Indonesia, semua menyimpulkan asal muasal batik dari Keraton Mataram 1656, yaitu sebuah tulisan yang menyatakan: 
"Terdapat 4000 wanita melakukan pekerjaan dapur: memintal, menenun, menyulam, menjahit, dan melukis."

Beberapa peneliti sejarah sepakat bahwa itulah asal muasal kegiatan membatik. Namun saya setengah menduga kesimpulan ini berdasarkan pada keyakinan bahwa kebudayaan adiluhung nusantara berasal dari kerajaan pedalaman (di Jawa). Padahal, sependek pemahaman saya, asimilasi budaya pedagang lokal nusantara telah lama terjalin dengan pedagang dari Cina, Persia, India, Portugis, Belanda, dan lain-lain. Jauh sebelum Mataram Islam terbentuk pada abad XVII. Sebut saja Kerajaan Demak yang sudah ada sejak Abad XV.

Mungkin batik, bahkan pada masa Gajah Mada. Siapa tahu, kan, ya?

Sudah kenal dengan batik liek?



Sejarah Batik

Jika ditelusuri benar, kata batex pertama kali muncul di jurnal laporan pedagang Eropa pada tahun 1705. Pada masa itu, kejayaan kerajaan-kerajaan pesisir sudah runtuh, diganti kerajaan Mataram mulai tahun 1588. Tentu wajar jika sejarah batik diklaim oleh penguasa sejarah saat itu. Apalagi memang belum ada standar sejarah batik akibat minimnya informasi di masa lampau. Batik memang dimulai dari kalangan istana, diproduksi sendiri di sana, dan dipakai sebagai simbol kedudukan.

Jiahahaha… saya membahas batiknya terlalu serius. Fyuh… lap keringet dulu. 

Jenis batik

Bagi kamu yang masih sulit membedakan batik tulis dengan batik printing, mari kita tengok dulu definisi batik. Seni batik adalah kreativitas menghias bahan kain dengan motif yang menggunakan alat canting dan bahan lilin (malam). Pada perkembangannya, batik menggunakan cap juga diakui, karena persamaan prosesnya menggunakan malam. Dari sini kelihatan dong, bedanya batik dengan kain motif batik (batik printing) yang juga beredar di semua kota batik? Yuhu…. Memang ekspansi pasar tak bisa disalahkan. Hukum pasar, makin murah makin laris. Jadi,wajar jika batik print sangat laris manis. Tapi bagi pecinta batik, itu hanyalah kain bermotif batik. Jadi bukan kain batik. (jangan tersinggung, ya.. please….)

Ciri batik asli

Jadi, bagaimana ciri batik asli? 
Bicara batik asli harus dipahami bahwa jenis batik asli ada  3 macam, yaitu: 
1. Batik tulis
2. Batik cap
3. Batik kombinasi cap dan tulis.
Ketiga batik di atas memiliki ciri khusus yaitu warna kain atas dan bawah sama, baik bagian depan maupun belakangnya (kain motif batik di bagian dalamnya beda warna). Motif dalam dan luar merupakan kebalikan, jadi kelihatan mana yang harus tampak. Karena mahal, kreativitas lebih besar dan waktu pembuatan lebih lama, biasanya batik tulis memakai pewarna asli. Jenis pewarna alami yang dipakai adalah bagian-bagian tumbuhan seperti akar, batang, kayu, kulit, daun dan bunga. Misalnya indigofera, tingi, jambal, tegeran, mahoni. 

Ciri lainnya adalah gambar motif tidak seragam/sempurna tingkat kemiripannya. Karena bagaimanapun gambar tangan berbeda dengan cetakan. Nah, dari perjalanan kemarin, saya menemukan 1 ciri lagi yaitu ada isen-isen. Isen-isen ini menjadi ciri paling sulit ditiru mesin printing batik. Bagaimana pun ada minimal millimeter titik isen yang bisa ditiru mesin printing. Nah.. sekarang sudah tahu kan beda batik tulis dengan batik cap?

Tapi jangan berhenti di situ saja, karena sekarang ada batik cap kombinasi. Teknik batik cap dikombinasi teknik batik tulis. Makin kreatif saja, ya.



Genpi Jateng dan famtrip ke sentra batik Pekalongan

Kemarin, Jumat 5 Oktober saya mewakili Genpi Jateng pergi Pekan Batik Pekalongan. Acara keren ini sudah yang ke delapan. Wow... sudah lama juga ya. Dan acaranya seru! Kami dijamu makanan khas Pekalongan, menjadi tamu di fashion show batik, gala diner berhias purnama di pinggir pantai, serta wisata ke 3 pusat batik. Ternyata ada 3 kampung batik di Pekalongan, yaitu: Kampung Wisata Batik Pesindon, Kampung Wisata Batik Kauman, dan calon Kampung Wisata Batik Tenun Sumbawan yang unik. Seunik apa? Seberapa mirip dengan tenun Sumbawa yang pernah saya kunjungi? Pagi tadi saya sibuk bertanya-tanya dengan sedikit sesal, mengapa tak mengenali mutiara batik di Pekalongan?

Mohon maaf, karena urusan perut, saya alpa mengenali kearifan budaya (batik) kampung Sumbawan dan saya nyesel banget saat ini, karena di sana tetapi tidak tahu. Makanan khas Sumbawan, terik dan lapar bisa membutakan, apalagi di itinerary hanya tertulis lunch di Kampung Sumbawan Krapyak. Undang saya lagi Pak Cucut…. (jiahahahahaha….. Ngarep diajak jagong sesuai pesan kesan saya. saya membikin malu diri sendiri).

Kampung Batik Pesindon dan Kampung Batik Kauman. Secara umum saya mengenali keduanya sebagai sama-sama kawasan kampung batik yang membuka kesempatan bagi para tamu belajar membatik. Kedua kampung ini membuka edukasi batik bagi para pelancong. Dengan minta izin pemilik gallery & workshop batik, kita bisa belajar proses pembuatan batik. Jika ingin belajar membatik, ada tarif tersendiri yang tidak terlalu mahal. Mau belajar sehari? Seminggu? Sebulan? Sudah ada paket belajarnya. Saya mungkin akan menulisnya di posting yang lain dan itu bukan posting berbayar, ya (Kayak penting saja klarifikasi ini). 

Kampung Wisata Batik Pesindon

Kampung Wisata Batik Pesindon berada di dekat pasar Anyar Pekalongan. Tepatnya di jalan Hayam Wuruk. Lokasinya dekat dengan stasiun kereta. Kesiapan kampung ini sebagai desa wisata perlu diacungi jempol, karena sudah ada sekretariatnya. Kampung ini membuat paket edukasi batik warna alam: belajar menyanting, belajar mewarnai, dan belajar membatik. Saat ini ada 32 pengrajin batik yang memiliki galeri. Kami belajar proses membatik di Larissa Batik Gallery & Workshop



Saat berada di sekretariat, saya agak jetlag karena disuguhi alat pewarna batik unik yang berbahan bambu (cmiw). Apakah memang menggunakan alat itu? Atau zaman dahulu? Ternyata semua jawaban benar. Tetapi asyik juga melihat beberapa peserta famtrip yang mencoba. Butuh kehati-hatian saat mengaplikasikan pewarna alami di kain batik yang sudah diberi pola. 

Ada peserta yang dengan cemas bertanya, “warna yang mbleber ini bagaimana?” agar beliau tenang, saya menjawab, “Batik Pekalongan sangat berwarna, dan biasanya variasi warna tertua diaplikasikan terakhir. Santai saja, Bu. Lagian warna juga aslinya Cuma 3, jadi ribuan warna krn campuran warna. Mereka pasti tahu menyiasatinya sehingga mengizinkan para tamu mencoba.” 

Jawaban sok tauuuuuu…….. tapi bikin si ibu melenggang ringan. Eaaaa… 



Dari sekretariat kami diajak ke worksop Larissa. Kami melihat cara membuat pola (Nyungging), menjiplak pola (njaplak), memberi motif dasar (ngiseni), mewarnai dengan kuas (nyolet), menutup motif dengan malam (mopok), dan memberi warna dasar kain (ngelir). Masih ada proses ngrentesi, nyumit, nyoga dan nglorot yang tidak kami lihat karena waktu. 

Waktunya ngadem dari teriknya matahari Pekalongan yang serasa di punggung. Kami bergegas ke dalam galeri dan belanja. Sedang ada diskon serba Rp 50.000,- di sebuah lemari pojok yang langsung kami serbu. Lumayaaaann…. Banget! Acara ke Sentono, pasar batik langsung dibatalkan melihat belanjaan para peserta famtrip yang berbelanja.

Kampung Wisata Batik Kauman

Kampung Wisata Batik Kauman berada di belakang masjid jami’ Kauman. Lokasinya sangat dekat stasiun. Makin mudah cara ke sini, kemudian dilengkapi dengan belajar sejarah batik di museum batik. Di sini kami diajak ke IPAL – BATIK atau Instalasi Pengolah Air Limbah Batik lalu belajar proses membatik ala Kauman di Griya Batik Mas Gallery & Workshop. 

Saya lupa mencatat ada berapa jumlah IPAL-BATIK di Pekalongan. Keberadaannya bisa sedikit memberi rasa tentram karena tuduhan pencemaran sungai terarah ke kampung-kampung produsen batik Pekalongan.  Setidaknya sudah ada upaya membersihkan air limbah batik sebelum dilepas ke sungai terdekat.


Griya Batik Mas Pekalongan, seperti galeri batik besar lainnya, memiliki pranggak atau brak kerja terbuka. Tamu dipersilakan melihat cara pembuatan batik. Bahkan di teras depan pun sudah ada 3 pembatik yang sedang ngiseni. 

3 perempuan beda usia sedang mengisi titik-titik pada pola batik menggunakan malam. Seperti di lokasi sebelumnya, kami berkeliling dan memotret para pembatik lalu ngadem di dalam galeri. Kelihatannya ada  yang berbelanja. Saya kurang memperhatikan karena perut mulai lapar dan ada hidangan berupa roti jahe dan jenang jahe khas Pekalongan. 2 makanan ini menggunakan jahe asli dan rasanya memang beda dari panganan serupa di kota lain. 

Kelihatannya otentik panganan jadul, tetapi saya tak punya referensi. Yang jelas, saat selesai makan, sisa jahe bisa saya rasakan. Anehnya, saya nyaman saja memakannya di terik siang. 

Kelihatannya segini dulu cerita saya mengenai famtrip ke 2 lokasi Kampung Wisata Batik Pekalongan serta serba-serbi batik sepemahaman saya yang cuma suka membaca dan berwisata tipis ini. Saya menulis di blog agar banyak ingat kala lupa melanda.

Jika ada salah, bisa dikoreksi di komentar atau kontak yang saya bagi di sidebar. Semoga ada manfaat yang teman-teman petik dari tulisan ini. Selamat Hari Batik! Dan jangan lupa, segera ke Pekalongan untuk melihat Pekan Batik Nasional 2017 di kompleks gedung Jatayu!


7 Komentar

  1. makasih sharingnya, aku pernah ke kampung batik ini

    BalasHapus
  2. Boleh nih dijadikan destinasi wisata selanjutnya untuk dikunjungi. Kali aja bisa belajar membatik disini dan tak lupa beli juga buat oleh-oleh.

    BalasHapus
  3. Pengen mampir ke kampung batik. Aku suka banget sama batik. :D

    BalasHapus
  4. waaaa ga nyangka lho mba susi ikutan, aku syenang..Pekalongan dan batiknya bisa tertoreh di blog ini. ditunggu kedatangan selanjutnya, dan sayapun pengen ke Jepara

    BalasHapus
  5. Alhamdulillah..bisa bertemu lagi dg mbak Susi di Pekalongan...mudah2an nanti saya juga bisa ikut Famtrip ke Jepara...hehe..

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)