Masih ada sedikit waktu tersisa untuk mengikuti Giveaway mbak Puteri. Sebenarnya bukan type saya mengikuti kontes di peak hour apalagi semepet ini. Tapi janji adalah hutang dan sudah 2 x saya menyatakan diri pada mbak Puteri bahwa saya akan ikut di warung blogger dulu. Saya senang sekali ketika waktu yang disediakan diperpanjang hingga sempat menulis ulang draft yang hilang. Dan kali ini saya akan menceritakan perjalanan pernikahan saya dengan suami saya.

*******

Saya bertemu suami di MAHAPALA UNNES. Meski kami bukan anggota, namun kami sering menginap di sana. Anehnya, selama 3 tahun itu kami tak pernah sekalipun bertemu. Saya merasa yakin kami bertemu sekilas pada tahun 2000 – selepas saya mendaki gunung Merapi – karena pada hari pertunangan kami, mas indra memakai hem merah (yang waktu itu saya komentari dalam hati, “jelek sekali!”). Tetapi tentu saja kami tak bisa menyatukan pendapat bahwa kami benar-benar bertemu kala itu karena kami bahkan tak berkenalan.

September 2002 saya lulus kuliah dan bersiap wisuda pada bulan oktober. Pada hari wisuda itulah saya berkenalan dengannya. Meski banyak teman Mahapala yang menjodohkan kami, namun kami cuek saja.  Karena saya tidak memiliki kost lagi, saya menginap di Mahapala selama 2 hari pasca wisuda. Saat itulah cinta turun di parut.

Parut? Ya! Karena saya kaget melihatnya pintar memarut kelapa dan menghaluskan sambel dengan cowek-uleg (maaf saya tidak menemukan padanan kata Indonesianya) . Bagi saya, itu pertanda dia lelaki yang eman pada ibu (wanita) karena cara pegang parut dan uleg2nya kewes.  Sejak itulah kami berjanji jika dalam 3 bulan kami mempunyai rasa rindu, kami akan serius. Saya pulang ke Jepara dan 3 bulan kemudian dia datang ke rumah diantar seorang teman bernama Acung!

Saya tinggal di kota kecil dan tak pernah berpacaran. Melihat seorang pemuda apel membuat keluarga ribut dan menanyakan kesiapan kami menikah. Kaget, ragu, malu, marah, tidak siap. Itu perasaan saya kala itu. Namun mas Indra menyatakan kesanggupannya menikahi saya meski belum lulus kuliah. Ibu dan bapak mertua hanya pasrah mengetahui tekad kami. Bahkan mas Indra melangkahi seorang kakak demi menikahi saya. Kondisi ini tentu saja menimbulkan syak prasangka. Namun kami cuek saja. Kami menikah atas dasar cinta dan demi membahagiakan keluarga karena usia di atas 20 tahun belum menikah sangat merisaukan merisaukan keluarga.

Awalnya kami berencana menikah tanpa pesta mengingat kondisi ekonomi kami. Namun keluarga saya marah dan menuntut pesta pernikahan. Kami pasrah dan berusaha mencari dana talangan. Pada hari itu juga dengan sepeda motor pinjaman kami ke rumah keponakan untuk meminta CD bekas untuk undangan pernikahan kami. Waktu 3 hari kami manfaatkan untuk setting undangan CD, print di CD cover, print amplop dengan kertas hvs biasa, serta beberapa persiapan pernikahan lain. Kami sepakat mendeklarasikan kelahiran klan Susindra melalui undangan pernikahan kami. Sejak itulah saya bergelar Susi Susindra, dan suami bergelar Indra Susindra. Banyak penerima undangan yang bingung, siapa sih Susindra? Kok tahu-tahu mengundang?
Janur yang wajib ada bagi mempelai wanita yang masih perawan

Meski berurai air mata, restu Bapak dan Ibu menyertai kami

Saling menyuapi kue sebagai pengganti Dahar Walimah

Suasana malam hari bersama 2 pengiring penganten dadakan
yang cantik dan ganteng.
Pernikahan direncanakan sesederhana mungkin. Saya ingat waktu itu dana kami hanya 10 juta rupiah dengan cara meminjam pada saudara dan kami cicil berdua usai menikah. Meski sederhana sekali, namun kami patut bangga karena mendanai pernikahan kami. Apalagi teman-teman dari Studio M MIPA membantu kami membuatkan dekor, panggung, serta meminjam alat band dari kampus. Jadilah dengan budget seminim itu, pernikahan kami diiringi konser band dadakan yang diisi seluruh anggota Studio M. Dokumentasi gratis dari seorang teman yang tengah belajar fotografi. Pranata acara dan MC pernikahan oleh Wo Yoyo, teman Studio M. Penata rias dan properti pernikahan sampai ke piring gelas masih saudara sendiri. Tak lupa tentu saja jasa para keluarga dekat yang menyumbang untuk beberapa bahan konsumsi. Kakak yang membayarkan seluruh lauk yang ada, adik yang siap siaga 3x24 jam di area pesta, bulik dan bude yang juga membantu dana serta tenaga. Beberapa dekorasi panggung pinjam dari teman. Realisasi konsep taman bunga kami sederhana sekali. Sekitar panggung dihiasi aneka bunga hidup dan di setiap meja tamu dihiasi vas bunga buatan saya. Souenir pernikahan pun dari bunga plastik yang saya kebut selama 2 bulan. (Pagi harinya semua vas bunga habis diminta keluarga!).

Kami merasa sangat berhutang budi pada semua yang terlibat pada pernikahan kami. Bahkan pernikahan kami adalah reuni Studio M terbesar dan terlengkap dari pertama kali berdiri sampai sekarang. Itulah indahnya pernikahan dan persahabatan yang berasal dari niat yang tulus. Dan saya merasa sangat bersyukur karena pilihan saya untuk menikah dengan suami merupakan keputusan tepat. Bersamanya saya mengalami perkembangan pribadi yang luar biasa. Hidup adalah proses. Kita sekarang ini adalah keputusan kita di masa lalu. dan kita yang akan datang adalah keputusan kita saat ini.

*******

Kisah ini diikutsertakan pada "A Story Pudding For Wedding" yang diselenggarakan oleh Puteri Amirillis dan Nia Angga. Maaf jika terlalu detail karena ini juga merupakan reuni sel-sel otak saya yang mencoba mengumpulkan memori yang terserak oleh waktu.