Mengapa Abendanon Mengedit Surat Kartini?

Bicara tentang surat Kartini yang dibukukan, bisa menjadi diskusi panjang dan menghabiskan berliter-liter kopi serta beberapa tampah kacang tanah rebus dan konco-konconya. Hal ini terjadi karena orang Belanda sekaligus pensiunan Menteri Pendidikan Hindia (1900-1905) yang memulai membukukan. Mau tak mau, banyak sisi Abendanon juga ikut dibahas. Dia simpatisan yang mana dan mengapa pula baik hati mengedarkan surat pribadi Kartini ke publik? Atau seorang oportunis? Mengapa, bahkan buku cetakan terakhir yang "terlengkap" pun hanya berisi 95 surat.




Tapi bukan hanya tentang sosok Abendanon, sih, ya. Sejarah surat Kartini yang dibukukan juga cukup panjang. Pengeditan buku sesuai "tujuan" penerbitan buku, siapa yang menerbitkan, negara mana atau malah bahasa apa. Semua itu amat sangat panjang. 



Proses mencari tahu

Saat membuat draft ini saya terjebak dengan banyak data karena ingin fokus pada siapa saja yang membuat/menerjemahkannya. Juga menemukan banyak misinformasi tentang penerbitan buku Habis Gelap Terbitlah Terang, karena semua orang mengira Armijn Pane yang menulis pertama kali. 

Saya mencoba mencari biografi Armijn Pane dan saat buku HGTT, dia baru saja masuk sekolah Stovia. Masih salah jurusan. Jadi memang masih jauh. Tapi memang benar, Armijn Pane membuat buku berjudul sama, bahkan berkali-kali mengalami cetak ulang. 


Sejarah buku HGTT versinya bisa jadi postingan blog yang panjang, lho, karena versi cetakan pertama tahun 1938 beda dengan versi yang lebih terbaru. Yang pertama dibuat ala sastra dengan memfokuskan pada 5 tahap kehidupan dan kesadaran Kartini. Bukunya juga dibuat super tipis agar bisa dibeli siapapun tanpa merogoh kocek terlalu dalam, Sobat Cakrawala Susindra.... Tujuan utamanya agar "wasiat" Kartini sampai ke semua orang, mereka segera bergerak, dan pendidikan perempuan semakin diperhatikan.


Akhirnya saya mendapatkan nama seorang pahlawan nasional yang membuat buku HGTT pertama kali (hanya menerjemahkan) pada tahun 1922, akan tapi saat itu beliau masih menjadi Asisten Dosen di Leiden. 


Bagaimana dooong....?


Seperti itulah lika-liku seorang peneliti sejarah amatiran seperti saya yang lebih banyak studi pustaka dan membaca buku-buku tua yang kadang usianya melebihi angka yang tertera di tahun lahir saya.


Saya tidak tahu apakah usia saya cukup untuk melahap semua buku tersebut....


Rosa dan Jacques Abendanon

Saya sengaja meninggalkan teka-teki di atas. Agar Sobat Cakrawala Susindra mencari tahu.

Mari kita bicara tentang suami istri Abendanon. Mengenal mereka lebih dekat dan sedikit mengklarifikasi simpang siur kapan Abendanon ke Hindia (saya pakai Hindia, ya, bukan Indonesia).


Pak Joost Cote, peneliti sejarah Kartini sejak lebih dari dua dasa warsa itu mengatakan bahwa Abendanon memulai kariernya di Hindia pada tahun 1875. Saat itu ia menjadi pegawai di bidang hukum. Kariernya menanjak cepat, sehingga pada tahun 1878 – 1881 ia menjadi Kepala Landraad di Pati. 


Dari dulu ia dari keluarga yang kuat posisinya. Ditambah lagi dengan latar belakang istri pertamanya dari keluarga berpengaruh di Jakarta. Namanya Anna Elisabeth de Lange. Keduanya menikah pada tahun 1876 dan dengan cepat memiliki 3 putra, sebelum meninggal karena kolera pada tahun 1882. Kematian itu membuatnya mengambil cuti ke Eropa selama 2 tahun (1882-1884) bersama 3 anaknya. 


Bicara J.H. Abendanon seharusnya komplit dengan istrinya, karena dialah yang membuat mantan pengacara ini menjadi pendukung utama emansipasi Jawa. Tapi, tanpa mengesampingkan peran Rosa Manuela Abendanon-Mandri, sosok yang membuat Kartini banyak menulis dan menelurkan ratusan surat... Ratusan, dan entah kapan akan ada surat Kartini yang 100% lengkap.

Abendanon bertemu dengan Rosa Emanuella Mandri di Barcelona tahun 1883 dan mereka menikah di sana. Setahun kemudian mereka semua kembali ke Jawa. Tak banyak data mengenai keduanya selama di Pati. Hanya selentingan kabar tentang kepayahan Rosa mengambil hati 3 anak tirinya, karena saat itu luka peperangan antara Belanda dengan Spanyol belum sepenuhnya terhapus. 


Tahun 1895 mereka kembali cuti ke Eropa kemudian kembali berdua. Anak-anak belajar di Belanda. Dari surat Kartini, tampaknya Rosa sudah sepenuhnya mengambil hati John (1877–1946), Eduard (1878–1962) and Geldolph atau Dophie (1880–1956).


Tinggal berdua, karier Abendanon meningkat dan dipromosikan ke Jakarta pada tahun 1896 sebagai Raadsheer di Hooggerechtshof. Mereka tinggal di Kebon Sirih Jakarta. Rosa yang supel segera mengikuti banyak kegiatan dan kajian, salah satunya adalah gerakan feminis. Mungkin darinyalah, suaminya menjadi pendukung utama emansipasi dan membuat program sekolah untuk perempuan ketika dia baru saja dilantik menjadi Menteri Pendidikan, Agama dan Industri. 



Awal Ketertarikan Abendanon pada Kartini


Abendanon tertarik pada Kartini yang pada tahun 1898 disebut sebagai contoh kemajuan dan keberhasilan pendidikan di negara koloni (Hindia) dan meminta saran pada Residen Semarang (Sijthof) tentang peluang seorang raden ajeng menjadi kepala asrama di sekolah perempuan yang sedang direncanakannya. Sobat Susindra perlu tahu bahwa saat itu Kartini belum mengenal Stella dan Abendanon. 


Kisah Kartini disebut sebagai contoh kemajuan dan keberhasilan pendidikan di Hindia oleh banyak koran di Belanda pada tahun 1988 sudah saya ceritakan di artikel berjudul Perkembangan Seni Ukir Jepara pada masa Kartini


Abendanon mengetahui Kartini dari surat terbukanya di Pameran Karya Perempuan tahun 1898 di Den Hag dan dibacakan di depan Ibu Suri Emma dan para awak media. 


Oleh karena kejadian luar biasa itu, Abendanon merasa bahwa Kartini adalah sosok yang paling tepat untuk menjadi kepala asrama sekolah perempuan yang sedang direncanakannya. 


Sijthof kenal Kartini sejak kecil, saat ia masih menjadi Residen Jepara. Iya, Jepara pernah jadi karesidenan besar. Panggilannya Oom Piet. Dari suratnya pada para sahabat pena, tampak benar mobilitas Kartini, dan dia terbiasa ke Semarang untuk memenuhi undangan Sijthof. "Kami diperlalukannya seperti furniture eksotis dan dipamerkankan kepada semua tamunya (Sijthof)," kata Kartini pada Rosa.


Om Piet-nya bertanya di depan ayahnya, apakah dia tertarik menjadi seorang kepala asrama, dan raden ajeng itu menunduk tanpa kata karena menangkap sinyal khawatir sang ayah. Kartini amat sangat bahagia namun menurut aturan Jawa, raden ajeng tidak boleh berkehendak, mengeluarkan suara, berpendapat, wajahnya terlihat, atau pun melakukan sesuatu di depan umum yang bukan keluarganya. Menjadi kepala asrama sebelum menikah, akankah ada orangtua yang mau menyekolahkan anaknya ke sana?



Kartini di mata Abendanon (menurut pendapat Cakrawala Susindra)

Maka dengan sendirinya, suami-istri Abendanon mencari Kartini dan datang ke Jepara pada bulan Agustus 1900. Dari situlah kedekatan mereka. Apalagi Rosa yang penyayang anak tak memiliki keturunannya sendiri. 3 putri Bupati Japara dengan segera diminta memanggil Moedertje (ibunda) lalu menjadi Moeke (sapaan ibu yang lebih dekat lagi). 

Kartini adalah ujian keseriusan pasangan Abendanon dalam memperjuangkan idenya membuat sekolah perempuan. Ia ingin cepat terlaksana, akan tetapi Kartini ingin ke Belanda dulu. Ke Belanda berarti harus melewati beberapa tahun untuk kembali ke Hindia dan sangat mungkin Kartini akan ditolak menjadi Kepala Asrama oleh para orangtua karena dianggap telah separuh Eropa. 


Pada masa itu, perempuan yang menikah dengan orang Belanda dikucilkan karena dianggap setengah Eropa....


Bagaimana dengan Kartini? Ke luar dari Hindia adalah sebuah cara untuk lepas dari jaring pernikahan paksa. Sebuah cara untuk membersihkan diri dari belenggu adat. Jarak Japara Eropa terlalu jauh sehingga takkan ada calon suami yang berani menjangkaunya.

Kendala mereka yang paling nyata sebenarnya adalah menenangkan para pegawai birokrat Binnendland Bestuur dan Inlandsh Bestuur yang kompak menolak adanya sekolah untuk perempuan... 

Pernikahan dan kematian Kartini adalah pukulan berat bagi suami istri Abendanon dan mungkin menjadi penyesalan seumur hidup, sehingga ingin pemikiran “anaknya” dikenang. Hasil penjualannya akan dijadikan modal membuat sekolah dengan nama almarhumah.


Bahkan jauh setelah Kartini meninggal dan semua adiknya dewasa, menjadi orangtua, suaminya telah lama berkalang tanah, Rosa tetap mengulurkan "cinta" pada mereka. Semuanya memanggil ibu. Saat semuanya telah menua, Soematri si adik perempuan terkecil telah memiliki anak remaja, ia tak lagi memanggil ibu. Dia dipanggil sahabat. 




Proses penyusunan Door Duisternis tot Licht

Door Duisternis tot Licht: Gedachten over and voor het Javaansche Volk (DDTL) atau Habis Gelap terbitlah terang terbit pertama kali pada tahun 1911. Izin membuat surat-surat Kartini menjadi buku disampaikan sejak tahun 1906. Komunikasi yang kurang lancar antara Jepara-Belanda menjadi salah satu kendala. Selain, izin dari penerima surat yang kadang juga tak mudah didapatkan. 

Stella atau Estella Zeehandelar misalnya, meminta penghilangan banyak bagian dari surat itu, dan ikut memeriksa hasil akhirnya. Surat pada Stella memang seperti surat seorang adik kepada kakaknya. Kadang penuh tawa, kadang berisi keluhan dan tangisan. Juga syak prasangka akan kondisi sekitarnya. Hal-hal semacam ini hanya boleh diketahui oleh penerimanya sendiri.


Kesulitan paling berarti adalah dari pihak Anneke Glaser atau Annie. Saat Annie tinggal di rumah Kartini dan menjadi pembimbingnya, Abendanon adalah atasannya. Menterinya. Yang mengaturnya mendapat tugas kerja di sana. Annie mengatakan bahwa semua surat dari Kartini padanya sudah dibakar. Bertahun-tahun kemudian, keturunannya menyerahkan sebuah surat ayah Kartini kepada Annie, tentang rencana pernikahan Kartini dan tentang calon menantunya.



Door Duisternis tot Licht

Buku Door Duisternis tot Licht: Gedachten over and voor het Javaansche Volk (DDTL) terbit pada tahun 1911. Saya tidak tahu apakah cetakan pertama itu langsung berisi 95 surat, atau apakah bertahap. Setahu saya cetakan ke-4 yang akhirnya lengkap. Bahkan setelah Indonesia merdeka, ada buku kumpulan surat tanpa edit, berjudul Kartini: Brieven. Tepatnya tahun 1987. Buku yang saya sebut terakhir ini berisi 48 surat kepada suami-istri Abendanon.

Lanjut ke buku DDTL ya.


Buku DDTL dicetak oleh N.V. Electrische Drukkerij "Luctor et Emergo" di 's-Gravenhage pada tahun 1911. Cetakan kedua dan ketiga ada tahun 1912. Cetakan terakhir pada tahun 1923.

Kalau tidak salah sampai cetakan terakhir. 

Keterangan ini ada dalam buku "Seksi Pergerakan Nasional", yang memuat tulisan Soekesi Soemoatmaja berjudul "Sekolah Kartini Suatu Usaha untuk Menyebarkan dan Meningkatkan Kecerdasan Wanita pada Permulaan abad XX". Makalah tersebut membahas tentang sejarah awal orang-orang di Jawa memasuki dunia pendidikan dengan cara mengundang guru dari Eropa ke rumah pada pertengahan tahun 1980an sampai berdirinya Sekolah Kartini yang didirikan oleh Kartinifonds.




Mengapa Abendanon mengedit Surat Kartini

Banyak yang mempertanyakan alasan Abendanon mengedit dan mengoreksi surat Kartini. Pemangkasan bagian-bagian yang tepat membuat surat-surat tersebut sangat indah dan sampai sekarang masih saja ada yang mengatakan "too good to be true".

Menurut saya, alasan membuang bagian “kembang” adalah cara untuk FOKUS pada tujuan utama yang lebih besar. 


Bukan karena alasan pribadi. Tak perlu lah keluhan Kartini tentang pernikahan usia dini Mimi si anak Bupati X membuatnya sedih dan marah dibaca semua orang. Tak perlu lah kritiknya pada pemerintah Hindia dibuka. Jangan pula membuat para bupati murka karena Kartini menentang poligami yang lazim terjadi pada saat itu. Mungkin mereka tidak akan pernah malu kedapatan terlalu boros berbelanja kriya ukir sehingga hampir di semua surat ada transaksi penjualan dan saldo pelunasan.... karena suami istri Abendanon adalah anggota ekslusif Oost en West, jaringan penjualan kriya bumiputra. Silakan bayangkan marketplace dengan jaringan seluruh Eropa dan Asia, jika sulit membayangkannya.


Semua yang saya sebutkan itu, semuanya ada di surat Kartini yang versi lengkap.


Kalau semua dibuka, betapa tebal dan mahal harga buku itu, dan apakah tidak akan menjadi salah paham untuk Kartini sendiri, sehingga pemikiran jeniusnya tentang pendidikan perempuan, keterampilan, kebersihan diri, P3K, serta konsep ibu sebagai guru utama anaknya akan menjadi kabur.


Padahal pemikiran jenius Kartini tentang perlunya sekolah, pendidikan perempuan, keterampilan, kebersihan diri, P3K, serta konsep ibu sebagai guru utama anaknya, adalah “produk yang dijual” sehingga harus jelas terpampang.



Kedahsyatan surat Kartini sehingga dibukukan

Beuh... lama-lama saya lelah menulis judul lengkapnya. Maaf.... Kondisi fisik sedang drop dan unyil semangat menjadi "Uler" yang mengelilingi saya. 



Menurut Pak Joost yang sudah 23 tahun meneliti surat dan persona Kartini - dan sampai sekarang masih sangat semangat - surat Kartini menggambaran sosok multidimensi Kartini. Selama ini di Indonesia Kartini hanya diingat sebagai pelopor emansipasi yang bahkan akan selalu ada yang mempertanyakan.

Kemarin saya bertemu dua sosok luar biasa maha benar netizen sehingga dengan keras mempertanyakan Hari Kartini dan ada yang meminta tanggal 21 April jadi Hari Poligami. Maha benar netizen dengan segala dalilnya!


Pak Joost menjadi satu di antara peneliti internasional yang berhasil mengembalikan sosok Kartini sebagai pelopor emansipasi, penggerak kebangkitan nasional, pebisnis andal, penulis, pelukis, dan seniman. 


Ini alasannya menerbitkan buku berisi surat terlengkap di dunia saat ini, berisi 141 surat Kartini kepada 10 sahabat penanya. FYI, Sobat Cakrawala Susindra, jumlah surat Kartini jauh dan jah lebih banyak daripada itu. Jika dikumpulkan semua, entah berapa ribu halaman. Buku Pak Joost ini berisi 900an halaman.


SAYA kutip langsung ya, pernyataan Pak Joost tentang buku terlengkapnya. Terjemahkan sendiri. Wkwkwk.


In addition, drawing on the Kartini archive housed in the Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies (KITLV), Leiden, the volume makes available for the first time all her known published writing. 


As such, the second aim of this publication is to provide readers with the first complete collection of the writing of Raden Ajeng Kartini in English, or indeed in any other language. This will provide an international readership with a more rounded and complex portrait of this significant historical figure. 


It is hoped it will also provide readers with an interest in Indonesian women’s history, modern Indonesian history, and the history of the international women’s movement with an authoritative resource for understanding the complexity of what may be described as an early expression of cultural nationalism in Indonesian.


Si unyil Giandra makin aktif dan hari makin sore. Saya cukupkan dulu sampai di sini. Toh sudah ada banyak bonus keterangan dari artikel berjudul Mengapa Abendanon Mengedit Surat Kartini ini. 

Semoga artikel ini memberi khasanah baru tentang Raden Ajeng Kartini, Pahlawan Nasional kita itu. Saya banyak menulis tentang sejarah, Jepara dan Kartini. 
Semoga membantu...

35 Komentar

  1. hihihi lengkap banget Mba, meskipun ngumpulin data dan menulisnya sambil diawasin penuh oleh bos kecil Giandra hihihi.

    Btw saya dong belum pernah baca bukunya, jadi masih agak meraba-raba.
    Dan hal yang paling saya sukai kalau membahas Kartini adalah emansipasi, patriarki dan feminisme :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu hanya sebagian kecil Mbak.
      Bagi kami yang membaca, 25 tahun usia Kartini itu sangat padat dan berarti. Banyak sisi yang bisa digali

      Hapus
  2. baru tau alasan Abendanon mengedit surat Kartini..memang sih tdk semua hra diungkap publik ya kak.. krna terkadang ada opini pribadi yg untuk sebagian orang malah jadi negatif persepsi nya..btw uraiannya keren lho kak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, agar fokus. Editnya juga cuma memotong yang tidak perlu

      Hapus
  3. Menurut saya alasan Abendanon mengedit surat-surat kartini sudah pas ya, Mbak Susi. Karena tidak semua harus diketahui oleh publik, kerena bisa saja memicu sesuatu yang ak diinginkan. Menarik sekali membaca ulasannya, Mbak Susi. Sangat lengkap, membuka cakrawala saya seputar surat Kartini ini.

    BalasHapus
  4. haduhh jadi salfok sama giandra, pengen cubitin pipinya hehehe
    cerita kartini seru dan nggak ada habisnya untuk ditelusuri, suka sama tokoh tokoh yang seperti ini

    BalasHapus
  5. Mba Susi, gak papa mba menghabiskan berliter-liter kopi, aku dengan senang hati setia membaca tulisan dan ulasanmu. Hihihi.

    BalasHapus
  6. Saya baru pertama kali taju akan informasi ini. Selama ini memang hanya tahu Kartini secara umum, sebatas penggerak emansipasi wanita dengan HGTT. Tetapi dengan fakta, baru 141 surat dengan jumlah halaman 900'an, saya menyadari bahwa Kartini bisa jadi contoh penulis perempuan sejati di zamannya. Bergerak dengan tulisan yang multidimensi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya juga baru tau.
      Mungkin kalo dulu sudah ada internet, Kartini pasti jd blogger juga.

      Terima kasih infonya mba susi, saya suka membacanya

      Hapus
    2. Masih banyak yang unpublished dan menunggu gilirannya

      Hapus
  7. Mbak Susi... dulu sih pernah saya dapat mata kuliah Belanda tp cuma 1 SKS, haha. Jadi udah banyak yg lupita. Makasih ya Mbasay jd tau kenapa Abandanon mengedit surat Kartini ya. Untuk apa info2 yang kurang penting diikutsertakan. Malah pemikiran Kartini soal pendidikan perempuan jadi kabur kl kebanyakan "drama" itu ya haha. Tfs Mbakku. Selamat Hari Kartini ya Kartini Indonesia

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat Hari Kartini Mbak.
      Mbak Mia ini salah satu sosok Kartini, lho.

      Hapus
  8. Mbak Susi...... aku salut dengan dirimu yang luar biasa mengupas alasan "Mengapa Abendanon Mengedit Surat Kartini" Mungkin beberapa alasan sudah terkuak, tapi diriku kok kepikiran banyak cerita surat itu yang mungkin ngga bisa digali lebih dalem bersama Kartini kali ya, karena mereka tak bertemu saat bukunya ditulis. menurut ku aja sih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kajian tentang Kartini masih terus dilakukan dan baru sebagian saja yang selesai diteliti. Tiap masa akan selalu ada tambahamnya

      Hapus
  9. Mbak Susi, tulisan ini lengkap sekali dan meninggalkan PR buat pembaca hahaha. Meski begitu, aku jadi tahu jika ada editing di surat Kartini itu. Tapi menurutku alasannya wajar dan bisa diterima, karena hal remeh temeh enggak perlu ada, kuatir rancu dengan pesan yang ingin disampaikan Kartini tentang emansipasi

    BalasHapus
  10. Ulasannya lengkap. Saya sendiri belum pernah baca buku HGTT. Sekarang jadi tau kalo banyak surat Kartini yang diedit oleh teman pena beliau saat akan dijadikan buku.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hanya versi DDTL yang dibuang bagian yg tidak penting. Versi lainnya tidak.

      Tahun 1912 pendidikan perempuan belum diperhatikan. Jika perempuan terdidik kedapatan menulis yang tidak tentu, apakah akan ada yang mau memasukkan anaknya ke sekolah?

      Hapus
  11. Jujur aja saya agak bingung baca tulisan mbak Susi ini, apakah saya harus membaca kisah-kisah selanjutnya atau gimana ya? Apakah pengaruh juga kalau saya kurang suka membaca sejarah? Hehehe. Yang saya tahu sih Kartini menikah dengan lelaki kaya yang lebih tua darinya, lebih dari itu belum terlalu banyak yang saya ketahui.
    Namun, postingan ini menambah pengetahuan saya tentang Kartini sih
    Thanks for sharing mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau soal kekayaan, lebih kaya Kartini Mbak. Jauuuh...
      Kalau tentang kebangsawanan, lebih kental Kartini.
      Beliau menikah agar bisa membuat sekolah perempuan

      Hapus
  12. Inilah kalau tulisan hasil riset. Keren dan lengkap banget. Btw acara yang mengenang kartini kemarin itu jadi or batal mbak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ditunda Mbak.

      Alhamdulillah masih suka membaca

      Hapus
  13. Bingung mau komen apa. Aku menikmati setiap detil yg mbak ceritakan meski gak bisa mengingat semuanya terutama istilah2 yg sulit di baca. Tapi aku mau loh kalo mau di ceritain lagi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Mbak. Baca semua yang di kategori Sejarah Kartini. Saya menulis cukup banyak

      Hapus
  14. Kalau baca tulisan ini, sepertinya memang wajar saja Abendanon mengedit surat Kartini. Supaya orang fokus dengan pemikiaran Kartini yang jenis seputar pendidikan kaum perempuan. Tapi setidaknya sekarang jadi lebih jelas apa yang selengkapnya ditulis oleh Kartini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Maaf banyak typo :(
      Maksudnya: supaya orang fokus dengan pemikiran Kartini yang jenius seputar pendidikan kaum perempuan.

      Hapus
    2. Benar Mbak. Agar orang beli, baca dan terinspirasi

      Hapus
  15. Love it mbaakk. AKu jd inget saat SMP pernah ikuta karya tulis soal RA KArtini gak asing dengan nama Nyonya Abendanon. BTW baru tahu ternyata ada editing dalam suratnya ya? Selama pesannya sampai dan tdk merubah arti hmmm, kyknya gtu ya, tak masalah ya mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, tidak mengubah arti. Hanya memotong bagian yang perlu dipotong

      Hapus
  16. Membahas mengenai sosok besar Kartini sebagai pahlawan Nasional memang gak bisa dari satu sudut pandang yaa...
    Aku kemarin sempat judgement mengenai beliau, tapi aku ga berani mengutarakan ke kak Susi ataupun yang lain, cukup menjadi kesimpulanku pribadi.

    Namun,
    Setelah membaca kisah hidup Kartini, aku edikit banyak jadi paham. Pada masa itu, inilah yang beliau bisa wujudkan. Perjuangan melalui tulisan dan mengenai perempuan.

    Terjajahnya kaum perempuan pada masa itu memang sungguh membuat miris.

    Semoga tulisan kak Susi berlanjut lagi...
    Aku suka banget. Humble dan mudah dipahami. Untuk pembaca awam sjarah kaya kau gini...khususnya.

    BalasHapus
  17. Wuah iya. Pas di sekolah dulu, saat mbahas Kartini pasti juga sedikit membahas Abendanon. Ksrena kaitannya cukup erat

    BalasHapus
  18. Sedih banget saya belum pernah baca habis gelap terbitlah terang memang sih, kalau sudah bercerita sejajarah, ada banyak versinya

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)