Seberapa Besar Cintamu pada Anakmu?

Ada satu pertanyaan kecil yang pernah terlintas meski jawabannya sudah pasti yaitu sebesar dan seluas hatiku. Seberapa besar cintaku pada anak-anakku? Duo D&B?
Beberapa hari yang lalu dan aku sudah lupa kapan tepatnya, Destin bertanya, 
"Mama sayang padaku atau tidak? Mengapa keinginanku tidak dituruti? Anak-anak yang lain selalu dituruti dan selalu dibelikan mainan. Kok aku tidak?"
Pertanyaan kritis, to the point, serta ungkapan kecewa Destin melihat teman-teman sebayanya memiliki banyak mainan, uang saku yang banyak, dan beberapa pembatasan yang sengaja kulakukan. Benar sekali, sengaja kulakukan. Jika Destin tak menyelesaikan tugas sekolah, uang sakunya kupotong seribu, jika belajar seminggu penuh baru boleh menentukan week end dimana atau di rumah saja jika tidak. Uang saku hanya 3000 untuk sekolah pagi dan 2000 untuk sekolah sore, dan dari uang saku itu Destin harus menabung tiap hari di celengan. Terkadang, uang jatah menabung dibawa pulang Destin dalam bentuk jajan untuk Binbin. Syukur alhamdulilah, sulungku ini memang selalu ingat adeknya jika sedang memakan makanan enak. Sebagai gantinya, nanti kami yang mengisi celengan Destin sebagai apresiasi kebaikan hatinya.
Ada juga beberapa aturan yang kuterapkan, termasuk membantu di rumah. Semua tak lain agar membiasakan Destin mandiri, berani, kreatif, dan rajin. Itulah wujud kasih sayangku pada duo D&B. Menyediakan apapun keinginan mereka tanpa memberi penjelasan dapat mengubah mereka menjadi anak yang manja. Tapi memberi penjelasan juga lebih sulit diterima. Itu menurutku.
Beberapa kali kami mengajak duo D&B silaturrahmi ke rumah teman dan mendapati anak mereka memiliki banyak sekali mainan. Saat itulah naluri Destin terusik. Kok aku tidak bisa seperti itu? Dan meluncurlah pertanyaan lugu di atas, tak lama setelah melepas helm dan duduk di meja makan sambil menemaniku memasak.
Mengapa Susi berpanjang kata menceritakan ini? Tak lain karena telah lama Susi terusik oleh pola parenting tetangga sekitarku yang menurutku berlebihan dan tidak sayang anak. Contoh kecil dan terjadi saat ini adalah teman sebaya Binbin yang membuat orang tuanya pusing tujuh keliling mendengar tangisan anak. Tangisan itu hanya bermuara di satu tujuan, yaitu belikan aku sepeda persis seperti milik Binbin. Apa repotnya mengabulkan permintaan itu? Karena si anak 3 tahun sudah memiliki 3 sepeda kecil yang semuanya mirip sepeda Binbin dan semuanya berstatus baru beli (kemarin). Masa sih harus beli sepeda keempat? 
Pertanyaanku simpel saja, jika sepeda keempatnya nanti sama persis 100% sekaligus warnanya, apakah nanti tidak timbul masalah baru? Berebut sepeda yang salah misalnya? Ck..ck..ck.. jadi pusing sendiri. Ini baru sepeda, tak terhitung hal2 yang harus sama. Inikah yang dinamakan sayang pada anak?
Teman sebayaku yang anaknya sekelas dengan Destin mengeluh padaku, "Jika aku terlambat jemput Della 5 menit saja, dia sudah menyusulku ke pasar naik becak. Berkali-kali seperti itu. Pusying aku." Apa sebabnya? Karena uang sakunya terlalu banyak hingga bisa bayar becak. Coba kalo tidak, pasti anteng menunggu di sekolah seperti Destin.
Atau anak-anak saudaraku yang notabene kaya, tak ada yang mampu mengoperasikan komputer atau belajar bekerja. Karena kebanyakan orang beranggapan "kelak jika waktunya, mereka akan bisa bekerja sendiri." Entahlah.Aku tak setuju dengan pendapat itu. Pencapaianku saat kudapat karena banyaknya keterbatasan yang kuhadapi hingga aku lebih cepat bangun jika jatuh. Tentu saja, aku takkan menerapkan apa yang kualami pada anak. Hanya memintanya memahami bahwa semua ada caranya, semua ada waktunya, dan butuh usaha untuk mendapatkannya. Kuharap setelah Destin dan Binbin beranjak remaja nanti mereka tertarik dan mau membantuku di perusahaan yang kurintis ini agar lebih maju lagi setelah estafet berpindah pada mereka kelak. Tentu saja kami telah merancang caranya, termasuk eksekusinya nanti, dan KETERBATASAN adalah salah satu diantaranya. Parenting juga perjuangan. Sahabat setuju?

17 Komentar

  1. Mbak Susi hebat...
    Seperti mama... Mama slalu perhatian sm hal2 kecil sprti ini. Gak biasain pegang uang banyak...
    Yaaa, hasilnya ALhmdllh, keinginan bs dikontrol.
    Namanya Mm IS THE BEST...

    >.<

    BalasHapus
  2. Setuju banget dengan pola parenting seperti ini, anak-anak memang gak boleh dibiasain manja dan bisa mendapatkan semua yang dia mau. Ada banyak cara untuk membahagiakan anak, dan membelikan mainan hanya salah satu di antaranya.

    Jadi orang tua memang adalah pembelajaran seumur hidup ya mbak..

    salam buat D&B ya mbak :)

    O ya, sukses juga buat usahanya ya mbak. Amiiinn...semoga nanti bertambah sukses besar lagi setelah diestafetkan pada D&B ya mbak :)

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. wah.... aku tidak pernah dapat uang saku sampai masuk SMA :D
    Dan selama Riku SD, aku tidak berniat memberikan uang saku. Untuk mendapatkan uang, harus bekerja. Buang sampah rumah ke tempat pembuangan sampah apartemen satu kali 10 yen, dapat nilai 100 hadiahnya 100 yen (selain 100 tidak dikasih apa-apa). Memang harus dididik begitu, kalau tidak ya kitanya sendiri yang repot. Sedangkan sudah dididik begitu saja, masih kok rewel dan menangis minta dibelikan :D

    BalasHapus
  5. berusaha untuk menjelaskan mengapa begini mengapa begitu terkadang bisa menjadi cara buat anak belajar juga mengapa tidak selalu permintaannya dituruti. entahlah, belom pernah merasakan punya anak sih.. hehehe

    BalasHapus
  6. ga salah kok metodanya, biar aja..
    aku suka dibilang orang2..ibu tiri .. gara-gara minta anak2 mengerjakan hal-hal simpel..kalo ga mandiri dari kecil mau kapan lagi?

    BalasHapus
  7. saya belum punya anak...
    tapi saya punya keponakan...
    kakak saya cerita kalau anaknya (keponakan saya),,pernah berlari mendekatinya saat bapaknya lagi nonton dia bermain terus nyelutuk..."what's up my bro...??"
    ni mungkin gara-garanya si bapak (kakak saya)suka nonton film barat...
    :P

    BalasHapus
  8. semua ada waktunya, itu juga yg selalu saya bilang ke Fauzan.

    Ah jadi ingat, tadi ada ibu2 tetangga yg bilang, "Fauzan beda sama anak2 kita, dia gak boleh jajan sembarangan."
    Itu krn memang Fauzan jarang sekali jajan ke warung.
    Hadeuh, gak tau aja tu ibu, tenggorokan Fauzan sensitif dgn jajanan byk pengawet & pewarna.

    Fauzan juga kalo sekolah cuma sy kasih 2 rb, malah skr cuma sy kasih seribu. Hukuman krn jajan sembarangan & menyebabkan dia sakit.
    Sementara dikasih seribu dulu deh ...

    BalasHapus
  9. luar biasa bu,,, kemandirian, kedewasaan itu bukan perkara yg mudah dibentuk, semuanya butuh proses, dan sangat bagus kalau sudah mulai diajari dari semenjak dini..


    sehat slalu buat duo D & B

    BalasHapus
  10. dari awal harus dibiasakan mandiri supay lebih tegar ya mbak dewasanya

    BalasHapus
  11. hmmm....salut sama Mbak Susi mendidik Destin dan Binbin,,suka sekalai dengan kata² ini semua ada caranya, semua ada waktunya, dan butuh usaha untuk mendapatkannya,,,terima kasih Mbak sudah sharing pengalaman mendidik putra²nya...

    Salam....

    BalasHapus
  12. bener mbak...ngga semua keinginan anak harus diturutin.....soalnya keinginannya kan ngga habis-habis.....ina jg kemarin nangis minta beliin mobil2an remote kontrol yg harganya 2,5jt...dohhh kata papanya mending utk beli tablet yg bisa dipake utk menjalankan usaha....untungnya ina nangisnya cuma sebentar...dikasih pengertian dia mau..."soalnya harganya mahal ya ma...ya udah ina liat2 aja dech...bolehkan...." mudah2an begitu trs smpe gede...pengertian hehehe....

    BalasHapus
  13. Aku setuju bgt malah mba Sus. Toh 'bahasa cinta' itu kan tidak hanya dg menuruti semuaaaa kemauan anak, tapi juga termasuk menghukum, melarang dan memarahi jika dia memang berbuat salah. Apalagi yg soal mandiri itu, lah...kalo ga belajar dan latihan, masa iya bisa sendiri? hihihihi

    BalasHapus
  14. Aku sepakat Mbak...

    Anak2 kita memang harus kita ajarkan juga tentang kecerdasan finansial. Bukan berarti kita tak sayang mereka ;)

    BalasHapus
  15. wah aku belajar nih mbak dari mbak susi, selain mengajarkan anak menabung juga berhemat. kalo untuk menabung mbak susi ada cara yg unik menyadarkan mereka nabung lebh dari sekedar memasukkan uang ke celengan?

    BalasHapus
  16. Setuju banget, thanks for sharing mbak susi...duh pola nya mendidik dan mengasuh duo D and B ini boleh di copas yah mbak..hehehe bagus banget menurut saya, ada reward yang diberikan untuk anak ketika menyelesaikan tugas, dan ada punishment tapi yang mendidik bukan kekerasan, salut..ijin copas pola dan triknya yah mbak..
    meskipun berbeda setiap pola asah asih dan asuh orangtua terhadap anak anaknya, setidanya bener kata mbak susi Parenting adalah sebuah perjuangan..karena dasar dan juga sekolah terpenting bagi anak anak kita adalah sekolah dan lingkungan dirumah kita sendiri..Thanks for sharing mbak susi
    nice posting berguna bagi saya dalam mengasuh kinan dan insyallah adiknya kelak...

    BalasHapus
  17. Setuju mba Sus, ga mungkin sesuatu dicapai tanpa melalui proses. Mereka bs bekerja jika sudah waktunya terdengar absurd kalo buatku heuheu

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)