Serunya Traveling Sendirian dan Manfaat yang Saya Dapatkan

Sudah berhari-hari saya gelisah. Saya masih punya hutang menulis kegiatan Wisata Heritage Green Industry pada bulan Maret lalu. Baru bisa menulis 2 cerita, sudah disambung oleh persiapan Hari Jadi Jepara sekaligus Hari Kartini . Sampai Mei ini, ada beberapa kegiatan budaya di Jepara yaitu Djontro Festival dan Sya'banan. Sebenarnya tanggal 10 sampai 16 bulan Mei ini ada banyak acara, tetapi sebagian sengaja tidak saya ikuti. Jadi, mumpung agak selo, saya mencoba memanggil memori masa itu dan menceritakannya kembali. Beruntung, saya memiliki kebiasaan menghormati tuan rumah dengan banyak menge-twit dan mengabarkan di facebook dan instagram. Jadi proses me-recall lebih mudah jadinya.


Serunya traveling sendirian dan manfaat yang saya dapatkan
17 Maret 2016, kegiatan saya mbolang ke tiga kota (Padang, Bukittinggi dan Jakarta dimulai). Saya berangkat dari Jepara jam 10:30 siang menuju Semarang. Agak terlambat karena persiapan saya sebelum berangkat terlalu lama. Seharusnya saya berangkat pada pukul sembilan pagi. Kereta berangkat jam dua siang, jadi saya harus sudah sampai di sana jam 1 siang. Sampai di Demak saya sudah merasa aman. Sebentar lagi, pikir saya. 

Saya duduk di depan sopir yang tak henti mengeluarkan asap naga dan menelpon sana-sini untuk mencari tahu kondisi jalan menuju Semarang. Ketika dia mengucapkan kata “kecelakaan di Sayung”, sontak saya menengok. Firasat saya mengatakan, bis akan terlambat sampai di Semarang. Perjalanan 2 jam akan menjadi lebih lama.

Tebakan saya tak salah. Sampai jam satu siang saya masih belum mencapai Semarang. Saya sudah panik mencari alternatif ke Jakarta. Beberapa kali saya menahan diri agar tidak keluar bis dan dengan nekat “memaksa” siapa pun yang mau agar menjadi ojek menuju stasiun. Ide gila, tentu saja, tetapi ketika dilanda panik, GILA adalah kata lain dari PILIHAN. Saya bertahan. Saya percaya pada Qodho & Qodar-Nya. 2 hari sebelum keberangkatan, mendadak saya dinyatakan menang lomba Selfie dan mendapatkan uang cash enam ratus ribu, maka saya yakin, saya tetap bisa menepati jadwal yang ditetapkan panitia Wisata Edukasi Green Industry (WEGI). ((Saya menang lomba foto selfie, Teman... bisa kalian percayai itu?! Saya yang sering sulit difoto dan kabarnya memiliki senyum monalisa karena pelit senyum dan misterius, bisa menang lomba selfie. Allah baik sekali pada saya.))

Jalanan di sini kanan macet
Pukul satu lebih dua puluh menit, bis sampai di Jalan Baru Semarang. Saya bergegas turun dan mencari ojekan. Tapi saya ragu, maka saya berjalan sedikit lebih jauh demi mendapatkan taxi. Dengan sedikit tawar menawar, kami sepakat di angka tiga puluh lima ribu. Maka sampailah saya di stasiun, lima belas menit sebelum kereta berangkat. Saya masuk ke dalam kereta pada pukul dua kurang tiga menit. Wuih.... Pengalaman naik kereta sendirian pertama kali dengan banyak drama. 

Pukul dua siang lebih lima menit, kereta Tawang Jaya yang saya naiki melaju di atas rel. Kereta ekonomi ini hampir penuh penumpang. Silih berganti, penumpang keluar masuk. Sesekali pegawai datang menawarkan makanan atau minuman. Oh, ya, kereta yang saya tumpangi ini meski ekonomi dengan subsidi, tetapi tak ada pedagang asongan yang masuk. Semua jajan, makanan dan minuman disediakan oleh Mas-Mas ganteng berseragam rapi.

Sepanjang jalan, beberapa kali saya menandai pemberhentian dan memulai aksi nge-twit untuk panitia. Menurut saya, ada empat manfaat utama jika melakukannya:
1. Menghargai penyelenggara 
2. Untuk dokumentasi, 
3. Menambah follower
4. Mempermudah suami mengetahui lokasi terbaru saya.
Jadi tak harus berkomunikasi intens, karena pusing juga jika membaca/menulis pesan di perjalanan.

Traveling sendirian? Siapa takut?
Mungkin teman-teman bertanya-tanya, untuk apa saya melakukan perjalanan, panitia apa, dan mengapa saya melakukan solo traveling

Bulan Maret lalu, saya menjadi salah satu pemenang lomba blogging & twitter yang diselenggarakan oleh komunitas WEGI. Perihal apa itu komunitas WEGI, monggo baca tulisan saya yang berjudul Kunjungan ke Pabrik Semen Padang. Nah, hadiahnya memang untuk satu orang satu tiket. Jadi saya memang harus pergi sendiri. 

Pukul 8 malam, kereta berhenti di stasiun Pasar Senin. Perjalanan dari Stasiun Poncol ke stasiun Pasar Senen mencapai 6 jam. Tiket kereta Rp 65.000,-. Murah, ya? Karena memang disubsidi oleh pemerintah. Jika memakai kereta ekonomi yang menempel di gerbong eksekutif, tiketnya Rp 110.000,-. Tiket eksekutif antara Rp 230.000,- (Argo Muria) sampai Rp 355.000,- (Bangunkarta). Saya pilih yang termurah saja, hahahaha.... selain hemat, juga pilihan jamnya. Saya butuh waktu 3 jam (lebih sedikit) dari rumah, dan di Jakarta yang menjemput saya baru bisa free setelah jam 7. Jadi, sama-sama enak. Masalah rasa, saya belum memiliki perbandingan karena ini pertama kali, jadi ya enjoy saja. 

Oh ya, saya sering traveling sendirian. Lebih nyaman dan anti ribet. Saya cukup mandiri dan pemberani. Fisik saya kuat mengangkat beban karena terbiasa beraktivitas ala ibu rumah tangga mandiri. Saya selalu mempelajari tujuan wisata yang akan saya kunjungi, jadi persiapan saya tidak nol.

Suasana stasiun Pasar Senen di malam hari
Di stasiun Pasar Senen, teman baik suami sudah menunggu. Hujan mengguyur Jakarta. Saya takjub dan bersyukur sekali dengan “paksaan” suami yang ingin saya dijemput sahabatnya. Meski pertama kali bertemu, dengan modal foto di WhatsApp, kami saling mengenali. Dengan buru-buru saya menerima naungan payungnya dan kami berlari ke mobil. Perjalanan dari Pasar Senin Menuju Tanggerang menembus hujan dan beberapa kerlib kilat di kejauhan. Saya agak ngeri juga karena mobil melaju di tol yang tinggi. Tetapi di antara ngeri itu, ada rasa takjub dengan keindahan yang sulit sekali saya cari padanannya. 

Akhirnya saya sampai di Hotel Ibis Budget di dekat Bandara Soekarno Hatta pada pukul 9:30 malam. Setelah mengucapkan terima kasih dan selamat tinggal, saya memasuki hotel dan secara resmi menjadi peserta Wisata Heritage Green Industry PT Semen Padang. Perjuangan saya sampai di sini memberi saya banyak pelajaran yang luar biasa. Saat saya sampai, 7 peserta lain telah beristirahat di kamar, dan kami akan bertemu besok pagi sebelum jam empat pagi. Seperti apa perjalanan kami?  Yang jelas sangat seru dan asyik banget. Sulit dilupakan! Baru perjalanan solo saya menuju ke Jakarta saja sudah sangat seru, apalagi ketika di sana, yang setiap hari mengikuti 4 destinasi yang berbeda. 

Mengutip 10 Manfaat traveling sendirian dari Huffington Post yang disadur oleh traveloka, berikut ini manfaat berwisata sendirian:

1. Lebih mandiri. Bepergian sendirian berarti saya bertanggungjawab akan diri saya sendiri. Saya harus pandai mengukur kekuatan diri saya. Seperti yang saya sampaikan di atas, rentetan ide gila yang membludak di otak saya kala sinyal terlambat mencapai stasiun menguasai saya. Gelombang panik bisa menyerang dan di situlah seninya. Saya bisa menimbang-nimbang keputusan paling bijak tanpa mempertimbangkan rekan perjalanan. Saya bisa nekat, bisa juga memutuskan percaya dan menunggu. Jika pertimbangan saya adalah teman perjalanan, maka sudah bisa saya pastikan, saya sudah meminta berhenti di jalan dan mencari alternatif ke stasiun lebih cepat at all cost. 

Pertama kali memakai mesin Cetak Tiket Mandiri, horee... bisa mandiri....

2. Tambah percaya diri. Percaya atau tidak, ketika bepergian sendirian, saya menjadi seorang yang optimis. Saya percaya saya orang baik yang pasti akan bertemu orang baik. Saya tidak malu bertanya dan tidak malu berjalan kaki berkilo-kilo karena salah naik angkot dan malas mengulang kembali. Saya pernah mengalaminya ketika pertama kali ke Kota Kasablanka Jakarta. Karena kebablasan lebih dari satu kilo dan enggan menyebrang jalan untuk mencari angkuta kemudian menyebrang jalan kembali, saya memutuskan berjalan kaki saja. Saya yang orang daerah dengan baju out to date dengan percaya diri bergabung dengan orang-orang Jakarta yang rapi, stylish dan wangi. Hag... orang udik ke kota, untung tidak memakai jarit dan kebaya.

3. Mengasah kemampuan bernegosiasi. Hmm... yang ini, saya banget. Ketika di perjalanan, saya berpikir bagaimana caranya menghemat. Ketika perjalanan pulang, minimal saya punya uang jaga-jaga di atas tiga ratus ribu. Jadi sekiranya harus ganti transportasi, saya tak harus repot mencari ATM untuk menambah uang di dompet. Saya berkali-kali berhasil bernegosiasi. Contohnya seperti ongkos taksi dari Terboyo ke stasiun Poncol sebesar tiga puluh lima ribu. Hahaha... tak sehebat itu, sih, tapi dari tujuh puluh ribu berhasil membayar lima puluh persennya itu prestasi. Contoh lain adalah ketika membeli oleh-oleh. Di lokasi wisata, biasanya harga bisa ditawar sampai lima puluh persen. Hmm... baru tahu, ya? Layak dicoba tetapi jangan memaksa. Setidaknya tahu harga pasaran agar tidak membeli terlali mahal.

4. Keluar dari zona aman. Saya dan suami itu pasangan yang lengket seperti ketan. Ke mana-mana berdua, diketekin suami. Hahahaha.... pengen ke sana, tinggal colek suami. Pengen beli itu, minta suami. Semua belanjaan dan tas yang bawa suami. Mana boleh saya gotong belanjaan di pasar? Pasti langsung diminta suami. Sampai pakai helm pun sering dibantu suami. Sampai segitu? Iya! Tapi di rumah saya penguasa pekerjaan rumah. Apa saja saya angkat sendiri. Membela diri banget, ya? Padahal sih jika bersama suami saya jadi agak manja. Nah, ketika bepergian sendiri, saya keluar dai zona aman. Saya melangkah menuju petualangan baru yang seru, dan kadang butuh tenaga ekstra serta keputusan mendadak.

Keluar dari ketek a.k.a zona aman bersama suami

5. Memulihkan kondisi yang lelah. Namanya hidup, kadang ada masalah yang cukup berat dan menyita energi. Bisa karena tuntutan pekerjaan yang mengejar seperti setan, bisa karena bosan berkejaran setiap pagi menjelang berangkat sekolah, atau misalnya baru berselisih dengan orang terdekat. Apapun itu, traveling sendirian adalah jawaban terbaik. Saat saya butuh refreshing sejenak untuk memulihkan kondisi lelah. Saya beberapa kali pergi ke Kudus atau Semarang sendirian jika sudah mulai suntuk dan berpikiran sempit. Suami mengantar sampai halte terdekat dan menjemput saya di halte terdekat pada sore harinya. Biasanya saya pulang dengan kondisi bahagia. Dalam setahun, saya menargetkan dua atau tiga kali mbolang sendirian ke kota yang agak jauh. 

6. Belajar budaya baru. Berwisata ke tempat baru, pasti membuka kesempatan belajar budaya baru. Biasanya setiap kota memiliki budaya yang berbeda. Apalagi jika berwisata ke tempat yang lebih jauh, misalnya beda suku atau beda bangsa. Bahkan Jepara dan Kudus yang hanya berjarak kurang dari empat puluh kilo saja budayanya sudah berbeda. Di Kudus, jangan mencari masakan berbahan daging sapi, sangat sulit dan hampir tidak ada. Kami dari Jepara bisa puas kulineran daging kerbau yang di Jepara hanya ada dalam bentuk sate lilit. Juga di kota lain, pasti ada perbedaan budaya yang bisa kita pelajari. 
Mencoba nasi kapau di Pasar Lereng Bukittinggi
7. Alami kebaikan penduduk setempat. Saya percaya bahwa jika kita terbiasa membantu orang di jalan, kelak kita akan aman di jalan. Alhamdulillah saya belum pernah salah. Ketika saya datang ke tempat baru, biasanya saya mendapat saudara baru. Penduduk sekitar yang saya temui (kenal atau baru pertama kali bertemu), biasanya sangat baik. Tak jarang saya dijamu menu rumahan atau dibantu sampai tuntas. Banyak kisah saya yang berakhir tinggal di rumah teman ketika ke Jakarta. Mengapa tidak hotel saja? Ada teman yang memaksa membayarkan hotel tetap saya tolak. Suasana rumah memberi lebih banyak rasa aman bagi saya. Beberapa kali saya tidur di hotel sendirian berakhir dengan terjaga hampir semalaman sehingga menguras banyak energi. Tetapi, jika di rasa perlu, tentu saja saya memilih tinggal di hotel. Kembali ke pilihan terbaik saat itu, karena toh jumlah saya menginap di hotel jauh lebih banyak daripada menumpang tidur di rumah teman/kenalan. 

8. Mengenal diri sendiri lebih baik. Ketika bepergian sendiri, kita baru kenal sosok kita yang asli jika jauh dari keluarga. Banyak solo traveler yang mengaku baru tahu jika dia lebih mandiri daripada yang ia ketahui. Ada pula yang baru sadar ternyata dia sangat tergantung pada keluarga sehingga terus saja merasa kangen padahal ketika memutuskan mbolang ia dalam keadaan marahan dengan pasangan (misalnya). Ketika sendiri, kita bisa lebih banyak memikirkan apa yang terbaik bagi kita saat itu sehingga lebih mengenal diri dan batas kita sendiri. 
Mengenal diri sendiri secara lebih baik
9. Lebih hemat. Travel hemat adalah manfaat utama saat bepergian ala saya. Saya jarang menemukan pasangan wisata yang bisa diajak push to the limit. Berwisata bareng teman lebih sering memakai pilihan moderat untuk urusan transportasi, makanan dan tempat istirahat. Padahal pilihan hemat dan moderat bisa berselisih 100% sampai 200%. Setidaknya itulah pengalaman saya ketika bepergian bersama. 

10. Menemukan cinta. Ketika bepergian sendirian, kita bisa berinteraksi secara lebih erat dengan orang setempat atau teman yang bertemu di jalan. Adakalanya pertemuan tersebut menjadi cinta singkat atau jangka panjang. Tapi manfaat yang ke tujuh ini kurang pas untuk disebut sebenarnya. Benar secara fakta dan logika, tetapi sangat salah dipelaksanaannya, hahahaha....   Abaikan manfaat terakhir ini. Berbahaya bagi kelangsungan hidup budaya, bangsa dan negara. 

Wuih... tanpa sadar saya sudah menulis banyak sekali. Jika sudah sampai di paragraf ini, selamat, artinya 1850 kata telah terlampaui. Banyak sekali, ya. Semoga setelah membaca sepanjang ini, ada banyak manfaat yang bisa diambil. Setidaknya bisa memberi gambaran tentang bagaimana cara berwisata sendirian dan apa manfaatnya. Sampai jumpa di cerita selanjutnya.

24 Komentar

  1. wah jalan sendirian akan makin ajarin kita ya mbak kita akan sendiri selamanya suatu hari nanti... setelah dunia ini... semoga aja masih diberi kesmepatan kumpul dng orang" tersayang y mbak suatu masa nanti... thanks mbak seru juga pengelamannya .... kejar" kayak gitu saya banget mbak hahahah.... wah kepikiran nekat juga pernah hehehe pizzz... *tapi kadang tubuh emang harus ngalah mbak saat gak muda lagi itu memang berpengaruh....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahaha.... kita serupa gaya ternyata. hahaha... ayo kapan2 mbolang bareng?
      Eh? Ada apa nih bawa-bawa usia? #sensi

      Hapus
  2. Waktu gadis dulu sering kemana-mana sendiri. Purworejo-Bogor pakai bis, saya berani. Setelah menikah saya belum pernah pergi sendirian. Apalagi ada Amay dan Aga, kalo kemana-mana sepaket berempat. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sesekali boleh kok, pergi sendirian (kalau diizinkan suami).

      Hapus
  3. Oiya, kereta sekarang memang ngga boleh ada pedagang asongan Mba. Bahkan kios-kios di stasiun pun sebagian sudah dibongkar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, benar sekali. Jadi moda transportas yang nyaman ya

      Hapus
  4. Assalamu'alaikum, bu kalau pernah singgah di Demak minta tolong dong review dari ibu.... plus minusnya apa. Kami akan sangat senang jika ada traveler memberi ulasan tentang daerah kami.

    Terima kasih..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waalaikum salam.
      Boleh... akan saya tulis kelak, kebetulan ada bahannya krn memang dekat

      Hapus
  5. wahh cetak tiket sekarang jadi lebih mudah ya, pakai komputer langsung jadi.hehe tinggal pencet2 sendiri kayak di atm. hhe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jika beli secara online, cetak tiket mandiri, Mas. Enak begitu daripada nekat beli tiket di stasiun

      Hapus
  6. Solo traveling? Duh..belum pernah :(
    Kapan yaa.. :D :D

    BalasHapus
  7. ingin juga coba travellig sendirian mba, biar merefresh diri tapi mgk nanti ya kalo anak2 dah mandiri :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak. Melatih anak mandiri (dan penasaran). hihihi

      Hapus
  8. Waah.. kalo saya sekarang kemana-mana rombongan berlima mbak... hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tak apa mbak, saya juga selalu berempat kecuali saya dapat kesempatan jalan2 sendirian

      Hapus
  9. Sebelum menikah saya sering travelling sendiri, setelah nikah lho kok jadi ketergantungan sama pak suami. Soalnya kemana-mana selalu berdua, hihi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihihi... malah asyik kok Mbak. Saya juga ke mana-mana bareng suami

      Hapus
  10. Aku wisata sendirian kaya orang ilang, muihihihi

    Untung suamine legowo

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kamu imut, ntar dikira anak SMP kabur dari rumah

      Hapus
  11. wah, aku mana bisa mba ...anak2 udah ngentel aja. mungkin suatu hari ya mba,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Santai Mbak, semua ada tahapannya. Anak saya kan sudah cukup mandiri

      Hapus
  12. Travelling sendiri lebih bebas mau ngapain, mau pulang kapanpun dan jam berapapun.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)