Nobar Film Untuk Angeline yang Berhias Air Mata: Review & Sinopsis

Saat ini di bioskop Indonesia sedang tayang sebuah film apik yang berasal dari kisah nyata, yaitu: Untuk Angeline. Meski saya tidak mengikuti perkembangan kasus nyata penyiksaan anak di Bali yang diberitakan secara massif, saya tetap memiliki ketertarikan tersendiri dengan kisah ini. Penyebabnya tak lain adalah poster foto Kinaryosih yang begitu mengiba. Apa kaitan seorang ibu yang menangis dengan kasus Angeline? Begitu pertanyaan saya. Maka saya menyatakan ya! ketika ada undangan Nobar Untuk Angeline di Citra XXI Semarang tanggal 25 Juli 2016 kemarin. 
kopdar blogger kopi semarang



Saya beruntung tergabung dalam Blogger KOPI cabang Semarang. KOPI atau Koalisi Online Pesona Indonesia memang dibentuk untuk membuat berita positif di Indonesia lebih massif. Kami para kopiers (sapaan akrab kami) sepakat menjadi blogger berkabar baik. Meski menggunakan frasa Pesona Indonesia, tetapi konten kopiers tidak selalu harus bertema pariwisata. Budaya, sosial dan perfilman pun masuk. Maka jangan heran jika saya beberapa kali share film Untuk Angeline di Facebook, instagram atau twitter. Juga film Indonesia lainnya. 

Kemarin sore, tepatnya pukul 16:15, saya, Mbak Ika, Mbak Wati, Mbak Arina, Mbak Agustina, suami saya dan Mas Ari Budi janjian bertemu di Citra 21 Citraland Semarang. Kami akan nonton bareng film Untuk Angeline. Ini nobar film pertama saya dengan para blogger. Ada excited berlebih dalam diri saya, makanya saya datang lebih awal meski dari luar kota. Saya bertemu Mbak Ika di parkiran dan kami pun menuju ke lokasi bertiga dengan suami. Sambil menanti semua teman berkumpul, kami foto-foto bersama. Wajah kami tampak segar dan ceria. Iyalah... kan sekalian kopdar. Ini pertemuan saya yang kedua dengan Mbak Ika. Uhuy! Pukul 16:40, personil nobar sudah komplit. Berenam. Mas Ari Budi kebagian memotret sehingga tidak terlihat.




Sinopsis Film Untuk Angeline

Film dibuka dengan sidang Midah (Kinaryosih), seorang ibu yang menangis pilu karena kehilangan anaknya. Hakim perempuan (Ratna Riantarno) menanyai Midah mengenai proses adopsi dan cerita pun bergulir. 

Midah melahirkan seorang bayi perempuan di sebuah rumah sakit. Pasca melahirkan, ia bersitegang dengan suami perihal cara membayar biaya rumah sakit. Satu-satunya cara adalah dengan menjual motor kesayangan Santo (Teuku Rifnu Wikana) namun Santo lebih memilih menyerahkan bayinya untuk diadopsi keluarga John (Hans de Krekker) dan Terry (Roweina Umboh). Sebagai ganti biaya melahirkan, bayi mungil yang diberi nama Angeline itu diadopsi selama 18 tahun.

Waktu berlalu. Di Bali, Hidup Angeline bagaikan putri kecil yang sangat berbahagia. John melimpahkan seluruh kasih sayang serta menyiapkan dana pendidikan yang sangat besar. Bahkan lebih besar daripada yang diberikan pada Kevin, anak Terry. Perlakuan istimewa John memicu kecemburuan dan dendam dalam dada keduanya. John bahkan sama sekali tidak peduli dengan Kevin dan Terry. Mereka sering cekcok perihal ketimpangan perhatian John pada kedua anaknya.


Suatu pagi yang cerah, aktivitas pagi mereka berakhir dengan kematian John ketika sedang beradu mulut dengan Terry. Terry dan Kevin menyalahkan Angeline kecil (masih sekitar 5 tahun) atas kematian John. SI kecil menjadi bulan-bulanan dendam ibu dan kakak angkatnya. Dua pembantu yang dipekerjakan Terry tak bisa membantu karena mereka hanya bekerja di luar rumah.

Angeline (Naomi Ivo) sudah masuk sekola SD. Ia sekolah di SD Negeri dan bergaul secara normal dengan teman-temannya. Bu Guru (diperankan Dewi Hughes) melihat beberapa tanda lebam di badan muridnya itu. Menjelang hari ibu, Bu Guru memberi tugas membuat sebuah karangan bertema Ibu. Angeline gagal menulis karena hanya ingat siksaan ibu angkatnya saja. 




Di Jakarta, Midah bekerja sebagai pembantu sekaligus pengasuh anak berusia lebih muda anaknya. Dia menganggap itu sebagai hukuman Allah karena telah menyerahkan bayinya. Ia mengirim semua gaji kepada suaminya di Bali. Santo, pria pengangguran itu menggunakan uang istrinya untuk menikah kembali. Midah yang sering bermimpi buruk meminta izin kembali ke Bali untuk mencari anaknya.

Perayaan Hari Ibu di Bali tiba. Seluruh siswa-siswi dan para ibu berkumpul di depan panggung. Mereka memakai baju adat Bali. Satu per satu murid membacakan karangan mereka sebelumnya. Angeline yang datang terlambat dengan rambut berurai segera dikepang oleh temannya. Sebuah pita merah dijadikan hiasan rambut. Hari itu, kisah penyiksaan Angeline terbongkar.


Rumah Terry (dan Angeline) ternyata cukup dekat dengan rumah Midah dan Santo. Namun agaknya ketiganya tidak bisa bertemu. Midah terus mencari anaknya, pun dengan Santo, setelah diancam Midah. Mereka baru menemukan putri kandung mereka dalam keadaan mayat. Tangis dan penyesalan Midah tak dapat dibendung. Santo yang menyesal pun menghancurkan motor yang ia pilih alih-alih bayinya, 9 tahun lalu.

Review film Untuk Angeline Ala Susindra

Sinopsis saya di atas banyak spoiler-nya, ya, lengkap dengan ending film Untuk Angeline pula. Yah, karena film ini kisah nyata, dan tampaknya memang dibuat apa adanya sesuai peristiwa yang terjadi. Beberapa nama diganti, tentu saja. Ada kisah yang ditonjolkan dan ada adegan yang disamarkan. Tapi, bagaimana saya menahan informasi jika kisah itu sudah beredar sangat massif di berita luring maupun daring? 




Menonton film ini seperti menuntaskan imajinasi tentang berita kasus penganiayaan Angeline (tokoh sebenarnya). Tentu saja ada beberapa bagian yang ditonjolkan (dramatik) agar durasi film cukup dan penonton mafhum tentang sebab akibat penyiksaan.

Selama menonton film ini, saya sering melihat jam. Bukan karena bosan, tetapi menandai pergantian kerangka cerita. Selama 10 menit pertama saya dibuat terharu oleh akting Kinaryosih yang apik memerankan tokoh ibu melahirkan yang anaknya direnggut darinya. Saya gemas dengan Santo (Teuku Rifnu Wikana) yang kejam. Saya terharu dengan sukacita bule ganteng yang mau mengadopsi bayi perempuan. Namun saya membuat sebuah pertanyaan kecil, Mengapa menunggu 18 tahun? Sebodoh itukah Midah-Santo? Apa tak ada keluarga yang membantu? John kelihatan baik, tetapi memisahkan ibu dan anak selama 18 tahun? Ini adalah flaw yang cukup mengganggu. 

Ketika adegan keluarga John – Terry bergulir, tentang John yang lebih mencintai Angeline daripada anak dan istrinya, tentang kecemburuan Terry dan Kevin, saya kembali membuat catatan kecil “MENGAPA?” Pada 30 menit pertama terkuak, ternyata John menuduh Kevin bukan anaknya dan ia muak dengan keduanya. Tak dijelaskan lebih lanjut apa dan mengapa, tetapi seperti itulah adanya. Maka jangan heran jika Angeline sering disiksa pasca kematian John, begitulah kira-kira pesan lugu yang saya tangkap. 

Setelah memahami sumber masalah, saya pun lebih enjoy menonton film ini dan larut di dalamnya. Saya mulai meneteskan air mata ketika Angeline membacakan kisah hidupnya di atas panggung. Alih-alih bercerita tentang ibu seperti yang lain, ia menceritakan tentang Luna (bonekanya) yang tak punya ibu. Ceritanya mengalir sampai akhirnya ia menceritakan kasih sayang John, ayahnya. 

Akting Kinaryosih, Naomi Ivo, Teuku Rifnu Wikana, Roweina Umboh, dan pemain lainnya terlihat natural dan bagus. Saya didera keinginan kuat untuk memeluk Kinar dan Naomi. Saya ingin menampar Teuku Rifnu dan Rowena karena jengkel sekali. Saya mendengar isak tangis di bangku depan belakang dan samping saya. Saya tidak menangis sendirian ternyata.

Meski larut dalam kisah, saya tak melepas note untuk mencatat poin-poin penting. “Ari Hanggara” bisik suami saya tiba-tiba membuat saya teringat pada film drama penyiksaan anak tahun 1985 lalu. Kisah yang sampai saat ini masih dijadikan referensi berita penyiksaan anak. Memang agak jarang disebut, karena hanya generasi di atas 35 tahun yang ingat kisah/film ini. Dan film Untuk Angeline seakan kembali mengingatkan kita, bahwa ada anak-anak di sekitar kita yang harus dilindungi dari kekerasan rumah tangga. Kisah tragis Ari Hanggara dan Angeline menjadi pengingat, bahwa kita harus aware terhadap anak-anak di sekitar kita. Anak kita, anak tetangga, siswa sekolah, atau mungkin anak yang melintas di depan kita yang memiliki luka atau lebam. Kita harus waspada, dan siap melaporkan jika terjadi dugaan penyiksaan anak. Jangan sampai ada Arie-Angeline lain yang meninggal karena disiksa keluarganya. Jangan ada Angeline - Angeline lain yang sebenarnya ciri-cirinya mudah kita lihat tetapi kita memutuskan kondisinya baik-baik saja tanpa mericek kembali ke keluarganya. 

Apakah film Untuk Angeline bagus? Ya! Menurut saya bagus. Secara akting, saya puas. Penggarapannya apik meski terlihat jika budget kurang maksimal. Kesan buru-buru cukup terlihat namun tak mengurangi penggambaran setting yang kuat. Setting, dan budaya Bali sangat kental. Ritual sembahyang/doa setiap pagi, ritual doa sehari-hari, kewajiban anak sekolah SD mengepang rambut menjdai 2 berhiasi pita merah, peringatan hari ibujuga beberapa tempat khas di Bali ditunjukkan sehingga setting tidak terlihat seperti tempelan. Sangat unik dan berciri khas. Memang, sampai saya selesai menulis ini saya gagal mencari jawaban pertanyaan “Mengapa gadis kecil Bali harus dikepang 2 dengan pita merah?” Mengapa kematian John dan Angeline ditandai dengan 'Hujan Kematian'? Apa itu hujan kematian? Apakah hujan deras yang diawali satu suara petir keras? Tak ada referensi yang saya dapatkan dari google.

“Apakah film “Untuk Angeline” bisa ditonton anak-anak?” demikian pertanyaan seorang guru TK sekaligus teman saya di komunitas Ibu Profesional Jepara. Jawaban saya, “Tidak.” Film Untuk Angeline tidak cocok ditonton untuk anak-anak di bawah 13 tahun. Di atas usia itu, ketika sudah bisa memakai penalaran yang lebih kompleks, mereka bisa diajak menonton dengan Bimbingan Orang tua. Menurut saya, film ini cocok ditonton remaja, orang tua, guru semua yang berusia di atas 13 tahun karena:

  1. Mengingatkan kita agar menjaga kesehatan saat hamil dan memastikan mempunyai dana cukup ketika akan melahirkan. Jangan sampai seperti nasip Midah.
  2. Mengingatkan para suami, bekerjalah, bertanggungjawablah pada anak dan istrimu, jangan seperti Santo yang masih pengangguran.
  3. Duhai ayah ibu, jangan membeda-bedakan pola asuh apalagi memiliki anak kesayangan, karena bagaimana pun sibling rivalry pasti terjadi, meski kita berusaha adil. Jangan picu cemburu dan dendam anak karena kurang memberikan kasih sayang. Tanamkan pola asuh yang baik, sikap jujur, welas asih, rutinitas agama, dan hormat menghormati. Jangan melampiaskan kemarahanmu pada anak yang tidak tahu apa kesalahannya.
  4. Para guru dan warga sekolah, perhatikan lebih seksama siswa yang dititipkan padamu. Beri perhatian lebih pada semua. Perhatikan baik-baik arti diam, aktif, nakal yang kamu tangkap dari siswa didik dan cobalah cari tahu penyebabnya. 
  5. Warga sekitar tentu tahu bagaimana anak sangat orang kaya yang terlihat aneh, bersepeda, memakai baju lusuh, tampak pucat. Mengapa tak ada yang memperhatikan? Apakah kita sedemikian sibuk sehingga tak ada waktu bertanya mengapa demikian?
  6. STOP KEKERASAN PADA ANAK. Mari kita menjadi mata bagi anak Indonesia.

Itulah catatan penting yang saya tulis setelah menonton film Untuk Angeline. Itulah pesan yang saya tangkap selama menontonnya. Semoga para penonton menangkap pesan yang sama, atau mungkin lebih. Banyak yang menonton film ini ketika saya nobar kemarin. Kami semua terharu, tersentuh, tercabik, dan mengingat anak/adik di rumah. Mengingat bahwa kami pernah tanpa sengaja menghardik karena kesal. Ketika Angeline tiada, kami sadar betapa berharganya dia. Cobalah menontonnya. Ramaikan film nasional kita dengan menonton film-film yang bermutu, yang tak memperlihatkan sara dan saru. 

13 Komentar

  1. aduh liat iklannya aja rasanya gak tega nontonnya deh mba

    BalasHapus
  2. Nggak bawa tissue, akhirnya jilbabku yang basah karena sepanjang film keluar air mata. Duuh...peluk anak-anak kita

    BalasHapus
    Balasan
    1. Samaaaaaaa. ahahahaha. jilbabku (agak) basah

      Hapus
  3. Reviewnya dalem banget sempat ada spoilernya juga ya mbak :D
    Insyaallah bakal nonton film ini setelah test kuliah nanti :D

    BalasHapus
  4. waah hebat nih ada blogger kopi yg bertujuan baik. saya udah bisa bayangin sih, pasti banyak air mata kalo nonton film ini. Dulu berharap banget kalo kejadian ari hanggara tdk akan tejadi lag, tapi ternyata.........

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yah.... kita hanya bisa berhadapan dengan realita, selalu ada psikopat yg mencari kesempatan menyakiti anak kecil.

      Hapus
  5. Mengikuti kisah ini bgikin sedih ya mba. Semoga nggak ada yang mengaami kasus seperti Angeline lagi ya mba. Makaish reviewnya mba :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak. Sedih banget menontonnya. But it a show biz.

      Hapus
  6. Wah iya, sepertinya film ini juga jadi buah bibir di beberapa komunitas. tapi masih banyak yang ragu juga kebenarannya. tapi anggap aja ini tontonan ya mbak....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Based on true story, jadi tidak semua terjadi Mas.

      Hapus
  7. Saya sempat ngikuti beritanya mbak... bahkan sempat share berita kehilangan Angeline di fesbuk...

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)