Semua Baik-Baik Saja

Saya lupa kapan tepatnya berhenti bercerita. Berhenti cerewet melalui tulisan. Menjadi sering waspada jangan sampai menyakiti orang lain atau terkesan membanggakan diri sendiri. Psst.... Silent.... Bungkam.... Yang penting semua baik-baik saja. Atau setidaknya bisa memberi sugesti ke diri sendiri bahwa tak ada yang perlu dijadikan rintangan hati. Ini mantra yang sangat ampuh dalam menghadapi beragam kondisi yang terjadi dalam kehidupan. Apapun itu.



Ada waktu ketika saya ingat pernah rajin menulis tips mengasuh anak di Facebook dan cukup banyak di-share. Saya menulis daily life menceritakan suatu kejadian nyata yang disamarkan, lalu diberi catatan berupa tips. Lalu blaik, ternyata ada tetangga dari tetangga cukup jeli mengenali kalau ia ada saat kejadian dan memberitahu tetangga yang saya jadikan contoh. Dari tetangga ke tetangga, judulnya. Hehehe.

Tapi memang saya perlu waktu lama untuk itu karena satu dan lain hal yang berhubungan dengan pertetanggaan. Baru setahun ini saya menyadari dampak punya tetangga yang selalu menghabiskan stok persediaan kata dan cerita pada semua orang yang datang ke rumahnya, dan sehari bisa ganti 3 kelompok cerita dengan tema yang sama.... Jadi saya punya banyak renungan untuk kata dan cerita, dan saya pun semakin bungkam jadinya.

Juga ada saat saya cerita tentang bahaya Covid di awal pandemi, tak seberapa awal, sebenarnya. Saya menulis ada saudara yang kena, dan keluarga tidak terima. "Duer!" ramai sekali di keluarga saya; dianggap sebagai pembuka aib yang kebangetan. Kalau misalnya bisa, saya mungkin dicutat dari keluarga. Hehe. Tapi itu sudah berlalu.

Di sisi lain saya juga dekat dengan sebuah komunitas sejarah yang sering disambangi orang-orang terkenal, selebritis, bahkan instansi pemerintahan pusat namn tak pernah bercerita. Sesekali saya di sana menjadi yang membantu memberi data sejarah lokal Jepara. Komunitas ini sama sekali tak pernah menceritakan pertemuan tersebut, seakan bertemu seleb nasional atau mantan menteri sama dengan bertemu tetangga jauh yang punya kesamaan minat, yaitu Kartini. 

Dari mereka, saya malah makin diam. Ada fotonya namun tak pernah bercerita. Lama-lama malah tak pernah berfoto lagi, mereka yang ambil foto saya. Biar saja. Saya suka membaca sejarah dan suka bercerita tentang sejarah. Kesederhanaan dan kehati-hatian komunitas ini mungkin saya salah artikan. Tapi inilah saya yang sekarang.

Lalu, ketika berkali-kali menemani outing class sekolahnya Giadra, putra ragil saya yang masih PAUD, saya menyadari kalau ada satu kesalahan fatal yang takkan dilakukan oleh bloger: 

1) Tidak mengambil gambar apapun sampai aktivitas outing selesai. HP aman di dalam tas sampai selesai.

2) Tidak menulis pengalaman outing tersebut, baik di media sosial maupun di blog.

Silent.....


Ada apa dengan saya?

Bahkan blog juga saya anggurkan saja. 


Saya masih menulis

Saya masih menulis. masih di depan laptop. Bahkan berani menyebut sebagai zombie laptop karena dalam sehari rata-rata laptop hidup selama 20 jam, sering lebih. Saya mengerjakan pekerjaan rumah dan menemani proses belajar anak secepatnya agar bisa segera kembali ke laptop. 



Perilaku demikian membuat laptop berusia belasan tahun saya rusak berkali-kali. Ada 2 laptop, yang satunya berusia 7 tahunan, juga sering matot alias mati total. Ibaratnya 1 hidup satu mati, jika mau dihidupin keduanya akan ada 1 yang tiba-iba mati tanpa sebab.

Oh tentu saja ada sebabnya yaitu masa pakai laptop yang barbar.

Saya masih menulis catatan-catatan. Membuat draft untuk buku sejarah yang saya harap kelak jadi sumber utama saat ada yang menulis sejarah tentang Jepara; tokohnya, sejarah kotanya, sejarah sosialnya, maupun sejarah pendidikannya. Tapi proyek ini memang masih jauh dari terealisasi, karena ketersediaan datanya yang minimalis. Banyak data sejarah yang ikut terbakar habis ketika perpustakaan daerah Jepara yang lawas terbakar habis 20an tahun lalu. 

Alhamdulillah tahun ini saya punya laptop baru harga 2 jutaan untuk menulis kembali dengan riang. Setidaknya seringan kali ini yang meski berbau curhat tapi sebenarnya lebih ke catatan dan renungan.


Ingin kuliah lagi

Saya S1 jurusan Pendidikan Bahasa Perancis yang kepleset menjadi peneliti sejarah publik non kesejarahan. Awalnya dari blog Cakrawala Susindra ini juga, ketika masih suka mereportase kegiatan di Kota Ukir. Katanya ulasan saya bagus dan sering diundang datang. Saat menulis memang saya mencari data pendukung sebanyak mungkin. 



Ternyata menyenangkan sekali ketika mencari informasi sejarah tertentu. Kadang ada yang sangat menantang dan butuh waktu lama sekali. Saya pernah 4x24 jam tidak tidur demi menceri informasi tentang seorang perempuan literate sebelum R.A. Kartini, dan datanya simpang siur. 

Ada yang menyatakan beliau kelahiran tahun 1860an, akan tetapi saya menemukan foto yang memperlihatkan beliau ini masih muda pada tahun 1908. Saya membaca habis 2 buku dan banyak sekali skripsi serta jurnal yang semuanya tak menyadari keanehan: lahir tahun 1860an, meninggal tahun 1950an namun masih sempat menyusur hutan pada agresi militer kedua (1948) dan menjadi pengajar bagi para pengungsi sebelum akhirnya meninggal dunia setelah Indonesia benar-benar merdeka.

Siapa beliau? Tak perlu dibahas. Ini hanya cerita bagaimana cara saya bekerja ketika meneliti sesuatu. Saya masih berusaha menyibak misteri ini dan mencari jawaban jangan-jangan keduanya orang yang berbeda generasi namun tetap satu keluarga. Penulis sejarahnya yang kurang teliti, padahal sudah jadi acuan utama untuk biografi sejarah perempuan hebat dari jawa Barat ini.

Akhir-akhir ini saya sangat memfokuskan pada sejarah sosial. Awalnya hanya pada sejarah perempuan. Namun karena saya menyadari - kemudian - bahwa perjuangan kaum perempuan tersebut tak lepas dari upaya mereka melepaskan diri dari konstruksi sosial dan hegemoni patriarki, maka saya harus mempelajari tentang sejarah sosial untuk memahami perempuan dan sejarahnya.

Kepayahan rasanya belajar secara autodidak. Jika para mahasiswa sejarah bisa belajar satu hal dalam waktu 2 SKS, saya belajar dalam waktu yang sangat panjang dan secara intens. Maka saya menetapkan, tahun depan harus kuliah lagi. Kuliah S2 By Riset saja, karena untuk penguatan. 

Bagaimana cara mendapatkan kesempatan tersebut, sementara jurusan saya dahulu adalah bahasa, dan saya sudah lulus 21 tahun yang lalu? Alhamdulillah ada cara dan insyaAllah sudah ada yang bersedia memberi surat rekomendasi.

Tapi.... tiba-tiba ada yang lain lagi. KESEHATAN SUAMI. Saya sulit membayangkan harus pindah kota selama minimal 1 tahun untuk mata kuliah wajib di semester pertama dan kedua....


Semoga (benar) ia baik-baik saja

Akhir-akhir ini suami agak menjauh dengan alasan logis. Tapi itu cukup meresahkan juga. Meski tak ada yang tampak di permukaan. Usia pernikahan 19 tahun membuat kami sudah seperti sahabat erat yang hangat. 

Tapi saya sendiri juga makin sibuk. Bahkan berangan akan kuliah lagi. 

Dalam kesibukan itu saya masih sering memperhatikan suami dan bertanya, "Ada yang sakit?"



Sejak Desember 2022 saya lebih memperhatikannya, dan lebih sering memeluknya di atas kasur. Jika sudah agak malam akan menggandengnya ke kasur. Ia butuh banyak istirahat dan ketenangan.

Memang baru 4 bulan lalu kami baru tahu ternyata jantungnya tidak baik-baik saja. Sejak saat itu, obat menjadi kebutuhan primer baginya. Syukurlah suami percaya pada dokter dan tidak berpikir neko-neko seperti mencari alternatif. Cukup luangkan waktu sebulan sekali untuk periksa ke Poli Jantung di Rumah Sakit Kartini dan meminum habis obatnya sesuai resep. Secara berkala, dilakukan scan jantung juga untuk tahu efektivitas obatnya. 

Baru Sabtu lalu, tanggal 1 April, serasa dapat April Mop. Bulan ini harus ikut program keteterisasi di rumah sakit Kudus. Bisa jadi nantinya akan sekalian pasang ring, tapi hal ini masih akan diketahui nanti. Yang jadi kejutan adalah, kerja jantungnya hanya tinggal 28%. 

Meski kabar itu disampaikan suami sambil bercanda di atas motor yang melaju, dan tentu saja saya ikut tertawa, ada kejutan yang menyundul di dalam dada. Hanya seperempat bagian jantungnya yang masih berdenyut? Tanya saya dalam hati, dengan getir.

Dan yang bisa saya lakukan hanya tiga:

1) Tidak banyak berpikir

2) Tetap memastikannya baik-baik saja

3) Melakukan aktivitas seperti biasa.


Tapi saya juga tiba-tiba merasa seperti menjalani kehidupan yang aneh. Mungkin kehidupan milik orang lain.


Dengan kekhawatiran saya akan semakin pendiam, baik dalam dunia nyata maupun dunia maya, saya menulis kembali hari ini. Tulisan yang agak berantakan karena serupa curhatan. 

Tapi kalau diingat lagi bukankan Cakrawala Susindra juga aslinya adalah blog diari untuk ngudoroso dengan harapan ada yang mungkin akan terbantu?

Bahkan ada kolom Renungan yang memang saya gunakan untuk menulis pandangan saya tentang kejadian sehari-hari, sebelum akhirnya memutuskan blog ini sebagai cakrawala bagi pembacanya. Mungkin kembali ke awal adalah cara yang benar, karena saya butuh memecah keheningan yang membungkus diri saya menjadi seperti saat ini.

21 Komentar

  1. Mba Susiiiiii.... meski kita tidak kenal dekat, tapi membaca tulisan ini membuat saya ingin memeluk mb susi. Sending virtual hug mbaaa... Membaca ini serasa disuguhi bermacam hidangan dalam satu piring besaaaar. Melihat porsinya, sudah membuat kenyang duluan sebelum menelan. (Apalagi, di luar ruang makan hujan deras di bawah langit abu-abu __ begitu dalam imajinasi saya).

    Seperti sugesti yang mb susi gunakan sebagai judul tulisan ini, saya berdoa buat mb susi bahwasanya semua baik-baik saja. Amin.

    BalasHapus
  2. Kak Susi semoga suami selalu sehat ya kak.. Kuliah kakak juga semoga lancar.
    Dan rasanya pengen memeluk kak Susi dalam doa. Senang melihat semangat luar biasa dalam belajarnya kak.
    Soal tulisan, agaknya hampir mirip kak.. Kadang tulisan di medsos yang saya buat juga sering ada side effect juga sampe kadang sering hapus walau udah diketik panjang. Takut ada yang salah paham.

    BalasHapus
  3. Mbak Susi, aku padamu. Mbak, aku ingat awal kenal mbak ketika mba membuka tawaran untuk ikut semacam arisan backlink gitu. Aku baru banget mengenal blog. Aku kagum dengan tulisan mbak yang selalu detail dan mudah dipahami. Tetap semangat ya mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga suami mbak lekas sehat ya mbak. Doa terbaik untuk mbak Susi sekeluarga

      Hapus
  4. Mbak aku speechless bacanya 🥺 Semoga dimudahkan kuliah dan suami sehat² terus ya. Penelitiannya keren bgt mbak bisa selama itu. Pasti hasil karyanya bagus bgt.

    Aku juga kadang ada di fase cerewet tapi tiba2 pengen diem aja. Gapapa mbak, biasanya aku istirahat dulu 🥺

    BalasHapus
  5. Hal yang sama saya alami, juju baca dari paragraf pertama berasa related. Belakangan ini merasa seperti itu tapi memilih diam karena beberapa hal dan berpikir mungkin diam memang satu-satunya pilihan, percaya juga kedepannya akan membaik. Sayangnya tidak, itu lebih buruk bahkan memberikan dampak ke mental sih.

    BalasHapus
  6. Banyak cerita, banyak hal yang mbak sampaikan disini. Semoga berbagai hal yang menimpa bisa terurai satu-satu ya mbak masalahnya, di setiap badai pasti ada pelangi

    BalasHapus
  7. Bahasa tulisan memang tak semulus cerita yg diucapkan, banyak makna yang terbesit, Mba. Jadi ketika kita menulis sesuati kadang disalahartikan oleh banyak org. Saya sering mengalami itu. Ya sudab mau gimana lagi. Hidup kalau putih semua itu ga indah. Akan menjadi indah kalau dia berwarna seperti pelangi.

    BalasHapus
  8. Mbak Susiii...aku tuh kagum sama blog mbak Susi, karena loh ini blog kok asik, menuliskan sejarah dengan detail. Aku suka banget sejarah, apalagi sejarah arsitektur.
    Semoga suami dimudahkan ya dapat tindakan untuk jantungnya, spy lebih sehat.
    Cerita ttg pasang ring. Thn'21, menantuku serangan jantung di rumah. Di bawa ke RS deket rumah, lah malah serangan lagi di gadar, dan sempet flatline. Dijedut 2X pakai alat itu loh, kayak di film-film. Anak saya udah meratap-ratap, aku udah ndeprok aja lemees. Alhamdulillah bangun lagi. Malam itu dibawa ke RS Hasan Sadikin. Besoknya pasang ring 2, karena ada sumbatan di 3 tempat. Enam bulan kemudian, pasang ring ke-3.
    Alhamdulillahnya, semua dicover BPJS (bukan promo... :)).
    Hidupnya ya berubah drastis, terutama pola makan, dan harus rutin kontrol.
    Waktu serangan, umurnya 39 thn, anaknya umur 6. Masih muda banget...Tapi yawda dijalanin aja...
    Semoga mb Susi sabar ya. InsyaAllah bisa lanjut S2.
    Maaf...hihi...komennya panjang...Semangaat...

    BalasHapus
  9. Ya Allah Mbak Susiii.. semoga Mas Indra baik-baik saja. You're so strong, Mbak.. Peluuuuk jauh, dan hanya bisa mendoakan yang baik-baik saja untuk Mbak Susi, Mas Indra juga anak-anak di rumah. Kangen sama kalian..

    BalasHapus
  10. tetap smangaaatt ya mbaaa
    hidup memang penuh dgn tantangan.
    bismillah, atas izin Allah, all is well

    BalasHapus
  11. Semoga sehat-sehat semuanya. Suamiku juga ada masalah jantung dan udah rutin minum obat nih. Tapi semoga gak perlu pake ring. Mari kita jaga kesehatan.

    BalasHapus
  12. Peluk Mbak Susi . Semoga semua baik-baik saja ya mbak . Pak suami gak boleh capek capek dulu dan harus rajin minum obat. Salut dengan semangat Mbak Susi untuk kuliah lagi . Tapi temen saya ada yang ambil UT mbak jadi nggak perlu tetap muka. Mungkin UT bisa jadi solusi mbak kuliah tanpa meninggalkan pak suami.

    Semangat mbak. Semua akan baik-baik saja...

    BalasHapus
  13. Duh...kadang kita menuliskan itu sebagai pengingat ya, Mbak. Semoga suami sehat² terus, diberi kesabaran saat lagi ikhtiar pengobatan.

    BalasHapus
  14. Mbaak Susi aku awal membaca biasa aja ini curhat atau apa yaa eeeh makin kebawah hatiku makin trenyuhh....

    Semangat ya mbakuu...namanya takdir kita gak tahu baru kmrn suami trmen deketku tiba2 meninggal disaat meeting online padahal hsl Cek up sebelumnya semua sehat gaya hidup jg sehat semuaa....syok tmnku dan 2 anaknya masih muda pupa...

    BalasHapus
  15. Mbak Susi yang kuat ya semoga suaminya lekas sembuh dan keadaan semakin baik-baik saja doaku dari jauh semoga Mbak kuat dan sabar

    BalasHapus
  16. Semoga Mas Indra bisa kembali pulih dan keluarga tetap ceria ya mbak. Hidupkan lagi habit menulismu agar bisa ringan perasaanmu. Selama ini, blog masih menjadi tempat yang paling aman untuk ngudoroso. Keluarga dan tetanggaku ndak ada yang baca blog soalnya.

    BalasHapus
  17. Big hug mbak Susi, aku selama ini ngeliat mbak susi, baca-baca blog mba Susi, mba Susi wanita yang cekatan, kuat, aktif sana sini. Memang kalau diliat dari luar, kita nggak bisa tau apa yang dirasa sama mbak Susi, karena mungkin nggak semua uneg-uneg ditulis di blog

    Baru kali ini baca post yang ini, dan semoga suami mbak Susi selalu diberi kesehatan, buat keluarga mbak Susi juga.

    BalasHapus
  18. Peluk jauh untuk Mbak Susi. Semoga diberikan kekuatan, kesabaran dan dimudahkan segalanya. Insya Allah, suami akan baik-baik saja. tetap semangat, Mbak.

    BalasHapus
  19. Pendidikan bahasa Perancis. Keren. Hehe... Tulisan sejarahnya juga kuat. Mendalam. Memang sih, blogger gak boleh lengah mendokumentasikan. Bisa2 harta Karun ilang. Hehe..

    Supadilah

    BalasHapus
  20. Baca ini berasa ngelihat kilas balik hidup orang yang cepet banget. Keluhan, gamang, semangat, sedih, kaget sampai penerimaan. Pasti berat jadi kamu mbak. Semoga semua dimudahkan, kuliah, suami sehat dan dijauhkan dari tetangga annoying.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)