Cerita Persiapan Menonton MotoGP di Keluarga Susindra

Keluarga Susindra termasuk satu dari entah berapa kian keluarga yang tidak punya prestasi di bidang olahraga. Tapi… jika musim pertandingan, hebohnya cukup terasa. Suami yang nyaman tanpa TV, tiba-tiba memasang antenna TV. Demi bisa menonton lomba MotoGP dan bola. Biasanya, setelah itu akan dicopot lagi. Tapi sejak tahun lalu, TV dibiarkan berantena meski jarang dinyalakan. Kami memang kurang suka nonton TV di rumah. Waktu anak di sekolah sudah sedemikian banyak sehingga hanya menyisakan waktu 5 jam sebelum waktu tidur. Dalam 5 jam itu, mereka harus melakukan serangkaian kegiatan wajib dan rutin: salat Magrib di masjid, mengaji Al Qur’an, bermain dengan anak-anak tetangga, mengerjakan PR, dan favorit mereka adalah mengambil jatah pegang tablet selama 1 jam untuk bermain game online (Castle Clash dan Legacy of Discord:Furious Wings). Waktu mereka begitu singkat. Maka tak heran jika TV hampir tidak pernah dinyalakan. Sekolah mereka memakai sistem one day school. Mereka pulang jam 3 sore. Destin yang kelas 6 harus sudah berada di kelas sejak jam 6:30. Biasanya, jam 3:30 sudah ada teman-teman bermain bola yang menunggu di depan rumah. 

Sumber foto: Sindonews

Jelang musim MotoGP lagi. Suami sudah mulai bersiap. TV sudah terpasang siap tonton. Dia juga jadi rajin banget baca berita tentang motoGP. Jika senggang, dia akan duduk di depan rumah, ditemani HP dan secangkir kopi hitam. Matanya lekat memandang layar ponsel pintar. Apalagi kalau bukan membaca berita seputar balapan motor itu.

MotoGP 2017 Sindonews menjadi andalannya setiap mencari serba-serbi berita tentang MotoGP 2017. Race kedua musim balap MotoGP 2017 akan berlangsung di Sirkuit Termas de Rio Hondo, Argentina, 9 April 2017 nanti. Kurang 2 hari lagi! Tak heran jika tingkat kekepoannya memuncak.

Bagaimana dengan anak-anak? Apakah mereka suka menonton MotoGP juga? 2 jagoan saya masih terpukau dengan Naruto. Jadi, kehebohan mereka kurang bisa mengimbangi semangat papanya. Saya jadi agak kesal karena mereka buru-buru pulang mengaji demi menonton film Naruto, yang ternyata bukan Naruto tapi kisah sebelum ada Naruto. Saya lupa tepatnya. Kalau saya? Aduh… saya cukup bikin camilan saja deh buat mereka yang asyik nonton. Saya sok sibuk dan suka cari kesibukan. Hehehehehe. 

Begitulah cerita keluarga kecil kami yang hanya berjumlah 4 orang saja. Masing-masing punya agenda sendiri-sendiri. Yang penting saling mengerti dan mendukung, bukan saling menyalahkan. Iya, kan? Sepert kisah awal-awal saya, suami dan MotoGP. Sering senyum-senyum sendiri jika teringat. Khas banget deh.

Kegemaran menonton MotoGP suami sudah mendaging sejak sebelum menikah. Ketika awal -awal menjadi pasutri, saya sering kesal dengan kegemarannya menonton MotoGP. Apalagi dia sedang gandrung dengan pernak-pernik balap. Mulai dari benda kecil sampai motor. Dia sering mengebut di perjalanan menuju ke Semarang. Memang hanya di jalan lurus dan towang, tapi, Jepara - Semarang hanya 60 menit itu gila! Dan yang paling membuat kesal adalah dia menimang anak sambil berkata, "Nanti jadi pembalap, ya Nak." Beruntung sekali, dia sudah insyaf dari gairah sembalap-nya. Saya sudah bisa berlega hati sekarang.

Destin & Binbin. Dokpri Desember2012
Dulu, 2007, saya sering nganbek jika dia mengambil alih sinetron yang dulu saya tonton. Kesal banget, sih. Apa-apaan dia ganggu kencan saya dengan kisah Cinta Laura – Galih Ginanjar di sinetron Cinderella (Apakah Cinta Hanyalah Mimpi?) kesukaan saya, pikir saya kala itu. Ceilah… ini sih nostalgia banget… Karena setelah menonton sinetron itu saya jadi benar-benar malas menonton sinetron kecuali sitcom. Capek bo…. Kisahnya muter-muter seperti adegan kucing mengejar ekornya sendiri. 

Tapi, saat itu, saya beneran kesel sih. Saya tidak paham kejar-kejaran rekor Valentino Rossi, Casey Stooner, Dani Pedrosa, Jorge Lorenzo dan masih banyak nama lainnya. Tapi… meski kesel, tetap harus menemani suami menonton. Siapa tahu ada jeda lalu bisa mengintip sampai mana kisah Cinta-Rasya yang sering bikin deg-degan. Saya tidak paham ketika suami kesal dengan skor Rossi yang turun dan kejengkelannya saat Stooner yang dinyatakan menang. Hu….

Tapi… karena dia sering membicarakannya, lama-lama saya paham juga. Masih di permukaan, lah… Jadi kalau ada yang menyebut MotoGP, ingat bentuk motornya, balapannya, outfit-nya, juga kabar di mana sirkuit terdekat akan berlangsung. Kadang ikut menonton juga dengan jantung dag dig dug ser karena 2 jagoan saya jadi kembali berpikir mereka akan terlihat keren jika bisa balap sepeda di lapangan kampong. Khas emak-emak banget, ya… FYI, kami menahan sepeda mereka dan sengaja membiarkannya rusak karena khawatir dengan hobi mereka balapan sepeda. Emak-emak parnoan banget. Huhuhu…..

Nah... bagaimana kisah kami setelah musim MotoGP berakhir? Pasti tertebak, ya. Kisah kami klise banget sih. 
Meski klise, saya harap kamu cukup terhibur dengan cerita persiapan menonton MotoGP di keluarga Susindra. Mungkin kamu punya kisah yang ingin dibagi?

6 Komentar

  1. Wih asyik bisa nonton Moto GP bareng. Selain seru pas di lapangan, drama-drama di luar lapangannya juga seru ya, mbak. Coba kalo sirkuit balap di Indonesia dipake Moto GP, pasti makin rame dan banyak yang suka deh. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kelihatannya harus sabar sambil perbaiki kualitas deh, kalau yg ini. Hehehe

      Hapus
  2. aduh..saya malah bingung..abis gak pernah nonton gp...

    kalo ada yg cerita gak mudeng..he2

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya dulu juga gitu Mbak. Sampai sekarang, sih...
      Kalau sedang usil saya temani nonton sambil ngusilin dia yg nonton saja. Yg penting nobar meski mbuh niatnya. hehehe

      Hapus
  3. Aku dan suami lumayan suka nonton motoGP mbak,seringnya beli camilan dulu..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah... ini.... hihihi

      Iya, memang lebih enak nonton bareng suami di rumah.

      Hapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)