Hari Minggu tanggal 24 ada rencana apa? Acara Tilik Segoro Lor sangat cocok untukmu yang sedang ada di Jepara. Acara unik ini diselenggarakan selama tiga hari, dari tanggal 24-26 Agustus 2025.
Mungkin ada yang belum tahu apa itu Tilik Segoro Lor? Acara ini sangat seru, sangat nyeni. Jika ada sepercik saja jiwa seni dalam diri, karya-karya ekspresif para seniman Tilik Segoro Art ini sangat mindblowing.
Yang ingin mengajak anaknya belajar berkesenian bahkan ikut praktik... izinkan anak bergabung dengan seniman di sana. Gabungan seni rupa, lukis, musik, dan seni lainnya.
Kita akan diajak melihat laut dengan sudut pandang baru. Refleksi keresahan para seniman bisa menjadi titik tolak untuk bergerak merawat alam, menghormatinya sebagai moyang dan melestarikannya untuk generasi selanjutnya.
Keresahan yang sama
Jarang ada yang tahu kalau sejatinya aku anak nelayan. Bukan nelayan bermotor. Bisa dibayangkan kedekatanku dengan laut lebih dari menikmati debur ombak di malam yang sunyi. Meskipun dijauhkan dari laut... dekat itu tetap dirasa.
Ada beberapa ingatan bagaimana Susi kecil terbirit-birit dikejar bapak dengan kayu di tangan karena ketahuan mencari kerang. Padahal aktivitas menjejak-jejak pasir untuk menemukan kerang sangat menyenangkan.
Berkali-kali doktrin jangan bermain di pantai ditanamkan dengan teror, terlebih saat ombak sedang galak. Ciri khas pengasuhan generasi x yang mengandalkan teror dan sakit fisik. Kebiasaan sesekali naik di atas genteng membawa buku, bantal dan radio lebih sedikit dikritik daripada ke kisik. Ya... karena tidak ada "mata-mata" yang bercerita pada bapak. hahahahaha.
Kenangan itu tak pernah jadi trauma karena aku bukan anak yang suka dolan. Sehari ada 1-2 buku untuk dibaca, lebih menyenangkan. Makanya, meski saat kecil dijauhkan, tapi tidak bisa dikatakan 'tilik segoro' sebagai orang luar. Aku bisa melihat bagaimana perubahan luar biasa terjadi pada laut.
Aku masih ingat saat remaja, sesekali pergi ke area kongsi untuk melihat alang-alang. Ketika tangkapan ikan melimpah ruah (disebut along), para nelayan akan sedekahkan sedikit ikannya pada para wanita yang menyambut perahu di tepi laut. Mereka membawa dunak kecil, bergerak menangkap ikan yang dilempar di antara perahu-perahu yang tak bisa diam. Kami menyebutnya alang-alang.
Aku tak pernah boleh ikut alang-alang karena dianggap berbahaya, tapi boleh membeli hasil yang didapatkan itu untuk dimasak di rumah.
Dua kegiatan ini sudah bisa dikatakan tak lagi dilakukan. Along atau tangkapan ikan yang sangat banyak sudah amat sangat jarang terjadi. Saat terjadi pun, kelihatannya etos 'berderma' atau 'bersedekah ikan' telah luntur. Setengah guyon dulu aku pernah berkata, "terlalu banyak minimarket di sekitar kita." 5 tahun ini guyonan itu berubah, "Shopee sudah di genggaman, memudarkan banyak etos kebersamaan nelayan."
Aku punya keresahan yang sama dengan teman-teman Tilik Segoro Lor, meskipun mungkin sudut pandang dan bentuk kegelisahannya tidak mirip.
Perubahan sikap nelayan mengikuti perkembangan zaman. Mengikuti kita semua yang juga tak lagi sama dalam memandang alam. Sikap rakus mengambil buah alam sesekali muncul di antara kita semua. Bahkan sikap acuh membuang sampah tanpa sadar kita jualah yang terkena akibatnya.
Ikan-ikan bayi diangkut tanpa berpikir. tak sekali dua kali aku menangis dalam hati melihat deretan wadah berisi bayi-bayi ikan yang seharusnya tidak punya nilai jual. Mereka tak sempat besar. Tak ada lagi along atau tangkapan ikan ekonomis yang melimpah ruah.
Kita pun sebagai penikmat buah laut tidak selalu bijaksana. Bagaimana cara kita membelinya. Atau.... bagaimana kita sedemikian abai membuang sampah di laut atau di sungai yang bergerak menuju laut. Sekali waktu, sampah yang pulang, ke pinggir laut, sedemikian banyaknya sampai bisa menjadi bukit kecil, bahkan penambahan luas tanah baru.
Perubahan sikap nelayan dan nelayan memang merespon zaman, tapi kalau kita tak segera bershalawat untuk laut, ia mungkin akan membalasnya sekali waktu.
Wait, tiba-tiba telingaku berdenging saat menulis "bershalawat untuk laut" demi menulis yang puitis. Maksudnya, kita bershalawat pada Allah, memohon keberkahan untuk kita agar tetap memiliki laut yang tenang dan memberi banyak hasil laut.
Mengenal Tilik Segoro Lor
Bicara laut dan kenangan masa kecil sering memberi rasa sentimentil. Sebelum kebablasan curcol, aku akan rinci agenda kita semua, Tilik Segoro Lor atau Coastal Art Sculpture.
Segoro Lor atau Laut Utara, pas banget untuk orang Jepara yang tanahnya berada di ujung utara pulau Jawa. Sebuah kota Sudut Terlupakan yang tak punya banyak hiburan ala metropolitan sehingga kita pandai menghibur diri sendiri.
Tak ada mall yang bisa menampung 1% penduduknya, membuat DNA seni di Jepara sangat kuat. Makanya acara-acara seni sangat sering dilakukan di Jepara. Hanya saja, corong informasinya amat sangat terbatas. Tak ada satu wadah solid yang jadi media utama informasi. Yah, ini memang salah satu hal yang membuatku sering merasa prihatin. Tapi kalau membuat pun, "Siapa elu Sus?"
Kebetulan, ndilalah banget, setelah berbulan-bulan Facebook penuh laba-laba, aku membuat satu status dan direspon bendahara Tilik Segoro Art, diberitahu ada acara ini.
Ada satu quote yang sangat menohok dari Mas Fahrudin (Mas Brodin), yang membuatku termangu:
Bagaimana cara pandang masyarakat Jepara atas lingkungannya, salah satunya bisa dilihat dari jejak kebudayaannya yang sampai ke lautan. Jika wajah kisik, pantai kita, kita biarkan hancur, bopeng dan bernanah, lantas apa gunanya kita berbangga diri menjadi anak cucu Ratu Kalinyamat? Butuh tafsir baru atas sejarah, kebudayaan dengan konteks tantangan jaman. Jika politisi dan pemuka agama terpenjara dalam budaya birokrasi yang hipokrit, serta rayuan surga dan neraka yang absurd, lantas di mana seniman seniman Jepara mengartikulasikan hidupnya? (Fahrudin)
Gara-gara baca ini makanya postingan kali ini ada banyak curcol. Muring-muring ra jelas blas padahal aku pengen mengajak teman-teman datang, melihat keresahan yang sama. Menikmati seni yang membuat kita tak hanya menikmati, tapi sibuk bertanya apa yang bisa kita lakukan untuk kehidupan laut?
Menikmati seni sambil berkontemplasi, kapan kita pernah menyempatkan diri untuk tilik segoro, terkhusus segoro lor yang punya sejarah panjang peradaban Islam di Jawa itu.
Tilik Segoro Lor, 24-26 Agustus 2025
Pantai Tambak Rejo di Desa Mulyoharjo jadi lokasi Tilik Segoro Lor tahun ini. Hanya 3 hari, yaitu tanggal 24-26 Agustus 2025 saja. Para seniman akan merespon isu lokal dan nasional dalam bentuk seni.
Meskipun hanya 3 hari, tapi siapapun sudah bisa datang sejak sebulan lalu karena ada mini residensi di sana. Selalu ada seniman yang berkarya di sana. Kebetulan Minggu lalu aku mampir bersama anak dan suami.
Kegiatan ini juga disertai dengan agenda bersih pantai dan menikmati lukisan alam di pantai Tambak Rejo yang sangat indah. Tenang dan syahdu.
Berikut agendanya:
24 Agustus 2025
1. Pembukaan (pukul 15.00 WIB)
2. Keong dan lukis, patung (jam bebas)
3. Musik (malam hari),
Menurutku, sangat mungkin ada diskusi dan puisi, karena seperti itulah kalau seniman Jepara berkumpul.
25 Agustus 2025
1. Workshop Ukir
2. Musik (karaoke)
3. Bermain Bentuk dg Tanah Liat
26 Agustus 2025
1. Bersih Pantai
2. Malam Sastra
27 Agustus
Ayok sambatan resik-resik.
Lokasi
Bagi yang tertarik datang, bisa ke Pantai Tambak Rejo (di Desa Mulyoharjo). Mudahnya, silakan cari pabrik rajungan yang ada di sana, lurus sedikit. Tepatnya, di kidul pabrik rajungan.
Sampai bertemu di sana.... Mari kita tengok pantai dan laut kita dengan sudut pandang yang baru, dan kembali jatuh cinta padanya sehingga semangat merawat kembali melekat.
0 Komentar
Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)