Mengajari Anak tentang Etika Bertamu saat Lebaran

Lebaran sebentar lagi. Banyak persiapan lebaran yang perlu dilakukan. Bahkan bagi yang berniat merayakan dalam kesederhanaan pun tetap perlu melakukan berbagai persiapan. Termasuk kami yang punya anak berusia empat tahun. Ada dag dig dug juga jika membayangkan kemungkinan dia menjadi terlalu kepo dengan rumah yang disinggahi nanti. Makanya, mengajari anak etika bertamu saat lebaran jadi salah satu persiapan kami. Pasalnya tradisi unjung atau bertamu masih sangat kental di sini. 

Sumber foto? Canva


Seingat kami, Giandra si bungsu kami cukup sopan saat bertamu. Walau intensitas silaturahmi kami tergolong sedikit. Harusnya aman-aman saja. Akan tetapi, lebaran tahun ini dia berusia empat tahun. Lebaran juga berarti banyak bertemu dengan orang, banyak bertamu, dan ada tamu yang datang ke rumah. Cukup melelahkan bagi anak.

Iya, menurut kami cukup melelahkan bagi anak kecil jika ikut orangtuanya unjung alias bertamu ke keluarga besar yang tersebar di mana-mana. Paling melelahkan pada hari pertama, karena bertamu di rumah tetangga dan keluarga besar. Setidaknya dua puluhan rumah di dua kota harus selesai dalam satu hari. Lelah sekali, pastinya. Terutama bagi anak kecil. Yah, meskipun seingat kami anak-anak tidak menunjukkan keluhan atau tantrum. Lancar dari awal sampai akhir. Makanya, mengajarkan etika masuk dalam persiapan lebaran keluarga Susindra.


Unjung – Silaturahmi khas Jepara

Lebaran identik dengan silaturahmi. Esensi utamanya itu, selain bermaaf-maafan. Bahkan meskipun merasa tidak pernah ketemu apalagi berbuat dosa, dan hanya bertemu setahun sekali. Tetap harus berkunjung ke rumah mereka yang dituakan. 



Pada hari pertama, kami unjung dengan cepat ke tetangga sekitar, minimal lima belasan rumah. Meski sudah difasilitasi masjid, berupa bermaaf-maafan usai salat Idul Fitri, namun tetap saja, budaya unjung ke rumah tetangga sudah membudaya. Kesannya kurang baik kalau tidak melakukan hal itu. Meski hanya duduk 5-15 menit dan hanya nyicip satu kue paling kecil saja sudah cukup.

Sebelum jam 9 pagi kami sudah meluncur ke area pusat kota Jepara, tepatnya di Bulu. Mbakyu-kangmas saya tinggal di sana, dan masih ada satu ibu sambung yang masih sugeng. Ibu sambung itu ibu tiri. Kami merupakan keluarga poligami, dengan banyak anak-cucu sehingga banyak sekali jumlahnya. Di Bulu, ada empat rumah yang wajib dikunjungi. Biasanya agak berlama-lama di tiap satu rumah.  

Siang terik, kami meluncur ke Demak untuk silaturahmi ke orangtua dan saudara yang lebih tua juga. Antara tiga sampai empat rumah. Minimal dua rumah karena nanti pada lebaran hari ketiga kami bertemu di acara halal bihalal.

Semua itu harus selesai di hari pertama! Meski sudah belasan tahun melakukannya, saya tetap merasa takjub dengan energi kami. 

Hari kedua, biasanya kami santai di rumah. Sorenya kalau mau, kami berkunjung ke rumah tetangga yang belum didatangi. Tapi jarang kami lakukan, karena pada dasarnya kami ini jarang nonggo alias ngobrol ngalor-ngidul dengan tetangga. Tapi jangan salah, kami sering bertemu di depan rumah, saat ada syukuran, dan saat ada tahlilan [kematian]. Oh iya, masih ada pertemuan rutin. Makanya kami selesaikan pada hari pertama.

Hari ketiga adalah agenda tahunan keluarga. Mulai dari nyekar di pemakaman keluarga besar di Kedung, kecamatan paling selatan Jepara, lalu bablas ke Demak lagi untuk halal bihalal keluarga besar Mawardi. Tahun ini di rumah saudara kedua. 



Hari keempat dan seterusnya, kami selang-seling antara keluar dan di rumah, karena kadang ada tamu yang datang juga. Biasanya kami memprioritaskan ke keluarga luar (satu nenek)

Unjung memang menjadi tradisi yang masih dengan riang dilakukan di kota kami, bahkan mereka yang tinggal di area kota. Karena ada unjung inilah makanya persiapan lebaran dilakukan jauh-jauh hari, dan ada yang punya standar tinggi dengan banyak sekali agenda. 


Mengajarkan etika bertamu pada anak

Rutinitas hari pertama kami di hari Lebaran termasuk sangat tinggi dan tak terhalang oleh apapun, bahkan ketika punya anak bayi. Beda dengan hari kedua dan seterusnya, yang bisa ditiadakan ketika anak masih di bawah enam bulan. Nah, kali ini, anak terkecil berusia empat tahun.

Karakter anak usia empat tahun itu yang paling menonjol adalah kemampuannya memproses pikiran dan memiliki kemauan sendiri. Usia yang rawan karena ia merasa dirinya sudah besar tapi banyak ketidakberdayaan sehingga mudah merasa sedih. 

Anak usia empat tahun juga bisa menjadi anak yang kepoan ketika menemukan hal baru. Hal yang paling saya ingat saat anak nomor dua berumur empat tahun adalah, ketika bertamu, ia akan masuk sampai ke area privat, tepatnya sampai ke area dapur/kamar mandi. Tahu-tahu berjalan ke dalam rumah sehingga harus dikejar meski sungkan. 

Nah, Giandra si anak ketiga ini, apakah demikian? Kami belum tahu. Tapi perlu bersiap-siap dengan mengajarkannya etika bertamu. Dekat-dekat hari H gini, etika bertamu jadi persiapan lebaran yang wajib dilakukan, dan tentu saja diulang beberapa kali.



Secara umum ada beberapa etika standar bertamu, yaitu mengetuk pintu dan mengucap salam, bersalaman, duduk manis, cara makan-minum suguhan, berbicara dengan tuan rumah, ketika menerima angpau, dan berpamitan. Sederhana sekali, tapi perlu dikenalkan ke anak. 


1. Mengetuk pintu dan mengucap salam

Lazimnya saat bertamu, kita akan mengetuk pintu dan mengucap salam. Bagaimana caranya, tentu menyesuaikan kebiasaan keluarga. Kita bisa melatih anak melakukan dua hal tersebut dengan menekankan pada kesopanan yang berlaku.

Jelaskan pada anak bahwa ia tidak boleh mengetuk apalagi memukul pintu terlalu keras, dan tentu saja tidak boleh berteriak ketika mengucapkan salam. Ulangi berkali-kali antara contoh baik dan buruk, antara do dan don't agar anak paham mana yang harus dilakukan. Tiru saja cara guru PAUD/TK saat mengajarkan hal yang boleh dan tidak boleh pada anak. 


2. Etika bersalaman

Penting bagi anak untuk bersalaman dengan benar dan memastikan semua orang disalami. Orangtua dan saudara yang lebih tua bisa jadi teladan langsung. Biasanya sih, si anak yang lebih banyak perhatian karena merekalah pusat perhatian. Menggemaskan dan menyenangkan hati. 

Kalau anak tantrum dan enggan bersalaman, bisa jadi ada tuan rumah yang tidak berkenan. Memang akan selalu Kembali ke pemahaman tuan rumah pada sifat dan tabiat anak pada umumnya. Ada lho yang saklek dalam mengedepankan etika, bahkan pada anak kecil. Si ibu yang biasanya kena cela kalau anak kecilnya dinilai belum beretika. Iya, kan?


3. Etika duduk

Kata orang, cara duduk menunjukkan kepribadian. Apapun kepribadiannya, baik yang santun maupun yang bebas, yang penting tetap memegang etika dasar. Apa itu? Menunggu dipersilakan duduk oleh tuan rumah, dan duduklah dengan tenang. Jangan mengempaskan badan ke kursi atau sofa meskipun sangat empuk. Dan tentu saja tak boleh menaikkan kaki.

Ups, kalau anak-anak kan biasanya karena kakinya pendek, akan naik semua ke kursi, ya? Gimana dong…? Yang penting anak tidak berdiri di atas kursi apalagi bermain trampolin dadakan di sana. 

Itu saja sih kuncinya. Menurut saya lho ya. Yang penting anak duduk manis dan tidak berkeliaran di saat bertamu, itu sudah termasuk sopan. 


4. Cara makan-minum suguhan

Namanya anak-anak, ya, kadang masih semaunya. Ambil satu jajan, digigit kecil lalu dikembalikan ke toples. Ada yang begitu? ADA…. Banyak. Ini PR bagi banyak orangtua dan biasanya terjadi secara tiba-tiba. Ada tipe tuan rumah yang sangat mencintai kebersihan sehingga kue tersebut diberikan semuanya. Ada yang begitu? Adaaaa….. sedikit. Hehehehe.

Bijak menikmati suguhan lebaran


Etika makan-minum suguhan jadi agenda wajib untuk persiapan lebaran. Sangat penting untuk diajarkan dan diulang-ulang. Kalau memang anak tidak suka dengan makanan/minuman yang sudah dicicipi, saya selalu menekankan padanya untuk memberikan kepada kami, para pecinta makanan. Kami yang jadi gendatz karena menerima limpahan makanan anak yang tidak habis. Huhuhu. Tapi saya tidak menyesal, sih, karena lebih takut dengan dosa dikarenakan makanan mubazir. Anggap sudah rezekinya saja.


5. Saat berbicara dengan tuan rumah

Apa yang paling sering terjadi pada anak saat bertamu? Biasanya adalah menjawab pertanyaan. Tuan rumah lazimnya akan mengajak anak berbincang dalam bentuk pertanyaan. Tak jarang sang anak diam saja saat ditanyai. Mungkin karena belum kenal, karena takut, atau bisa jadi karena tidak terbiasa. 

Sebaiknya orangtua mulai mengumpulkan daftar pertanyaan yang biasa ditanyakan pada anak-anak dan melatih anak menjawabnya. Jadikan hal ini sebagai persiapan lebaran yang menyenangkan. Jangan jadi beban. Sekalian latihan bagi anak saat diajak keluar rumah, dan bertemu siapa saja, kan? 


6. Etika menerima angpau

Tradisi memberi angpau ke anak sebenarnya termasuk baru di kota kami. Kalau ke keponakan atau yang masih keluarga, memang ada satu dua yang melakukannya. Akan tetapi beberapa tahun ini, tak sampai satu dekade, tiba-tiba memberi angpau jadi tradisi. 

Apa etika dasar saat menerima angpau? Bagi saya cukup tiga, yaitu menerima dengan sopan, mengucapkan terima kasih dan segera menyimpannya dalam saku. Ada satu tambahan yaitu jangan sampai anak membukanya di sana. 


7. Etika berpamitan

Ketika hendak pulang, apa yang harus dilakukan? Apa yang perlu diajarkan ke anak? Memastikan anak tidak membawa benda milik tuan rumah yang tadi dipinjamkan untuk bermain, mengucapkan terima kasih dan bersalaman. Tiga aktivitas di atas termasuk sangat standar, tapi penting dilakukan.

Kadang anak jadi sedih saat berpisah dengan mainan yang dipinjam tadi dan ingin membawanya. Duh, duh, duh, kalau seperti ini rasanya gimana gitu kalau tidak kuat mental. Makanya etika berpamitan setelah bertamu perlu diajarkan ke anak. Jangan sampai ia menjadi tantrum ketika harus pulang gara-gara suatu benda yang bukan miliknya.


Sepenting apa sih bertamu di hari lebaran?

Bertamu, kelihatannya sederhana dan sering dilakukan. Mungkin sudah ratusan kali dilakukan. Apalagi yang tradisi silaturahminya masih kuat seperti di kota kami. Kota pesisir di pantai bagian utara biasanya memang terbuka dan kosmopolit. Satu sisi mudah disisipi tren baru, tapi di sisi lain sangat memegang tradisi. Biasanya akan terjadi akulturasi dan asimilasi secara alami. Seperti memberikan angpau itu, termasuk tradisi baru, belum genap sepuluh tahun dilakukan di sini.



Tradisi sudah seperti nafas yang harus dihirup untuk hidup. Makanya tradisi unjung ala keluarga kami ini termasuk lazim dan bukanlah sesuatu yang kebangetan padatnya. Mungkin lebih melelahkan karena dilakukan di dua kota dalam satu hari. Tapi sebenarnya tidak juga karena jaraknya hanya empat puluh menit, dan melalui jalan yang tidak ada macetnya. Oleh karena tradisi itu sesuatu yang memang dijadikan ukuran kepantasan, maka tak ada gunanya bermuram durja atau berkeluh kesah. Lakukan saja dengan bahagia. Lagi pula memang tradisi yang baik.

Kata pak ustad kami, ketika menjelaskan tentang tradisi bermaaf-maafan di hari lebaran, cukup sederhana. Kurang lebih seperti ini: 

Meski tradisi ini tak ada di Arab sana, akan tetapi sangat baik jika dilakukan di hari lebaran. Setelah menyucikan diri dengan puasa dan zakat, ada baiknya mencuci semua noda di hati dalam bentuk kegiatan unjung dan saling meminta maaf ini. Pasalnya, ketika di suatu hari biasa ada orang berseteru atau saling salah paham, biasanya akan sungkan meminta maaf. Kebiasaan meminta maaf secara langsung ketika melakukan kesalahan belum menjadi tradisi di negeri kita ini. Meski tahu salah, minta maafnya dalam hati atau minta maaf pada Allah. Padahal dosa antar manusia harus diselesaikan dengan sesama manusia, baru dilaporkan pada Gusti Allah. Iya, kan? 


Penjelasan pak ustad di atas bisa saya terima secara logika. Apalagi dalam persiapan lebaran, ada hal-hal yang menyenangkan seperti menyiapkan suguhan, pakaian, kendaraan, dan lainnya. Jadi ya dibawa hepi saja. Capek sehari bisa istirahat seharian di hari berikutnya, siapa tahu ada tamu datang. Oh iya, kami tidak mudik ke keluarga suami di Banyumas, selain karena bapak dan ibu mertua sudah meninggal, juga karena kami selalu pulang pada bulan Januari atau Februari.

Eh iya, etika bertanya ke calon tuan rumah saat akan berkunjung dilakukan atau belum? Meskipun tradisi unjung membudaya dan selalu ada, kalau akan datang ke rumah orang yang tidak biasa, saya selalu bertanya dulu. Menelpon dan meminta izin. Jadinya nanti akan sama-sama nyaman. Tapi ini sih tidak termasuk dalam etika mengajarkan anak bertamu, lho, ya….. ini etika bertamu secara umum di hari lebaran.

Oh iya, ada persiapan lebaran yang khusus dilakukan di keluarga sobat Cakrawala Susindra, kah? Akan menarik jika diceritakan di kolom komentar. Siapa tahu samaan atau malah bisa jadi tren baru lebaran di kota kami ini.


17 Komentar

  1. Sering jadi perbincangan anak-anak itu kelakuannya hemmm bikin greget kalau bertamu, walau kadang pemilik rumah mengharapkannya datang biar suasana ramai. Lebih baik memang diajari etika terlebih dahulu juga, terima kasih informasinya!

    BalasHapus
  2. Unjung-unjung di daerah saya juga masih loh mbak. Selepas salat Ied saling berkunjung, saling bersalaman. Biasanya hari pertama di rumah aja, karena bapak dan ibu jadi yang dituakan di masing-masing. Baruhari kw dua ajak bapak dan ibu kelailing ke saidara-sadara yang jaraknya dekat. Hari ketiga dst kunjung yang agak jauh.

    Pokok kalau ke rumah saudara yang dekat berangkat setlah dhuhur atau sore sekalian. Kalau oagi bnayak yang ke rumah masih

    BalasHapus
  3. Pas terima angpau jangan langsung dibuka di depan yang ngasih...
    Yang ada malah kesian yang ngasih ya.
    Ini adab yang perlu untuk diajarkan pada anak². Nice ini kak Susi

    BalasHapus
  4. Anaknya ganteng banget mbak. Lucu dan keren. Terlebih sudah diajari berbagai etika, khsusnya mengenai ujung-ujung tetangga.

    BalasHapus
  5. Betul semua nih. Saya jadi ingat pepatah majikan dulu waktu bekerja di luar negeri. Pepatah nya mirip semua dengan etika yg Mba Susy jabarkan di artikel ini.

    BalasHapus
  6. wah gak kerasa si ganteng nomor 3 (bungsu?) udah 4 tahun
    Rasanya baru kemarin baca tulisan Mbak Susi lahiran
    Lebaran ini bikin saya sedih Mbak
    Karena satu-satunya sesepuh di Bandung, wafat beberapa bulan silam

    BalasHapus
  7. Nah iya sih memang etika bertamu harus diajarkan sejak dini biar anak terbiasa sopan. Ajarin juga anak buat bilang terima kasih. Salim ama orang yang lebih dewasa.

    BalasHapus
  8. Tradisi, budaya, memang menjadi sempurna jika dilengkapi dengan akhlak dan kebiasaan-kebiasaan baik ya Mbak. Sebaiknya memang dikenalkan dan dibiasakan dilakukan anak sedari kecil, di masa-masa keemasan anak-anak tumbuh dan berkembang. Penyampaiannya pun ada caranya tersendiri agar di kecil mau menerima didikan serta norma kebaikan yang diajarkan.

    BalasHapus
  9. anak jaman now banyak terpengaruh dari internet ya mba.
    so called influencer tuh hadehh bgt kasih pengaruh yg ga baik.
    ortu kudu semangat ajarkan anak

    BalasHapus
  10. kalo yang anaknya pemalu, biasanya mereka anteng saat diajak berkunjung ke rumah orang lain, yang jadi masalah kalo anaknya "gaul" dan pecicilan. ini pe er banget buat orang tuanya untuk mengajari anaknya adab bertamu di rumah orang lain

    BalasHapus
  11. MashaAlla~
    Anak-anak dan adab dalam bertamu ini memang kudu banget diajarkan. Sebelum ngajarin anak-anak, aku sendiri yang masih fakir ilmu ini kudu banyak belajar juga.. Huhuhu, terima kasih, kak Susi.

    BalasHapus
  12. Nah penting emang mengajarkan etika pada anak-anak untuk bersikap sopan saat ada tamu. Jangan gampang bertoleransi dengan beranggapan gakpapa ah toh mereka masih kecil. Justru dari kecil kita biasakan adab yang baik saat bertemu dengan orang lain. Sip Mbak

    BalasHapus
  13. Membekali anak dengan etika saat bertamu memang penting. Minimal memberi tahu dan mengingatkan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Meskipun tidak mudah karena anak kadang belum paham dan sering spontan. Semoga lancar acara silaturahmi keluarganya nanti ya mbak...

    BalasHapus
  14. Memang penting banget mengajarkn etika anak saat bertamu biar mereka tahu sopan santun dg orang lain.

    BalasHapus
  15. Eehhh ternyata buka angpau ada etikanya juga yaa, hmmm ilmu baru ini..
    Makasiih mba untuk sharingnya.
    Ternyata buka langsung angpau itu bukan hal yang baik yaa.

    BalasHapus
  16. Wah, ini banget yang baru aku pelajari beberapa waktu lalu. Awalnya aku gak terlalu gimana dengan etika bertamu anak. Tapi ketika gemes dengan anak orang lain yang bertamu ke rumahku, aku jadi buka-buka internet. Semoga ya anak-anak kita bisa bertamu dengan etika yang baik. :)

    BalasHapus
  17. Wah, ini banget yang baru aku pelajari beberapa waktu lalu. Awalnya aku gak terlalu gimana dengan etika bertamu anak. Tapi ketika gemes dengan anak orang lain yang bertamu ke rumahku, aku jadi buka-buka internet. Semoga ya anak-anak kita bisa bertamu dengan etika yang baik. :)

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)