Siang ini, ketika aku memasak di dapur, Destin datang dengan tergopoh-gopoh. Tanpa babibu, Dia bertanya: Destin: “Ma, nyawa Mama ada seribu?” Mama: “Nyawa Mama hanya satu.” Destin: “Tapi mama kok belum mati? Mama kan sudah pernah jatuh seribu kali?” Sambil menyejajarkan kepala kami dan dengan lembut namun jelas kujawab: Mama: “Nyawa mama hanya satu, tapi sangat kuat sehingga tidak mudah mati meski telah jatuh berkali-kali. Dan seharusnya kamu tidak berfikir seperti itu.” Destin: “Ada orang yang nyawanya seribu? Kan enak kalo tidak mati-mati” Masih dengan cara sama kujawab: Mama: “Tidak ada orang yang memiliki nyawa seribu. Justru kita harus kasihan jika ada orang yang memiliki nyawa seribu. Karena dia akan sangat menderita. Meski nyawa Mama hanya satu, mama masih hidup selama ini, coba bayangkan jika memiliki nyawa seribu, semua anaknya telah lama mati tapi dia masih hidup. Badannya sudah terlalu tua untuk hidup sehingga lumpuh. MasyaAllah … dia harus makan disuapin, mandi dimandiin, pengen jalan harus dibantu. Tidak ada yang enak dengan nyawa seribu” Setelah beberapa pertanyaan lucu lainnya, Destin keluar dari dapur dan membiarkan aku kembali berkutat dengan menu makan siang. Aku memang selalu menjawab pertanyaan Destin ala Dewasa, bahkan ketika bertanya bagaimana membuat pelangi, mengapa kita makan ikan - yang berarti membunuh ikan, mengapa daun pohon pisang sebesar itu, dll. Aku tahu kelak di sekolah dia akan diajarkan gurunya, jadi tak ada salahnya menjawab sekarang, karena toh dia akan lupa dan hanya menyimpannya dalam bawah sadar. Aku tidak mau menjawab sekenanya. Dan Destin tahu benar bahwa di dapurlah tempat yang paling baik bagiku untuk menjawab semua pertanyaannya dengan jelas dan rinci. Sambil masak aku membayangkan darimana dia dapat ide nyawa seribu itu. Aku jadi teringat peristiwa 2 minggu lalu saat papa jatuh dari motor dan hampir terlindas truk tronton jika terlambat menarik kepalanya dari bawah truk. Subhanallah, aku menangis tiap kali mengingat peristiwa itu. Apalagi satu-satunya luka papa hanya sebuah luka kecil berbentuk hati yang entah bagaimana bisa terbentuk seperti itu. Beberapa kali orang yang mendengar mengatakan “Nyowo turah” atau nyawa yang berlebih. Subhanallah. Mungkin dari situ, dan dengan bantuan kakaknya Nafa (putri saudari kembarku yang telah SD kelas 6) dia menemukan kata “orang bernyawa seribu” rosminum