Pena Jepara, Ruang Kolaborasi untuk Penulis Jepara

Awal tahun 2023, sebuah ruang kolaborasi untuk penulis Jepara bernama Pena Jepara tiba-tiba lahir. Bagi saya pribadi, seperti cilukba. mengagetkan. Menghentak. Padahal awalnya adalah rapat kecil untuk membahas bedah buku antologi cerpen bertema keperempuanan di Jepara. Sebuah buku yang bagi saya seperti sebuah letupan perlawanan perempuan Jepara akan konstruksi sosial yang ada. Pesan ini saya tangkap tentu saja karena saya punya kecenderungan meneliti sejarah perempuan dan beberapa teman melabeli saya sebagai seorang feminis.



Tentu saja saya bukan seorang feminis. Berkutat dengan literasi "keperempuanan dan perjuangan perempuan dalam mencapai kesetaraan" tak membuat saya menjadi seorang feminis. Pernah menjadi pejuang pemberdayaan perempuan, memang, saat masih aktif menjadi penyuluh parenting. Namun itu hanyalah sebuah cara untuk berbagi dengan cara yang lain. Sambil belajar membenahi diri sebagai ibu yang berbahagia dengan perannya

Kalau akhirnya saya memutuskan ikut dalam gerakan literasi kejeparaan, itu juga cuma bagian dari keinginan saya untuk menjadi bahagia sebagai penulis yang punya banyak teman seperjuangan. Juga menyadari banyak teman-teman saya yang punya potensi menjadi penulis namun sering merasa belum layak. Mungkin dengan merangkul mereka dalam sebuah buku antologi akan menumbuhkan semangat menulis buku. 

Seringnya sebuah buku antologi dibuat lalu berhenti di lingkup yang tak seberapa luas, alias jangkauan pembacanya masih kurang. Saya tahu itu. Tapi dengan melatih standarisasi, saya tetap optimis peluangnya tetap besar. Terlebih, tulisan bertema Jepara yang diakui masih termasuk langka.


Tradisi literasi di Jepara

Jepara terkenal dengan dua tokoh literasi yang kebetulan merupakan kakak beradik, yaitu Kartono dan Kartini. Yang satu wartawan Perang Dunia Pertama dari Indonesia, yang satunya juga punya beberapa karya yang terbit di media cetak ternama Belanda dan Hindia Belanda. Seratusan suratnya masih menjadi sumber penelitian sejarah lokal dan sejarah dunia sampai sekarang.

Tak banyak yang tahu bahwa beberapa tokoh terkenal di bidang literasi pernah menghirup udara Jepara selama banyak waktu, sebut saja Cipto Mangoenkoesoemo. Dua adik tokoh literasi di atas juga karyanya beberapa kali terbit di surat kabar. Roekmini, Kartinah dan Soemantri membuat seruan di De Locomotief untuk para pemuda Jawa (mereka menyebut Jong Java, padahal belum lahir) beraliansi mengangkat harkat martabat masyarakat Jawa yang sudah terpuruk sejak lama. Kenapa Jawa tentu saja karena kepulauan lain masih belum terjangkau.



Bagaimana dengan tokoh progresif dari Belanda yang juga aktif menulis, bahkan kutipannya masih dipakai peneliti sejarah? Minimal saya punya 3 nama dari sekian yang saya temukan: Sijthoff, Gnggrijp, Mühlenfeld. Tentu saja masih ada nama-nama lain di era sebelum Politik Etis, yang nyari datanya susaaah banget, jadi saya simpen dulu untuk data buku kejeparaan saya. 

Tradisi literasi di Jepara sejak lama memang sudah sangat tinggi. Orang-orang hebat ditatar di sini sebelum pndah ke kota besar, meskipun terus-menerus turun dan semakin sepi, tersudut di pojok utara Jawa. 

Mengapa kita tak segera bersama-sama mengisi rak-rak buku bertema Kejeparaan, agar semakin banyak orang yang mengetahui bahwa kota kita merupakan inkubator DNA literasi di Indonesia? Bahwa puluhan tokoh progresif dari masa ke masa pernah menjadi warga Jepara? Bahwa ada banyak penulis asli Jepara yang sudah berkibar di mana-mana dan perlu dibujuk untuk ikut serta menulis tentang Jepara? Merawat tradisi literasi yang sudah ada jauh sebelum kelahiran kita?


Kolaborasi itu apa?

Rasanya saya sampai berbusa-busa kalau menjelaskan tentang kolaborasi. Saya yakin ini bukan kata yang asing di telinga, juga bukan kata yang asing sama sekali. Pasti sudah tahu, karena sering dipakai sejak kita memasuki era milenial.

Kolaborasi adalah kerja sama dalam mencapai tujuan bersama. Tujuan ini tak selalu satu, bisa bercabang-cabang. Tak selalu dilakukan secara personal tapi juga bisa antar organisasi, antar instansi, antar komunitas, bahkan antar perusahaan besar. 

Contoh kolaborasi dua perusahaan raksasa adalah Indofood dan Nestle. Mereka membuat joint venture (perusahaan patungan bernama PT Nestle Indofood Citarasa Indonesia, untuk menciptakan peluang memperbesar pangsa pasar. Nyatanya kolaborasi mereka bahkan sangat menguntungkan dalam hal penghematan biaya investasi, yang dengan sendirinya menghasilkan keuntungan yangl ebih besar.



Masih banyak contoh kolaborasi yang bisa dicari di Google untuk meyakinkan para penulis Jepara akan pentingnya berkarya bersama. Kebetulan saya menemukannya di IDN Times, yaitu 8 kolaborasi brand besar yang mengejutkan. Apa saja? 

  1. Hyundai dengan Prada
  2. NASA dengan Lego
  3. Supreme dengan Kermit the Frog
  4. Burger King dengan Cheetos 
  5. Reebok dengan Emporio Armani 
  6. KFC dengan Susan G. Komen
  7. BMW dengan Louis Vuitton
  8. Tony Moly dengan Samyang

Bagaimana dengan kolaborasi menulis? Tentu saja ini adalah hal yang sangat menguntungkan, karena sejumlah penulis yang berasal dari berbagai latar belakang profesi bersepakat untuk bersama-sama menghasilkan karya. Dari rilisan Gramedia, ada 5 novel viral yang merupakan hasil kolaborasi, yaitu:

  1. Lengking Kematian karya Marlina Lin & Irna Putri Bahati
  2. Becoming Unstoppable karya Maria & Elizabeth Rahajeng
  3. Risara karya Sara Wijayanto & Risa Saraswati
  4. Anomali Hati karya Putri Cendana & Elizabeth Stefani
  5. Nagra dan Aru karya Inggrid Sonya & Jenny Thalia

Mengapa saya menyebut yang terkenal, hanyalah agar memantik semangat, bukan klaim akan mengajak ke sana. Beda level dan beda kemampuan.

Salah satu yang saya sukai dar metode kolaborasi adalah potensinya untuk melahirkan kebiasaan untuk wawas diri dalam berperilaku dan berkomunikasi. Pasalnya dalam kolaborasi itu, asas egaliter menjadi salah satu ruh yang dikedepankan. Kesetaraan. Kata ini muncul bukan karena dugaan saya seorang feminis tapi karena memang demikianlah adanya. 

Memang bukan sebuah ajakan yang mudah diterima oleh beberapa orang yang masih menggunakan identitas sebagai barometer. Patronase memang menjadi sesuatu yang sangat dipegang oleh masyarakat Jawa, sehingga ajakan untuk membuka sekat menimbulkan perasaan tidak nyaman atau ketidaksiapan. Mungkin juga kecurigaan, jangan-jangan hanya untuk mengambil klaim sebagai yang ter-ter-ter dan ter. Yah, bisa jadi demikian meski otak saya tak bisa sampai ke sana. 

Kesetaraan adalah prinsip saya sehingga berani tampil, padahal dengan berseloroh, ada kalanya saya menyebut diri sebagai kaum jelata. Dan saya memang tak punya darah orang kaya, darah santri atau darah bangsawan. Hanya anak nelayan berperahu kecil, melaut sendirian di pinggir laut. Seorang putri dari ibu yang membeli dan menjual barang bekas di pasar. Saya juga mengungsi di desa bersama masyarakat yang disebut akar rumput dan mayoritas masuk ke RTM sehingga dapat bantuan ini itu dari pemerintah ini itu, yang saya pernah merasa iri di awal pandemi. Tak tahu apa yang bisa saya sombongkan dari itu sehingga dianggap berani mengklaim ini itu. Hehehe. Mungkin ini serupa gerakan dari bawah untuk tumbuh bersama.

Kesetaraan pula yang membuat saya mampu menulis di Cakrawala Susindra dengan perspektif yang kaya, karena saya tak membatasi dalam sekat. Semua adalah kamerad saya dalam berjuang untuk mengenalkan Jepara sebagai kota literasi. Jadi? Apakah mau masuk ke Pena Jepara dan berkolaborasi dalam literasi?


Pena Jepara, sebuah tawaran kolaborasi

Saya dan teman-teman punya harapan besar dengan Pena Jepara. Sebuah nama untuk beberapa arti, yang sebagian memang setengah seloroh karena cocok logi:

  1. Penulis Asli Jepara
  2. Penulis Antologi jepara
  3. Penulis abadi Jepara
  4. Penulis Anak Jepara
  5. Penulis Amatir Jepara
  6. Penulis Alay Jepara


Yah, memang untuk abadi, amatir, alay merupakan selorohan saja, meskipun kami benar-benar berharap para penulis yang sudah mencapai menara gading (penulis abadi) bersedia berbagi sedikit aura mereka pada para adik-adik mereka yang masih berjuang. Kata amatir agar mereka yang masih takut-takut memasuki gerbang kepenulisan bisa percaya diri dan merasa diterima. Mereka yang dikatakan alay dan kadang disisihkan merasa punya ruang untuk bertumbuh.



Kami memang ingin memunculkan perasaan memiliki dan perasaan memiliki misi yang sama sehingga pelan-pelan menanggalkan sekat-sekat yang membuat kesetaraan tercapai.

Harapan kami semoga kelak ada divisi penerbitan dan divisi penjualan yang akan membantu para penulis untuk menitip-jualkan buku miliknya. Ini akan terjadi jika sudah banyak yang tergerak untuk berkolaborasi dan bertumbuh bersama. Silakan warga Jepara yang membaca ini untuk langsung bergabung ke Pena Jepara.


Antologi Kartini di Hati

Saya harus jujur mengatakan bahwa Pena Jepara masihlah bayi yang lahir pada tanggal 5 Januari 2023 lalu. Sebuah mimpi besar beberapa penulis wannabe yang punya mimpi untuk menjadi penulis. Saya salah satunya. Usianya baru 4 hari dari sekarang. 

Mimpi besar itu dimulai dari sebuah kesepakatan untuk membuat 3 antologi buku bertema kejeparaan setiap tahun, yaitu Kartini, sejarah lokal, dan sosial budaya. Tema pertama dipilih karena tiap bulan April ada Kartinian. Akan jadi waktu yang tepat untuk mengkaji sosok perempuan hebat dari Jepara ini.


Kami mengundang semua warga Jepara tanpa kecuali untuk menulis tentang Ibu kartini. Bisa apa saja: kenangan, harapan, pemahaman, persepsi, harapan, atau realita sehari-hari mereka sebagai perempuan Jepara. 

Ini bukanlah buku antologi sejarah, meski akan sangat menyenangkan jika ada beberapa naskah sejarah. Buku ini akan jadi sebuah buku tentang pemikiran warga Jepara terhadap warga Jepara yang karyanya mendunia. Tak harus essai. Tulisan personal dengan teknik story telling atau reportase juga boleh. Mungkin bisa dikategorikan creative writing. Nanti para kurator akan connecting the dot atau menyusun titik-titik penuiisan agar meskipun tulisan dari beragam karakter namun tetap berkesinambungan. Memang akan jadi kerja keras, namun menurut saya layak dilakukan.

Saya dengan nekat memberi janji akan memberikan pendampingan khusus selama 3 hari untuk membedah dan merevisi tulisan yang sudah dikumpulkan sebelum tanggal 21 Januari 2015. Harapan saya, warga Jepara yang ingin punya buku antologi akan bersemangat ikut mengirimkan naskahnya, dan naskah tersebut tetap sesuai standar Pena Jepara. Saya bayangkan kami akan mengadopsi sistem selingkung ala penerbit terkenal karena beberapa kosakata Jepara pastilah masuk dalam buku. Haha! Kok auto menggelembungkan dada, seakan mampu melakukannya. 

Tapi begitulah saat sebuah energi besar lahir dan mencoba menggerakkan. Banyak mimpi yang tiba-tiba muncul dan memecahkan diri menjadi turunan mimpi. Saya sampai pusing sendiri. Beruntung suami mengizinkan kali ini. Setelah beberapa tahun melindungi saya di rumah, akhirnya boleh keluar. Senangnya. Semacam emak pingitan yang sudah dilepas saja. Langsung bedal-bedal ke mana-mana dan menjadi salah satu motornya Pena Jepara. 


Sekira ada yang tertarik ikut antologi, atau sekadar ingin dapat pendampingan penulisan dari saya, silakan cermati juknis penulisan "Kartini di Hati" di bawah ini:

1.  Artikel bersifat NON-FIKSI

2.  Tema "Kartini di Hati". Bercerita tentang apapun yang berkaitan dengan Ibu Kartini: cerita Kartinian, kenangan, persepsi, opini, dll. Sedapat mungkin memuat nilai-nilai positif, inspiratif, dan memotivasi.

3. Hanya untuk warga Jepara, baik kelahiran maupun domisili.

4. Tidak bersentuhan dengan SARA atau kalimat apapun yang mendiskriminasi personal atau organisasi tertentu. 

5. Naskah original dan belum pernah dimuat di media lain.

6.  Teknis penulisan: 

   a. Margins 2 (atas, bawah, kiri, kanan) 

   b. Font yang digunakan adalah Calibri, ukuran 11.

   c. Minimum 1500 kata maksimum 3000 kata (tidak termasuk judul dan bionarasi).  

   d. Bionarasi maks. 70 kata dalam halaman terpisah (di bawah)

   e. Foto penulis dalam file terpisah

   f. Nama penulis diletakkan di bawah judul

7. Naskah diterima maksimal tanggal 31 Januari 2023

8. Kurasi dan editing mulai Februari. 

9. Penulis bersedia dirapikan PUEBI-nya

10. Informasi/pertanyaan dapat disampaikan di grup WhatsApp/Facebook (kontributor tidak wajib masuk).


Doakan buku perdana kami lancar dan bertemu dengan pembaca seluas-luasnya. Semangati dan doakan kami yang baru lahir ini, agar bisa mewakili beragam persepsi para anggotanya. 




9 Komentar

  1. sudah lama tidak menulis dengan pena bagus, biasanya kalo di sekolah selalu wajib

    BalasHapus
  2. Komunitas seperti ini yang buat kepenulisan semakin luas dan menyatukan para penulis yang kebanyakan introvert dan tertutup. Bermanfaat banget sih komunitas kayak gini untuk perkembangan literasi apalagi kalau satu daerah bisa berkumpul dengan baik. Terima kasih sharingnya!

    BalasHapus
  3. Amiin ya Allah semoga lancar dan dimudahkan dalam proses pembuatan, rilis, sampai menebar manfaat yang seluas-luasnya ya Mba Susi.

    BalasHapus
  4. Salut aku mba. Mengembangkan literasi di Jepara. Semoga dimudahkan dan dilancarkan ya Mbak

    BalasHapus
  5. Masya Allah.. aku pikir para penulis perempuan Jepara saat ini sangat beruntung bisa bertemu dengan mbak Susi. Energinya luar biasa, ilmunya juga gak main-main. Lalu mengajak berkolaborasi untuk mewujudkan satu per satu mimpi literasi di Jepara. Wuihh..
    Sukses selalu, Mbak. Semoga proyek pertama ini berjalan lancar 😊

    BalasHapus
  6. Semoga lancar buku perdana nya dan memantik semangat menulis berbagai kalangan di jepara. Memang kadang literasi itu perlu wadah biar berkembang gak skedar minat saja

    BalasHapus
  7. Salut banget dengan kecintaan kak Susi dengan dunia literasi.
    Langkahnya memanjang karena mengedukasi sekaligus mengajak masyarakat Jepara yang cinta literasi dengan cara yang seru dan kreatif seperti membuat antologi buku.

    Kak Susi, Barakallahu fiik~
    Sukses selalu.

    BalasHapus
  8. Aamiin mbak semoga lancar ya rencana buku pertamanya.
    Wow iya yaaa zaman dahulu org Jepara udah banyak yang pinter menulis, terutama RA Kartini bersaudara.
    Aku jadi makin pengen mbak ke Jepara. Ntr meet up2 donk hehe.
    Dengan adanya komunitas dan kolaborasi akan bikin banyak nama baru di dunia penulisan khususnya Jepara ya. Soalnya zaman skrng memang eranya kolaborasi utk maju bareng2.

    BalasHapus
  9. alhamdulillah, amin semoga selalu dimudahkan segala urusan...
    ditempat saya (pamekasan) jepara lebih terkenal furniture nya, tapi ada banyak sisi lain dari jepara termasuk hal yang menjadi komunitas dari tangan2 kreatif.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)