Bragaweg, Menyusuri Kembali Kenangan Itu....

Jalan Braga memberi kesan baik pada saya, sehingga sering terkenang ingin kembali ke Bandung. Ke kota para Mojang Priangan yang elok nan rupawan. Seperti itu, kesan yang melekat pada imaji saya jika mengingat teman-teman dari Bandung, juga pada bangunan-bangunan kuno yang masih berdiri apik di Bragaweg. Saya memandangnya dengan terkesima, sambil berusaha membayangkan bagaimana keadaan saat itu. 



Jalan Braga hanya sepanjang 700 meter, namun berkembang dengan sangat cepat. Siapa sangka, Bragaweg yang dahulunya adalah jalan untuk menyusuri sungai sampai ke hulu Sungai Cikapundung, akan menjadi pusat pertokoan dunia di Hindia Belanda. Bahkan jalan Braga sendiri baru ada pada abad ke-19. Dahulunya, jalan ini diberi nama Karrenweg atau si jalan pedai (karren= pedati, weg= jalan) yang dahulunya menjadi perlintasan sawah. Nasib orang, siapa yang tahu. 

Perubahan sebuah geologi kota, baru sedikit yang kita tahu. Satu yang pasti, geliat industri kopi milik Andreas de Wilde (1819) menjadi salah satu pemicu. Jalan Pedati diperbaiki dan diperpanjang pada masa Bupati Wiranatakusumah III. Warung dan toko didirikan di sepanjang jalan pada tahun 1857 dan terus bertambah, seiring dengan pertambahan totok (pendatang asli dari Eropa) dan orang Belanda lainnya, sehingga jalan ini ditetapkan sebagai pusat Karesidenan Priangan. Pertumbuhan dan perkembangan kota terus terjadi sampai akhirnya ada satu masa yang disebut Revoluntibouw pada abad ke-20, yang ditandai dengan revolusi di bidang pembangunan, sehingga Jalan Braga menjadi jalan ekslusif dengan gedung-gedung indah dan terbaik pada masanya.




Perubahan Bragaweg tak bisa dijadikan analogi perubahan saya di bidang kesejarahan. Saya jadi ingat, seperti perubahan saya, juga sulit saya duga ataupun sangka. Ketika memutuskan belajar sejarah secara autodidak, 3 tahun lalu, saya tak menyangka jika akan ada lompatan-lompatan luar biasa dalam hidup saya. Bagaimana tidak, ...saya mengawali dengan menulis beberapa sejarah tentang Jepara di blog ini, yang kemudian menjadi banyak dibaca dan bahkan dimasukkan ke Wikipedia, entah oleh siapa. Tapi saya agak keberatan sebenarnya karena menyumbang spamscore cukup tinggi. Untung saja masih bertahan di angka 1 secara keseluruhan. Jadi blog ini tetap sehat wal afiat. Alhamdulillah.

Mulai tahun 2017, undangan menulis lepas tentang sejarah Jepara saya terima, sampai akhirnya mendapat kesempatan mengikuti pelatihan Bimtek Kesejarahan bagi Orang Awam pada tahun 2018, dan berhasil menarik juri lomba fasilitasi penelitian sejarah dari Direktorat Sejarah pada tahun yang sama. Allah Mahabaik.

Saat ke Bandung, pada bulan Januari 2018, saya belum begitu masuk ke dunia kesejarahan. Hanya sebatas suka. Jadi, saat diajak berkeliling Bragaweg atau Jalan Braga oleh si kembar Eva dan Evi, saya hanya menikmati keindahan bangunan dan detail-detail yang masih ada, maupun replika. Mata saya berbinar melihat bioskop jadoel di sana. Di mata saya, mesin itu seperti berlapis emas. Tentu saja ini hanya ungkapan berlebihan, untuk memperlihatkan bagaimana mata saya lekat melihat mesin tersebut yang dibatasi oleh pagar. Bioskop tutup saat itu. Uh!




Ketika kami sampai di area penjualan lukisan, saya melaju dengan cepat. Dengan rasa khawatir jika ada yang mengganggu. Padahal, di sana adalah tempat para seniman jalanan sedang mencari rezeki dari lukisan-lukisan berpigura, yang harganya tidaklah mahal. 

Sekarang, saya baru bisa membayangkan, bahwa pada zaman dahulu, tahun 1900-an awal, di sana ada toko lukisan yang sangat terkenal, dan harga lukisannya sangat mahal, apalagi jika sudah dipamerkan di gedung Schouwburg yang menjadi satu bagian dari Societeit Concordia. Sejalan dengan waktu, pelukis-pelukis kecil ikut meramaikan di depan toko. Beberapa menjadi pelukis terkenal, di kemudian hari. Beberapa tetap bertahan meski usia sudah tak lagi muda. Tak heran, jika sampai sekarang masih banyak pelukis yang mereka ulang bagaimana pelukis-pelukis kawakan memulai kesuksesannya di Bragaweg.




Ah, andai saya tahu saat itu, berapa banyak yang saya lewatkan. Maka, saya berusaha membuat rencana perjalanan ke Bandung. Kali ini harus lebih lama. Maka yang saya lakukan adalah membuat rencana yang lebih detail, mulai dari tiket kereta sampai hotel di Bandung. Saya perlu mencari beberapa rekomendasi hotel di dekat Bragaweg dengan harga yang terjangkau.

Traveloka menjadi pilihan baik untuk mencari hotel terbaik dengan harga termurah. Ada lebih dari 3000 pilihan hotel. Sejauh ini Traveloka masih jadi andalan saya dalam menemukan hotel yang paling cocok dengan budget saya. Untuk pencarian hotel di Bandung, lagi-lagi, saya mengandalkannya. 

Saya baru tahu jika ada inovasi baru dari Traveloka. Ada Pay@hotel sekarang. Maksudnya, kita bisa pesan hotel sekarang ini, dengan cara pembayaran nanti saat check in. Asyik banget, kan? Cocok untuk pegawai yang mengandalkan gaji ke-13, nih, yang sudah tahu kapan gaji tambahannya masuk, tapi ingin pesan tiket dan hotel/villa dari sekarang. Kan bayarnya saat hari H. Iya, kan? Masih ga bisa bayar? Ya Allah.... kan ada metode pembayaran cashless juga. Kalau masih kepepet juga, ada PayLater. 

Tapi jangan main-main lalu asal pesan dan tidak dibayar pada hari H, ya. Ada pinaltinya. Kalau tiba-tiba tidak bisa berlibur, baiknya langsung reschedule saja. Ingat, memaksa itu tidak baik. Meskipun, jika sangat terpaksa, ada Danamas yang akan mengcover pengeluaran kita dan mengubahnya menjadi cicilan yang ringan. Danamas adalah mitra resmi yang terdaftar dan pertama kali mendapatkan izin dari OJK. Jadi, aman banget. Tidak akan terjadi penagihan kasar dan tidak bermoral. Traveloka menjamin penagihnya akan tetao beretika. 

Duh, tahu banget yang kita mau, ya. Bahkan, nih, misal kita tiba-tiba harus menginap di Bandung karena sesuatu, ketinggalan kereta, misalnya, bisa pesan hotel last minute. Tak perlu jauh-jauh mencari. Pakai fitur near me saja. Jadi lebih mudah, kan?

Alhamdulillah. Akhirnya saya telah menemukan rekomendasi hotel terbaik, sudah ada tiket, saatnya bersiap untuk ke Bandung bulan depan. Saya pakai Pay@hotel saja, agar mudah. 

Bragaweg, tunggu saya di sana. Siapkan dirimu untuk berkencan dengan saya dan Giandra, putra kecil saya. 

32 Komentar

  1. aduh ajdi kangen pulang ke bandung, jaman kecil suka banget jalan2 di sana

    BalasHapus
  2. Wah Braga, btw itu telur-telur dinosaurus di pinggir jalan belum menetas dari jaman baheula ya bun? hihi

    BalasHapus
  3. yay bakal ke bRaga lagi, menyusuri jalan penuh kenangan dg anak tersayang. waktu ke Bandung, saya skip ke sini nih. sebab diburu waktu. duh

    BalasHapus
  4. Lupa2 inget... pernah ke braga ga ya... mungkin pernah tapi ga tau kalau itu braga ... secara bandung setiap sudut menarik buat saya kak

    BalasHapus
  5. Menarik sekali kak, kebetulan saya juga ada rencana ke Bandung dan masih bingung ingin ke tempat mana saja. Karena tulisan ini jadi pengen ke Braga heheh

    BalasHapus
  6. Tulisan Mbak Susi penuh dengan sejarah, meski hanya dari sebuah jalan. Belum pernah ke Bandung, tapi pengen banget bisa ke sana :D

    BalasHapus
  7. Kok saya fokus ke mbak susi yang jadi peneliti sejarah. Keren, deh. Apalagi belajar sejarahnya secara otodidak. Lebih keren daripada ulasannya tentang Braga. 😂

    BalasHapus
  8. Sepertinya pan kapan kalo ke bandung harus k sini. Tp malam biar sepi dan bisa foto2. Kalo siang rame dan macet.

    BalasHapus
  9. Kalau ke Bandung, kabar-kabari yaaa. Aku di Bandung. Siapa tahu kita bisa jalan-jalan menyusuri jalan Braga. Mampir ke resto Braga Permai, resto yang didesain oleh Sujudi. Arsiteknya gedung DPR/MPR. Ada coklat isi sucade, enaaak banget. Haha...

    BalasHapus
  10. Tempo hari waktu ke Bandung juga sempet foto-foto di sini. Yeaaay, pengen ulang lagi foto di Braga

    BalasHapus
  11. Ah kangen banget sama Braga. Nonton film midnight, nongkrong di kafe sambil minum cappuccino.. ah, surha banget Bandung tuh

    BalasHapus
  12. Braga ini memang terkenal sekali ya, saya pernah ke Bandung sekali dan ditunjukkan oleh teman jalan Braga ini. Tapi jauh sebelum ke Bandung, saya sudah tahu Braga dari cerpen "Sepanjang Braga" karya Kurnia Effendi. Aih, waktu itu saya masih suka dan gemar menulis cerpen, tapi sekarang nulisnya di blog

    BalasHapus
  13. jalan braga makin cantik saja... saya terakhir ke sini sekitar lima tahun yang lalu... ahh.. jadi kangen kota bandung...

    BalasHapus
  14. Bolak balik ke Bandung, jujur aja kayaknya baru 2 kali k Braga, itupun udh lama banget. Biasanya aku lgs naik ke Lembang tiap ke Bandung. Kangen pgn ksana lagi. Kalo inget Braga, yg aku inget restoran Braga permainya. Banyak kenangan Ama keluarga :D.

    BalasHapus
  15. Braga ini tempat destinasi malam yang akan saya kunjungi nanti, semoga bisa kesampaian hehe

    BalasHapus
  16. Bandung memang menyisakan cerita dan kenangan yang menarik. Ah jadi ingin ke Bandung lagi. Ceritanya menarik mbak. Salam kenal

    BalasHapus
  17. Pertama kali ke Braga waktu pameran buku Bandung. Entah saya lupa tahun berapa hehe

    Yang pasti sampai sekarang bangunan tuanya masih kokoh berdiri ya. Terawat pula. Lewat situ jadi terasa masuk ke mesin waktu di zaman kolonial.

    BalasHapus
  18. apa cuma aku yang belum pernah ke braga ya,, dulu pernah ke bandung cuma ke lembangnya, itupun ga bisa menikmati wisata disana karena waktunya yang mepet sehingga harus cepat kembali lagi. Sayang sekali ya ga bisa hunting kalo pas kebandung

    BalasHapus
  19. Wah masuk list next journey nihhh ke kota
    Bandung hihi
    Bragaweg, i will come soon

    BalasHapus
  20. Menikmati suasana dimalam hari Bandung ke kota para mojang priangan pasti memberi kesan tersendiri.
    Yang bikin rindu suasananya, ingin balik dan balik lagi ke kota tersebut...

    Aku liat pict nya keren banget, ingin next bisa ke sana sama suamiku

    BalasHapus
  21. Bandung memang punya magnet bagi saya. selalu ingin kembali dan kembali ke Bandung. Duh rindu Bandung...

    BalasHapus
  22. hahaha... aku gak ngandalin gaji ke 13 buat piknik mbak. Gaji ke 13 nya buat ongkos mudik.

    2006-2008, saat masih tinggal di Bandung, saya suka menyusuri jalan Braga. Bukan buat jajan, nggak sanggup jajan di situ buat mahasiswa yang mengandalkan beasiswa. Saya ke sana buat lihatin aja gedung-gedungnya. Kesannya eksotik gitu.

    BalasHapus
  23. Jalan Braga ini famous banget di forum-forum. Meski nggak semuanya membahas sisi positifnya, sih. tetapi suatu saat nanti saat aku ke Bandung lagi, aku mau ah jalan-jalan malam ke sini :)

    BalasHapus
  24. Belum pernah ke Bandung. Katanya tempatnya menarik untuk berswa foto karena ikoniknya. Btw jalan Braga itu pedestarian ya Mbak ?

    BalasHapus
  25. Kalo naik bis kota udah lewat sini bahagia, karena sudah mendekati tempat tujuan. Duh Bandung sejuta genangan eh kenangan yang kini menjadi genangan air qalbu

    BalasHapus
  26. aku paling suka kalo foto-foto di jalan Braga, apalagi skrg jalanan Asia Afrika ini sudah ramai oleh para pengunjung dan suka ada permainan tokoh karakter gitu ya sepanjang jalanan Braga ini. Sejarahnya seru nih, karena aku baru tau kalo dulu memang jalanan untuk pedati

    BalasHapus
  27. sering denger nama jalan braga,, ini tempatnya buat shopping2 itu bukan sih mbak`. ehhehe

    pengen ke bandung, sekalipun belum pernah,,, kasian ya aku

    BalasHapus
  28. Selama ini penasaran sama braga... Semoga bisa kesana ngajak papa sama Intan.. habisnya ke bandung biasanya ke tangkuban perahu. Hahahaha

    BalasHapus
  29. Bandung ini cantik yaaa. Sayang beberapa kali ke Bandung dulu nggak sempat menikmati jalan-jalan di Braga karena sibuk berburu produk fashion murah di Factory outlet. Tapi kalau ada kesempatan lagi pengen deh jalan-jalan di Braga.

    BalasHapus
  30. Nanti harus main ke Punclut ya, Mbak. Di sini nggak banyak bangunan bersejarah sih. Tapi jalan menuju sini banyak :D

    BalasHapus
  31. Aku pernah ke jalan Braga. Tp udah lama bgt sih.. Waktu Zidan masih SD *lamanya kebangetan yakk :D

    BalasHapus
  32. wow tempatnya bagus sekali, aku jadi pengen kesana juga hehe

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)