Belajar Ilmu Ikhlas Saat Berkebun

Sore hari, saya baru saja masuk rumah ketika mendengar Destin berteriak, “Mama! Ayamnya masuk!”

Sampai di situ saya kurang paham, tidak pula mengira saya yang disebut ayam. Nggaaak.. saya mencandai kamu, Sobat Susindra. Tentu saja bukan. 



Saya masih kalem saja, berjalan menuju buffet tengah tuk melepas helm di dalam rumah. Lagi-lagi teriakan Destin makin keras. Dia memberitahu ada 3 ayam yang masuk ke area pembibitan. Duh… alamat. pikir saya. Tapi tak menggegas tangan meletakkan helm dan tas punggung. Saya sangat lelah, dan yang sudah terjadi tak bisa diundo. Saya lari ke sana pun sudah terlambat. Yang saya lakukan pertama kali adalah meminum es tebu yang tadi saya beli. Lumayan untuk menambah energi yang tadi terkuras saat merawat ibu di rumah Mbakyu. Apalagi setelah ini saya masih harus ke lokasi Olimpiade Dolanan Anak (ODOLAN) Rumah Belajar Ilalang, lalu malamnya memasak daun cabai jadi sayur bening. Ada beberapa mahasiswi UNISNU yang menginap di rumah, dan ada sahabat-sahabat dari Jombang yang akan dolan. Menu ini membuat mereka penasaran.

Usai minum es tebu, saya menyusul Destin ke belakang. Ya salam…  seluruh persemaian bibit cabai saya, yang jumlahnya lebih dari 100 pot tandas. Semaian mawar, sirih, adenium, bayam merah, papaya, dan beberapa tanaman lain juga ludes. 4 area pembibitan diacak-acak dan daunnya dimakan. Lalu, seperti mamak milenial lain, saya ambil kamera dan memotretnya. Buat kenang-kenangan saja. Tapi ada satu yang saya bagi dengan caption tentang belajar ilmu ikhlas.

Ayam pinangkring di area pembibitan

Area pembibitan lain yang habis dimakan ayam
Saya tidak mau mengingat perjuangan menyemai semua bibit yang habis daunnya. Juga tidak mau sedih memikirkannya. Dua minggu sebelumnya, saya memindah 100-an pohon cabai di bawah pohon durian dengan risiko tertimpa dahan. Saat suami bertanya bagaimana jika ada dahan kering yang jatuh? Saya jawab, “Setiap pohon memiliki nasibnya sendiri. Kita hanya bisa berikhtiar mencari pahala.”

Sebenarnya tidak sekali dua kali saya belajar ikhlas saat berkebun. Memangkas habis daun dan batang yang terkena penyakit cukup sering kami lakukan. Juga tanaman mati. Atau malah dimakan ayam dan bebek tetangga. Jika saya tidak membaginya (kecuali punya caption yang bagus), karena saya merasa, bertanam itu sangat menyenangkan. Rintangan-rintangan kecil adalah sumber belajar. Bukan hanya belajar teknik berkebun tetapi juga belajar mengikhlaskan. Bagaimana pengalaman berkebunmu? Bagi di sini yuk 
Kena penyakit... pangkas semuanya
Pencegahan.... yang seperti ini juga harus digunduli

Ini bukan posting baper, kok. Cuma pengen berbagi cerita ringan saja. Tapi maaf, saya tak punya ilmu ikhlas tuk dibagi kecuali keyakinan bahwa “Setiap pohon memiliki nasibnya sendiri. Kita hanya bisa berikhtiar mencari pahala." Dengan memegang keyakinan yang satu ini, saya enjoy jadi petani cabai di rumah. Banyak tanaman cabai saya yang berbuah dan tinggal menunggu cukup tua untuk dipanen. Lebih asyiknya lagi, para tetangga mulai menanam cabai di depan/samping rumah. Itu juga sumber bahagia dan semangat saya. Karena bisa mengajak warga adalah sebuah kebahagiaan yang tak terlukiskan.

22 Komentar

  1. Dulu waktu masih kuliah rajin banget berkebun di kosan, nanemnya macem-macem. mulai dari strawberry, anggrek sampai mawar. lumayan bisa dijual terus nambah uang jajan. Kalau sudah passion semua dilewati dengan bahagia.

    BalasHapus
  2. awal nikah juga sering banget menanam cabai dan tomat, tapi ya gitu selalu ada saja yang bikin tanaman itu mati. Akhirnya ganti tanam tanaman hias saja, setidaknya kalau terjadi apa-apa tidak kecewa karena tidak mengharap untuk panen hihihi

    BalasHapus
  3. berkebun dirumah memang harus kudu sabar dan ikhlas. Kadang ada aja gangguan seperti hal yang dijelaskan mba diganggu oleh hewan hewan disekitar. Jadinya kebun yg sudah dirawat rapih jadi berantakan deh

    BalasHapus
  4. Saya juga pernah mengalami hal hampir sama mba.. tp bukan di kebun melainkan pas pelihara ikan lele.. eh kucing-kucing tetangga malah dengan bangga pesta pora makan bibit ikan lele karena kelupaan menutupi kolam ikan pake jaring hehee

    BalasHapus
  5. orangtua saya juga pandai berkebun. tapi pas giliran saya nyoba malah gagal terus. :’)

    jangan nyerah!

    BalasHapus
  6. hahaa...itu ayam nakal banget sih mbak, potong aja terus jadikan ayam goreng :D

    BalasHapus
  7. Nanam kubis satu hektar mbak, modal hampir 30 jt. Suami tiap hari di kebun merawat tanamannya. Bahkan sering pula menginap di kebun. Hijau segar, subur. Seneng banget kalau memandang hijau dimana-mana. Seminggu menjelang panen, tiap malam turun hujan. Dan kubis-kubis pun membusuk. Yang terselamatkan tinggal kecil-kecil. Akhirnya masih bisa dapat duit sekitar 4 jutaan. Ngenes, dapat capeknya doang

    BalasHapus
  8. Beruntung, dirumah saya tidak banyak tetangga yang memelihara ayam. Jadi aman. Tetapi yang sering saya alami adalah beberapa daun sayur sering tercabik-tercabik olah ulat yang tidak berdosa itu. :D

    Karena kebun kami murni alami tidak memakai obat, jadi kami harus sabar mencari kemudian menghabisi ulat-ulat tersebut.

    Salam bahagia dari kebun mini di Bondowoso, Mbak.

    BalasHapus
  9. dengan memotret hati jadi lebih adem ya mba..hahahah*pengalihan emosi*

    apa pun itu emang harus sabar, emosi marah untuk kejadian yang telah lewat dan tak bisa di undo..percuma buang energi...saja..

    BalasHapus
  10. Tahu gitu kemarin aku bawa banyak bibit ya Mbak. Naksir sama mawarnya juga

    Itu aja ayam yg nakal. Di sini ada anak sapi yg suka makan daun2 muda. Untung jg kambing udah masuk kandang. Kalau enggak, habislah

    BalasHapus
  11. aku juga pernah seperti itu mbak susi, tanamanku diganggu ayam. kalau enggak salah waktu itu aku nanam kacang panjang, terus ayam bersama barisan anak2nya membuat kacang panjangku yang mulai tumbuh dan mengeluarkan sulur patah2, ada beberapa yang hancur. sedih banget. tapi benar memang, berkebun mengajari kita arti ikhlas. enggak salah jika salah satu terapi jiwa itu adalah berkebun, karena ia mengajari kita ikhlas, sabar, dan keberhasilan

    BalasHapus
  12. Setiap pohon memiliki nasibnya sendiri. Kalau pohonnya diganti orang pun masih dapat itu filosofinya.

    Keren. Kayanya baru ini postingan non review dr mbak sus yg saya baca yang bukan tentang jepara :-)

    BalasHapus
  13. Aduh, nyesek banget pasti itu. Udah nanem banyak, 100 buah, mindahin juga, eh, ada ayam yang iseng. Mungkin ada sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya, Mbak! Ikhlaskan aja, Allah gak tidur, hehe.

    Semoga aja besok-besok kalo nanem lagi aman, ya, Mbak! Sukses! Semangat! GAUL!

    SALAM UPIL GAUL! :D

    BalasHapus
  14. MashaAllah..mba Sus.
    Aku kok jadi tersentuh bacanya...

    Karena ternyata kita bisa memetik pelajaran dari apa saja yang terjadi di sekitar kita.

    Selamat memanen pahala, mba..

    BalasHapus
  15. masalah ikhlas itu emang berat mba, mudah teorinya tapi prakteknya ampun banget. AKu ikhlas masalah lain sich, sampai sekarang masih sulit tapi tetap berusaha

    BalasHapus
  16. Hmm jadi inget sama mama yang suka banget nanem2 buah atau cabai, terus kadang gantian ngerawat sama papa. Iya kalau misal tanaman jadi rusak kena ujan atau dimakan ternak, yaudah berarti langsung dibikin pagar atau diakalin lagi biar nggak keulang, hihi semangat

    BalasHapus
  17. tiap pohon punya nasibnya sendiri :) kalau aku selalu percaya kalau tiap tulisanku punya takdirnya sendiri :D

    btw aku jadi keinget kemarin temenku nyoba nanam pohon cabai tapi pas mulai tumbuh tau-tau tanahnya udah berserakan dan potnya terguling. entah siapa biang keroknya.

    BalasHapus
  18. I feel you mbak. Soalnya aku sering liat bapak mertua juga begini. Kayanya cape banget. Dan kalau sampe aku jadi mbak sus ngalamin ini aku udah cari itu ayam, aku goreng haaaaaaahhh

    BalasHapus
  19. nyesek bangt ya mba, aku juga sekarang di halaman lagi nanam pohon cabe rawit berpot2 tapi baru berbuah satu pot aja

    BalasHapus
  20. Waaaah tentang taneman. Pantesan mba sus sering update tanemannya hehe. Aku jadi inget mamaku yang juga doyan taneman gitu. Tiap pagi sore aku di suruh nyiram taneman terus klo dirumah. Sampe sekarang hahah

    BalasHapus
  21. Semangat mba
    Sy sukanya liat tanaman
    Tp ga hobi bercocok tanam
    Untung suami tangannya dingin
    Jd ada yg diandalkan hihihi

    BalasHapus
  22. Sebelum tinggal dikota (karena mau kuliah), suka bangad ke kebun kalau lagi di kampung. Kadang ke rumah teman yang orangtuanya punya budidaya sawi dan kol. Biasanya suka ngebantu bahkan masukin tanah merah ke dalam wadah plastiknya sampai nanam bibit dan nyiram tiap sore pun suka ikut juga.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)