Stimulasi Matematika Logis pada Anak Batita Melalui Permainan dengan Alat Sederhana dari Dapur

Anak usia 1 – 3 tahun biasanya memiliki energi yang luar biasa, tidak habis-habis. Ia bergerak dari satu ruangan ke ruangan lain. Ia mengambil, menjatuhkan, atau membawa benda tersebut bersamanya. Semua benda tampak menarik untuk dipegang. Tampak tak ada alasan jelas atau korelasi dengan benda lain yang semenit sebelumnya telah ada di tangannya. Alasannya sederhana, benda itu menarik baginya. Kita dapat menggunakan energi luar biasa ini untuk memberikan stimulasi matematika logis melalui permainan.



Gi, anak kami yang saat ini berusia 12 bulan juga demikian. Rak adalah tempat favoritnya. Ia akan menyentuh, mengambil, membalik, lalu menjatuhkan/melempar ke lantai. Hampir semua isi rak yang berada di jangkauannya bisa jadi berpindah ke lantai semua. Ia melakukannya dengan ekspresi serius, sesekali sambil mengoceh tidak jelas. Senyum lebar akan terkembang jika ia dipanggil. 

Orang awam akan melabelinya nakal dan lancang. Kami menyebutnya eksplorasi. Ahli pedagogi akan menyebutnya dengan kata belajar. 

Jika diperhatikan sekilas, aktivitas Gi membongkar laci atau membongkar rak buku, kelihatannya tanpa makna. Tapi saya mencoba memahami bahwa anak sedang mengeksporasi sekitarnya. Ia sedang belajar mengenali, merasakan, dan mencari tahu apa yang terjadi jika benda ini jatuh ke lantai. Mungkin juga mencoba mencari tahu fungsi benda tersebut. Begitulah cara anak belajar. Dalam Montessori, tahap ini disebut dengan “periode sensitif”.





Saya tidak tahu sampai kapan ia akan melakukan ini. Saya mencoba sebaik mungkin tidak mengintervensi “proses belajar” ini dengan kata “jangan” dan semacamnya. Untuk meminimalisir kerugian, benda yang tak boleh digunakan Gi untuk bermain, saya pindah ke rak yang tidak dapat ia jangkau. Sedapat mungkin, saya menghindari kata jangan.

“Jika Anda menghalangi penjelajahan sensori ini dengan selalu mengucapkan “jangan” dan membatasi bayi atau balita di playpen atau mengikatnya di kursi pada waktu lama, ia akan menghambat pembelajarannya (Britton, 2017: 22).

Membangun konsentrasi anak

Belajar telah dimulai sejak bayi lahir. Bayi mudah menyerap informasi apapun tanpa saringan. Ia tidak memperhatikan prosesnya, dia hanya meniru apa yang ia lihat dan dengar. Fase ini berlangsung dari usia 0 – 3 tahun. Setelah 3 tahun, ia akan mengembangkan ingatan dan keinginan. Tugas kita untuk membangun rasa ingin tahu dan caranya bertanya, sehingga anak akan belajar caranya belajar.

Simone Davies (2019: 218-219) memberi tips bagus untuk membangun konsentrasi anak, yaitu:


  1. Berusahalah jangan menyela. Adakalanya orangtua ingin menunjukkan potongan puzzle yang sewarna, setipe, dan lainnya, karena ingin menjadi fasiitator belajar anak. Hal ini akan merusak konsentrasi anak. Lebih baik biarkan ia bermain dan belajar sendiri, akan tetapi selalu siap sedia tersenyum jika ia melihat ke arah kita.
  2. Perhatikan apa yang diulang. Pengulangan yang dilakukan oleh anak menunjukkan ketertarikan mereka. Bisa jadi ia membuka tutup lemari, mengambil atau memasukkan benda ke dalam keranjang, memungut benda kecil, dan masih banyak lagi. Kita bisa mencatat untuk mengetahui kecenderungan anak dan menyiapkannya sebagai media belajar di lain waktu.
  3. Lebih sedikit lebih baik. Dari hasil pengamatan akan tampak apa yang disukai oleh anak dan perlu dijadikan media bermain dan belajar. Cara ini lebih efektif karena anak jadi lebih mudah memusatkan perhatian pada benda yang ia sukai, daripada asyik melempar-lempar benda yang tak disukainya dengan maksud menyingkirkannya. 
  4. Bantu sesedikit mungkin dan seperlunya saja. Saat bermain, adakalanya anak mengalami kesulitan. Misalnya kesulitan membawa bantal karena ukurannya lebih besar dari jangkauan tangan. Dalam kondisi ini, dan lain contoh, sebaiknya kita menunggu sambil melihat apakah ia dapat melakukan dan mengatasi sendiri kekurangannya. Kita bisa bantu saat anak tampak akan menyerah, tapi bantu sekadarnya saja, misalnya menekan bantal agar lebih muat dengan jangkauan tangannya. Setelah itu, biarkan anak melakukan apa yang menjadi tujuannya mengambil bantal tersebut. 
  5. Bualah area kerja. Area bekerja ini adalah sebuah istilah. Bentuknya lebih sederhana, yaitu ruangan bermain yang dibatasi dengan tikar/karpet, misalnya. Area kerja atau bermain yang spesifik dan berbatas akan membantu anak memusatkan perhatian pada aktivitas yang mereka pilih. 

saya mencoba mematuhi rambu-rambu yang dikenalkan oleh Simone Davies ini, meski adakalanya lupa. Manusiawi, sebenarnya. 





Manfaatkan energi berlimpah anak untuk belajar matematika logis



Adakalanya kita heran dengan energi berlimpah anak. Apalagi anak batita. Ia akan mulai sulit diajak tidur karena lebih senang bergerak ke sana ke mari. Dia seakan tidak pernah lelah. Saat tidur ia gelisah karena lelah. Pijat sederhana sangat membantu kualitas tidur anak batita.

Energi yang sangat berlimpah ini, diciptakan oleh Allah bukan tanpa sebab. Bekti Hermawan dalam buku Membuat Anak Gemar & Pintar Matematika menyatakan bahwa Tuhan telah menganugerahi anak dengan kekuatan energi berlimpah yang memungkinkan otak anak sangat perspektif (cepat mengerti) terhadap stimulus-stimulus energi berlimpah. Energi berlimpah ini dapat digambarkan sebagai “kekuatan sebenarnya” dari otak manusia.

Baca Juga: Orangtua juga perlu belajar caranya belajar.


Apa yang dipelajari anak dari segelas wedang ini? 

Elisabeth Hurlock menekankan pentingnya lima tahun kehidupan pertama anak, dan menyatakannya sebagai peletak dasar perkembangan anak di masa mendatang. Kebahagiaan adalah salah satu kunci keberhasilan, ditandai dengan terpenuhinya kebutuhan fisik dan psikis. Kondisi ini membuat anak memiliki kesiapan dalam melaksanakan setiap tugas perkembangan selanjutnya. 


Britton (Britton, 2017:47) memberi saran ada orangtua, bagaimana cara  membantu mengembangkan potensi intelektual:



  1. Beri kesempatan anak untuk aktif agar dia belajar melalui eksplorasi sensorik terhadap dunia di sekitarnya.
  2. Kenali periode-periode sensitif dan izinkan anak mengulang aktivitas sampai ia benar-benar menguasainya.
  3. Kenali pentingnya motivasi dan bagaimana itu mempengaruhi proses belajar anak 

Belajar dari aktivitas rutin

Anak, mulai usia 1 – 7 tahun, akan memperhatikan aktivitas harian orangtuanya, dan memiliki keinginan meniru. Ini adalah cara mereka belajar dan beradaptasi dengan dunia di sekelilingnya. Hal ini pun dilakukan oleh Gi. 

Anak usia batita suka melakukan kegiatan rutin. Ia memperhatikan pola dan tampak kurang nyaman jika terjadi perubahan rutinintas. Para ahli menyatakan, ia mengalami disorientasi. 

Amat disayangkan jika ia sering mengalami disorientasi gara-gara menjalani kehidupan yang tidak rutin. Padahal ia akan terus belajar dan berkembang. 


Gi selalu bermain dengan potingan kain ini, dan akan mencarinya jika tak ada. Banyak hal bisa dipelajari dari potongan kain ini

Maulana (2019:14) mengutip Piaget yang menyatakan bahwa proses belajar pada anak bukan sekadar untuk menghasilkan kemampuan membaca, berhitung, akan tetapi secara mendasar membentuk berbagai kegiatan yang dapat memotivasi anak untuk terus mendapatkan kesenangan dalam belajar, mengembangkan konsep percaya diri, melatih tanggung jawab, kedisiplinan, keberminatan, inisiatif, spontanitas, dan apresiasif.




Cerdas Matematika logis

Ketika bayi lahir, Allah memberikan potensi fisik (jasmani dan alat indera) dan nonfisik (akal dan kalbu). Kecerdasan logika matematika berkaitan dengan keterampilan mengolah angka dan atau kemahiran menggunakan logika sehat. Bentuknya adalah belajar bilangan, pola, perhitungan, pengukuran, geometri, statistik, peluang, pemecahan masalah, logika, games, strategi, dan petunjuk grafik.

Apa yang dapat dipelajari dari sebuah gelas plastik ini?

Arrofa Ancesta (2019: 18) memberi 6 tips cara mengembangkan kecerdasan logika matematika pada anak, yaitu:

  • Bermain puzzle, dapat juga dengan permainan lain seperti ular tangga dan domino. Permainan ini akan membanu mengasah kemampuan memecahkan berbagai masalah menggunakan logika.
  • Mengenal bentuk geometri, dapat dimulai dengan kegiatan sederhana yaitu menggantung berbagai bentuk geometri yang punya banyak warna.
  • Mengenalkan bilangan melalui sajak berirama dan lagu, pengenalan bilangan melalui nyanyian anak-anak atau dapat juga membuat sajak berirama dan lagu tentang pengenalan bilangan dan konsep berhitung.
  • Eksplorasi pikiran melalui diskusi dan olah pikir ringan,
  • Eksperimen di alam, membawa anak jalan-jalan ke luar rumah, membiarkan anak bereksplorasi dengan alam,
  • Memperkaya pengalaman berinteraksi dengan konsep matematika, dengan cara mengikutsertakan anak belanja, membantu mengecek barang yang sudah masuk ke dalam keranjang, dan mencermati berat ukuran barang.

Stimulasi matematika logis anak batita dari alat dapur sederhana

Kecerdasan matematika dapat dilatihkan pada anak batita sejak usia 18 bulan, dengan cara sederhana dan menggunakan alat di rumah yang sederhana. Misalnya gelas beraneka warna. Beri beberapa gelas plastik berbeda warna. Kenalkan pengelompokan berdasarkan warna. Belajar cerdas matetatika tak harus dengan mengeja angka. Memahami bentuk, mengelompokkan berdasarkan kesamaan, juga bagian dari matematika. ANak akan mengenal "sama" dan "lain". Ini logika matematika. Stimulasi ini bisa dilakukan dengan alat dapur lainnya seperti panci, piring, mangkuk, dan sebagainya. Hanya saja, perlu selalu diingat bahwa keamanan anak jauh lebih utama. 




Gi baru berusia 12 bulan. Ia hanya mendapat perkenalan saja, dan tanpa tuntutan. Saya menyediakan selusin gelas, menunjukkan cara mengelompokkan, namun pada akhirnya gelas itu lebih banyak dilempar-lempar. Saya tetap melakukannya berulang, karena ini adalah bentuk simulasi kecerdasan majemuk. Saya bahkan memperkenalkan bunyi dengan gelas tersebut.

Cara lain yang mungkin lebih sederhana adalah menggunakan bahan makanan yang disiapkan. Ketika ibu menyiangi sayur, seperti sereh ini, misalnya, anak dapat bermain dengannya sembari menemai ibunya menyelesaikan proses menyiangi. Juga saat mengupas bawang. Gi bisa bermain bawang kupas di tampah dengan leluasa. Saya sengaja membeli tampah untuk mempermudah saya mengerjakan tugas dapur, dan ternyata efektif untuk media belajarnya Gi. 

Jangan khawatir kotor, kita bisa mencucinya terlebih dahulu. 





Saat makan juga bisa menjadi saat belajar matematika. Bukan hanya tentang jumlah akan tetapi juga prosentasi. Anak bahkan bisa berlatih mengambil makanan menggunakan garpu dan menyuap ke mulutnya sendiri. Kita bisa membantu memotong seukuran mulutnya. Di sini ia belajar bahwa butuh ukuran tertentu agar ia dapat melahapnya.


Masih banyak sekali lagi aktivitas bermain dengan alat dapur. Bermain dengan panci misalnya. Selama ini hanya digunakan untuk media belajar musik, dengan memukul-mukul menggunakan alat dapur juga. Padahal panci beraneka bentuk juga tak kalah fungsinya dengan belajar lego, yaitu menyusun panci ke atas berdasarkan ukuran. Anak akan mengamati ukuran panci, memilah dan memilih mana yang akan disusun terlebih dahulu dan setelahnya. 


Hmm... ada saja, kan media belajar anak? Siapa yang mengajari? Semua anggota keluarga, dong. Semua adalah guru anak. Ibunya, ayahnya, kakaknya... bahkan jika punya asisten rumah tangga pun, ia adalah gurunya anak. Ada baiknya semua belajar cara jadi fasilitator belajar anak, sih.... Tenang... ini masih bisa dipelajari bersama, kok.


Media belajar matematika logis dari bahan lain

Aslinya sih, kelompok PG 10 kelas Bunda Sayang #4 Leader Ibu Profesional hanya diminta mengkhususkan ke alat dan bahan dapur. Tapi saya gatal pengen memberikan contoh lain yang sudah saya lakukan. Tak apa, ya? Namanya juga contoh. Ini dia....


Belajar dari buah yang ada di rumah, misalnya rambutan.

Belajar dengan tali rafia

Dan masih banyak lagi. 

Ayol, semangat mengenalkan dan menstimulasi matematika logis pada anak batita melalui permainan dengan alat sederhana dari dapur. Yang anak butuhkan adalah imajinasi dan 'guru' kreatif, sehingga anak akan menikmati proses belajarnya.


Sumber pustaka:

Acesta, Arrofa. 2019. Kecerdasan Kinestetik dan Interpesonal serta Pengembangannya. Surabaya: Media Sahabat Cendekia

Britton, Lesley. 2017. Montessori: Play andLearn (Terjemahan). Yogyakarta: PT Bentang Pustaka)

Hermawan, Bekti. 2011.  Membuat Anak Gemar & Pintar Matematika. Jakarta: Visi Media Pustaka.

Hurlock, Elisabeth B. 1991. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Terjemahan). Jakarta: Erlangga.)


Maulana, Awal Redi. 2019. Math untuk Anak Usia Dini. Sumedang: IGI PD Kabupaten Sumedang.

24 Komentar

  1. Wooww menarik sekali simulasi jurus matematikanya untuk anak usia 3 tahun.

    Meski sederhana namun mempunyai manfaat yang sangat berlimpah meski harus step by step.😄😄

    BalasHapus
  2. lucu banget anaknya. sama spt anak saya yg 13 bulan. sukanya membongkar apa saja: buku, botol, alat makan. nice article mba

    BalasHapus
  3. Menarik penjelasannya, bisa jadi referensi saya ketika saya punya anak nanti, sepertinya menurut pemahaman saya lebih dini anak dilatih maka akan lebih cepat anak mengerti.

    BalasHapus
  4. Gak disadari ternyata selama ini ibu2 udah menstimulasi anak untuk bljr matematika logis ya.

    Misal pas lagi makan, sambil hitung 1 sampai 5 suap. Atau ngitung buah2an. ternyata itu ada teorinya.

    BalasHapus
  5. Banyak ilmu yang didapat nih dari membaca artikel ini. Anak saya pun hobinya bongkar-bongkar. Awalnya kesal, tapi makin kesini memaklumi bahwa itu pun bagian dari proses belajar. Toh nanti bisa dibereskan lagi 😁

    BalasHapus
  6. Artikelnya mb Susi selalu lengkap dan runut dari hasil riset, sambil lihat contoh nyata pada Gi. Sehat selalu ya Gi, semoga makin pintar...

    BalasHapus
  7. Artikelnya bagus ini dan aku setuju banget, mengajak anak belajar lebih seru dengan praktik secara langsung dan sambil bermain. Anak-anak pasti lebih fun, orangtuanya juga bakal menikmati proses belajar yang seru begini.

    BalasHapus
  8. saya gak pernah larang anak. cuma kalau kurang tepat, saya ajarkan bagaimana baiknya. alhamdulillah anak saya yg masih 2 th mengerti dan tidak mengulang hal yg salah, misalnya lempar2 mainan. sebab tahu kalau berceceran bisa mengenai kakinya sendiri

    BalasHapus
  9. hehehe... rak buku berantakan, itu sudah biasa kalau punya anak batita. Beresinnya ntar aja kalau si bocah tidur. Tapi pas dia bangun, ya di ambili lagi bukunya.

    Kalau orang matematika bilangnya ini matematika realistik, karena memanfaatkan segala hal yang ada disekitarnya, aplikasi dalam dunia nyata

    BalasHapus
  10. Rak buku berantakan itu sudah biasa kalau punya anak batita, kalau saya biarin aja, diberesin juga ntar diberantakin lagi. Beresinnya ntar kalau si bocah lagi tudur.

    Kalau orang matematika bilangnya ini matematika realistik, karena memanfaatkan segala hal di sekitar, penerapan di dunia nyata

    BalasHapus
  11. Kebayang deh semua barang diturunin sama Gi. Belum lagi nanti tembok atau pintu yang jadi sasaran belajar nulis hehe

    BalasHapus
  12. Keren .. . Dedek GI bisa main dengan alat / mainan sederhana dan rupanya bermanfaat... main dengan tali rafia atau dengan potongan kain batik... coba juga ah buat kevin

    BalasHapus
  13. Dedeknya gemesin, mbak. Mengajari dan melatih kecerdasan anak balita memang menjadikan kebahagiaan sendiri, apalagi sekarang literatur yang valid memang banyak bisa diakses.

    Mengatakan jangan kepada anak, memang perlu latihan dengan menggunakan kata kebalikannya. Awalnya susah sih kami, tetapi lama-lama bisa juga :)

    BalasHapus
  14. Infonya bermanfaat Mbak. Membangun konsentrasi anak memang perlu dijaga sejak dini supaya kemampuan anak terus lebih baik dan jadi lebih percaya diri.

    BalasHapus
  15. Iya mba setuju, anak usia 1-3 tahun ini energinya seolah enggak habis-habis. Keponakanku lagi aktif-aktifnya jatuh-jatuhin benda dan eksplorasi banyak hal di sekitarnya yang sekiranya menarik untuk dia. Ternyata banyak barang-barang di dapur yang bisa mengajarkan matematika logis pada batita ya, nanti mau aku cobain ke keponakan kalau dia mudik lagi ehehe

    BalasHapus
  16. Ulasan yang informatif dan dapat diterapkan dengan mudah. Seperti saya yang memiliki anak di usia 2 tahun. Artikel ini dapat dijadikan rujukan untuk mendidik anak saya mengenali matematika sejak dini. Terimakasih mbak..

    BalasHapus
  17. Anak di usia batita memang sangat aktif ya Mbak, apalagi kalau baru pandai jalan gitu. Gak bisa diam. Dan benar banget, energinya itu gak abis-abis, kita pula yang capek kalau menemaninya seharian

    BalasHapus
  18. Waaa seru banget ini bermain sambil belajarnya
    Atau belajar sambil bermain ya
    Apapun itu, hal-hal sederhana memang selalu menarik buat anak kecil
    Aku suka yang mainan gelas dan potongan kain itu deh

    BalasHapus
  19. Semoga anak mba tetap sehat selalu dan diberikan kecerdasan seperti pada anak lainnya. Ini artikel sangaat bagus untuk ibu" muda yang ingin punya anak dan banyak nasihatnya

    BalasHapus
  20. Mba artikelnya izin aku bookmark yaah, ini seru banget sih memanfaatkan segala hal yg ada di dapur. Semoga dede sehat selalu,nambah aktif dan tentu cerdas

    BalasHapus
  21. wahhh keren banget artkelnya... ternyata untuk melatih Stimulasi Matematika Logis pada Anak Batita nggak perlu ribet. dengan alat dapur sederhana pun ternyata kita bisa melakukannya....

    BalasHapus
  22. Belajar dengan memanfaatkan benda-benda sekitar ya...menarik juga. Membuat kita sebagai ortu harus kreatif...mksh artikelnya. Bermanfaat...

    BalasHapus
  23. suka banget dengan kalimat 'jangan katakan jangan', ini sangat menarik agar kita selalu berpikir positif serta bisa semakin semangat untuk terus belajar :D

    BalasHapus
  24. Jangankan umur 3 th mbak. Aku ngajar les anak sd aja matematika logisnya masih byk yg belum bisaa. Pdhal sudah saya prcontohkan ke barang2 sekitar si anak..

    Emang harus dri kecil sih dikasih tau matematika logis pakai media barang2 terdekat anak kayak gelas plastik, kertas atau kartu dsb gtu..

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)