Ratu Sima dari Jepara?

Ratu Sima dari Jepara? Iya , kah?

Suatu hari, di bulan Maret 2019, sebuah wapri masuk, meminta tolong saya menjawab sebuah pertanyaan teman ekspatriat Perancis yang mencintai negeri ini. “Do you Know Why 1549? Jepara is older" disertai beberapa catatan sejarah Jepara . Saya tersenyum membaca wapri Mas Daniel, yang kebetulan kok berdarah Indonesia-Belanda dan mencintai sejarah, terutama Jepara. 

Patung 3 Putri yang menggambarkan 3 putri terbaik Japara: Ratu Sima, Ratu Kalinyamat, & R.A. Kartini

Tiba-tiba saya merasa harus membantu menjelaskan mengapa tahun 1549 yang dipilih sebagai tahun kelahiran Jepara, bukan mengikuti buku Tome Pires, bukan pula kesaksian utusan dari Dinasti Tang tentang ratu Kalingga dari Japa atau Japara. Teman-teman mengenalnya sekarang sebagai Jepara. Saya pernah mengisahkan sebuah pertanyaan besar mengapa Japara diganti Jepara. Mungkin menarik dibaca juga. Saya berencana menulis edisi kedua dengan tambahan temuan-temuan lain yang saya dapat.

Mengapa pemerintah kota Jepara memilih aman di tahun 1549, bukan tahun 674 yang jelas-jelas tertulis dalam catatan perjalanan seorang utusan Cina pada masa Dinasti Tang? Bukankan Babad tanah Jawi juga menyatakan bahwa di Jepara telah ada sebuah kerajaan pada abad ke-7 tersebut? Jujur, kami terlibat percakapan wapri yang seru berupa debat, sanggahan, pengajuan bukti khas peminat sejarah sedang membicarakan subyek yang menarik. Oh, baiklah... saya agak membesar-besarkan. percakapan kami tidak seseru debat capres atau debat Mata Najwa, apalagi ILC. Debat 2 pecinta kopi sejarah saja. 

Sebenarnya, sih, saya tak berani lancang menjawab mengapa. Saya hanya memberikan sejumlah fakta sejarah yang saya temukan dan baca. Sampai pada temuan tentang UU No. 13 tahun 1950 tentang pembentukan kabupaten-kabupaten di Jawa Tengah - yang menurut saya mungkin menjadi ihwal mengapa Japara diubah menjadi Jepara. Salah ketik? Oh No! Tak mungkin salah ketik. Menurut logika saya berkaitan dengan sejarah ejaan bahasa Indonesia, Mas Daniel menambahkan dengan kajian sejarah fonetik saat itu. 



Lalu, mengapa tidak tahun 674 yang dipilih? Saya secara spekulatif menjawab, tahun 1549 adalah tahun penobatan Ratu Kalinyamat, yang menguasai sebuah kerajaan yang mandiri. Sebelumnya, di bawah pimpinan Pati Unus dan Pangeran Kalinyamat, Kerajaan Japara masih berupa kerajaan vassal Demak, atau kerajaan yang mengakui berada dalam kedaulatan kerajaan Demak. Kami masih saling melontarkan tanya jawab sampai akhirnya kami sepakat bahwa tanggal penobatan Ratu Kalinyamat memang sangat istimewa, yaitu pada tanggal 12 Rabiul Awal (10 April 1549). Semua muslim pastilah tahu bahwa tanggal tersebut juga adalah tanggal kelahiran Baginda Rosulullah. Jadi, syah-syah saja jika pemimpin pada saat itu memutuskan tanggal dan tahun pendirian kota Jepara tercinra ini, dan kita tinggal meneruskan. Jika tak puas, mungkin bisa menggunakan people power tuk meminta Pemerintah Jepara mengubah tahun kelahiran? Ah tidak, saya becanda saja karena people power sedang ramai dibicarakan. 


Melanjutkan diskusi dengan sahabat di atas,  daripada hanya anteng di histori percakapan WhatsApp, saya ingin berbagi sedikit tentang sejarah Ratu Sima. 

Cerita mengenai Ratu Sima sebagai penguasa Jepara yang adil dan berjaya sudah lama saya dengar. Pak Bambang yang pertama kali menceritakan tentang Ratu Sima dan Kalingga, juga tentang Ratu Kalinyamat yang menjadi raja Japara. Saat itu saya masih kelas 6 di SDN Bulu 1 Jepara. Saya tidak tahu apakah dahulu sejarah lokal masuk dalam kurikulum ataukah memang guru saya suka mendongeng. Satu yang jelas, beliau, Pak Bambang adalah guru terbaik saya. Beliau peletak dasar pondasi menulis saya, yaitu membaca, mendengar, dan berimajinasi. Saat beliau berkisah, saya mengalami kenikmatan berada di sebuah negeri antah berantah dan mengalami petualangan sebagaimana cerita beliau. Cerita lokal Jepara menjadi bagian hidup saya seperti legenda Ratu Sima, legenda Ratu Kalinyamat, legenda Joko Tingkir (yag belakangan saya tahu adalah Sutan Hadiwijaya Raja Pajang), kisah cinta Joko Tarub-Nawangwulan, mitologi Surogotho-ulo lempe, asal-usul Teluk Awur, Perang Obor, Songgolangit, bahkan mitologi buaya putih di area Benteng Portugis. Saya harap anak-anak sekolah juga mendapatkan pelajaran sejarah lokal semacam ini. Saya harap akan ada lagi nanti. Saya sudah membuat ‘survey’ mini ke teman-teman muda, ternyata mereka tak tahu kisah ini. 


Sejarah Ratu Sima

Menurut catatan utusan Dinasti Tang (tahun 674), di Jawa terdapat sebuah kerajaan yang memiliki ratu yang sangat adil dan berjaya, yaitu Ratu Sima. Saya menyebut adil dan berjaya dengan dua alasan: adil karena Sang ratu menghukum potong kaki putranya sendiri ketika melanggar hukum kerajaan, dan berjaya karena negeri kaya raya ini sangat luas serta memperdagangkan emas, selaka (perak), gading dan lainnya. Beberapa arkeolog-sejarawan percaya bahwa perundagian pada masa ini  sudah bagus dan menjadi cikal bakal pembuatan relief pada candi dan ragam hias (ukir) pada bahan lain seperti kayu dan logam. Kerajaan ini disebut Ho-Ling atau Kalingga. Menurut Babad Tanah Jawi, Kerajaan Kalingga mempunyai 28 kerajaan vassal. Luas Kerajaan Kalingga sudah mencapai Kedu, Yogyakarta, Surakarta, dan mungkin tanah Jawa bagian timur juga termasuk dalam wilayahnya. Menurut prasasti yang ditemukan di dekat Magelang berangka tahun 732, pada masa Prabu Sannaha, penerus selanjutnya.

Dikisahkan bahwa di negeri Japa ini, siapapun dilarang mengambil benda milik orang lain. Ancamannya hukuman pancung. Ujian sekaligus pengukuh adalah ketika putranya sendiri memindah benda berharga (ada yang menyebut sepundi emas) milik pedagang yang tergeletak di tengah. Menurut hukum kerajaan, seharusnya ia dipancung karena memindahkan benda yang berada di jalan. Melihat niatnya tidak buruk, maka alih-alih hukum pancung, kaki yang dipakai untuk menggeser yang dipotong. Hukum ini membuat Kerajaan Kalingga menjadi kerajaan yang sangat aman. Para pedagang atau pelancong berani tidur di jalan tanpa khawatir dirampok. 

“Nadyan wong-wong padha turu ana ing dalan ora sumelang yen ana bégal utawa bebaya liyane.”

Hukuman potong kaki membuat spekulasi Kerajaan Kalingga sebagai kerajaan Islam muncul. Saya masih kurang ilmu untuk mengiyakan atau menyanggah. Mohon dimaklumi.


Sejarah Kalingga dapat ditemukan dalam banyak buku, tetapi salah satu sumbernya adalah buku Babad Tanah Djawi edisi prosanya J.J. Meinsma tahun 1874 yang mengatakan bahwa Kerajaan Kalingga didirikan oleh para pendatang beragama Hindu. Tak dijelaskan dari mana asalnya. Lebih lengkapnya di bawah ini:

Nalika wiwitané abad kang kanem ana wong Indhu anyar teka ing Tanah Jawa Kulon. Ana ing kono padha kena ing lelara, mulané banjur padha nglèrèg mangétan, menyang Tanah Jawa Tengah.
Wong Jawa wektu samono, isih kari banget kapinterané, yèn ditandhing karo wong Indhu kang lagi neneka mau; mulané banjur dadi sorsorané.
Wong Indhu banjur ngadegaké karajan ing Jepara.
Omah omah padunungané wong Jawa, ya wis mèmper karo omah omahé wong jaman saiki (1925), apayon atep utawa eduk lan wis nganggo képang.
Enggoné dedagangan lelawanan karo wong Cina; barang dedagangané kayata: emas, salaka, gading lan liya liyané.
Cina cina ngarani nagara iku Kalinga, besuké, ya diarani: Jawa. Karajan mau saya suwé saya gedhé, malah nganti mbawahaké karajan cilik cilik 28 (wolu likur).

Wong Cina uga nyebutaké asmané sawijining ratu putri: Sima; dikandakaké becik banget enggoné nyekel pangrèhing praja (tahun 674).
Tulisaning watu kang ana ciriné tahun 732, dadi kang tuwa dhéwé, katemu ana sacedhaké Magelang, nyebutaké, manawa ana ratu kang jumeneng, jejuluk Prabu Sannaha, karajané gedhé, kang klebu jajahané yaiku tanah tanah Kedhu, Ngayogyakarta, Surakarta lan bokmenawa Tanah Jawa Wétan uga klebu dadi wewengkoné karajan iku.

Petikan isi bab pertama Babad Tanah Djawi di atas dibuat untuk buku ajar sekolah karena sebelumnya masih sedikit sekali materi pelajaran sejarah lokal. Sobat Susindra pastilah maklum bahwa pada tahun tersebut Indonesia belumlah ada, yang ada adalah Hindia-Belanda: negara koloni Belanda. Meningkatnya anggaran belanja pendidikan membuat beberapa tokoh pendidikan pada masa itu membuat materi pelajaran lokal. Tak hanya di Jawa Tengah, di Tatar Sunda pun ada upaya membuat buku pelajaran sekolah yang bersifat kedaerahan seperti Carita Eman buatan R. Lasminingrat, raden ayu dari Garut.

Kembali ke kerajaan Kalingga. Mengapa hanya Ratu Sima (dan suksesornya Prabu Sinnaha) yang disebut? Karena memang belum ada lagi temuan prasasti tentang kelanjutan negeri kaya raya ini. Catatan sejarah selanjutnya, yang tertua setelah ini, adalah kabar dari pedagang Arab tahun 919  yang mengatakan bahwa di Jawa ada sebuah kerajaan besar bernama Mataram yang beribukota di Medangkamulan. Jangan samakan Kerajaan Mataram ini dengan Kerajaan Mataram yang didirikan oleh Ki Panembahan pada abad ke-16. Tetenger paling mudah, sejarah menyebutnya Kerajaan Mataram Kuno untuk membedakan dengan kerajaan Mataram Islam. 

Dari prasasti tahun 732 ke catatan perjalanan tahun 919 terdapat gab besar yang diisi oleh sebuah kerajaan besar berwangsa Sanjaya yang membuat mahakarya Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Apakah kerajaan Kalingga takluk pada kerajaan ini? Sangat mungkin terjadi. 

Begitulah sekelumit cerita tentang sebuah kerajaan besar yang dipercaya berada di Jepara. Beberapa kota masih mengklaim sebagai lokasi kerajaan sehingga masih menjadi perdebatan yang menyenangkan bagi peminat seperti saya. Jikalau saya tiba-tiba menguliknya di blog Cakrawala Susindra, tak lain karena hari ini, 10 April 2019, Kota Jepara sedang merayakan hari jadinya yang ke 470. Selamat bertambah usia Jepara tercinta. Semoga tambah berjaya, memiliki pemimpin yang amanah, memiliki pemuda dan emak-emak yang berdaya, serta anak-anak yang memiliki prestasi mendunia. Aamiin.

2 Komentar

  1. makasih sharingnya kapan bisa ke jepara ya

    BalasHapus
  2. Waaah aku sukaaaa tulisan tentang sejarah mbak!
    aku baru tahu ternyata Ratu Sima ada di jepara? karena selama ini aku baca cuma via internet, dan gak jelas dimana lokasi kerajaan Ratu Sima

    Waah semoga bisa berkunjung ke Jepara lagi ya :) terakhir kesana aku masih kecil sekali he he he, jadi ga ngerti dan lupa tentang Kota Jepara

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)