Flowers in the Attic, Review dan Sinopsisnya

Flowers in the Attic. Judul film yang puitis. Saya langsung teringat pada novelis seperti Mira W yang sezaman. Tapi saya tahu sekali bahwa mereka berdua berbeda, bukan karena asal negaranya tapi memang berbeda dalam banyak hal. Relasinya hanya bunga yang menjadi ciri khas pengarang Indonesia yang pernah menjadi idola mbakyu saya. Saya mendapatkan hibahan 10an novel dan saya hanya membaca 2 atau 3. Masih kinyis-kinyis, saya berikan ke teman TBM karena tidak jua saya baca setelah 7-8 tahun di rak. Saya memang kurang suka baca novel, kecuali memang bahasanya indah.

Flowers in the Attic, Review dan Sinopsisnya

Flowers in the Attic memang novel yang difilmkan. Tidak tanggung-tanggung, sudah difilmkan 2x. Saya jarang menemui sebuah novel yang diulang pembuatannya. Ada Les Miserables yang kalau tidak salah sudah 7x difilmkan dan menjadi tema drama abadi dari Perancis. Lainnya sedang terkubur dalam otak bawah sadar saya. Suatu saat pasti ingat.

Mengingat jarangnya, saya jadi penasaran seberapa bagus sih novel dan filmnya? Saya bisa bayangkan, bagi generasi baby boomers, V.C. Andrews pastilah sangat populer. Pada masa itu, dalam sebuah poster tahun 1987, terdapat klaim bahwa Flowers in the Attic berhasil mengejutkan 40 ribu penggemarnya. Kisah tragis The Dollanganger family ini membuat saya penasaran. 

Novel V.C. Andrews yang juga sudah difilmkan sudah saya bahas minggu lalu cukup lengkap dengan judul My Audrina Melodrama Gotik V.C. Andrews. Lifetime sebagai kanal TV perempuan memanjakan jutaan penggemar novelis yang sangat terkenal ini.


Sinopsis film Flowers in the Attic

Chris, Cathy, Carrie dan Cory pastilah sering mengenang masa bahagia mereka bersama ayah dan ibunya. Dollanganger, nama belakang mereka. Mereka pernah menjadi anak berbakat dan cerdas di sekolah. Namun nasib membuat keempatnya terpenjara di loteng Foxworth Hall, sebuah rumah puri tua bergaya Victoria di Virginia, tanpa pernah keluar. Semua diawali dari kematian sang ayah. Rupanya ayah dan ibu mereka menjalani hidup melebihi kemampuan sehingga memiliki hutang yang tak sanggup dibayar.

Oh iya, setting film tahun 1950an.

Sang ibu, namanya Corinne Foxworth, memutuskan kembali ke rumah orangtuanya untuk memohon ampunan. Ia boleh pulang dengan syarat tidak punya anak dari suaminya. 

Ayah Corinne menganggap anaknya pendosa karena menikahi pamannya, alias adik kesayangannya. Syarat yang ia ajukan bersifat final.

Olivia dan Corine Foxworth, ibu dan anak yang menyembunyikan darah dagingnya demi harta


Corinne meminta bantuan meminta bantuan ibunya untuk menyembunyikan 4 anaknya di loteng. Rumah mereka terlalu luas sehingga bagian itu hanya didatangi seminggu sekali. Anak-anak harus bersembunyi di gudang paling atas ketika loteng dibersihkan oleh pembantu. Corinne berharap kemurkaan ayahnya reda. 

4 anak; Chriss si sulung yang setampan ayahnya, Cathy yang lebih cantik dari ibunya, si kembar Carry (perempuan) dan Cory (laki-laki) tinggal di loteng selama bertahun-tahun sampai akhirnya menjadi remaja puber. Carry dan Cory mengalami stunting karena tidak pernah terkena matahari serta kurang nutrisi. Kadang sang nenek seperti sengaja tidak memberi makan selama berhari-hari. Mereka disebut “devil spawn”. 

4 anak Dollanganger, Flowers in the Attic versi 2014


Chriss dan Cathy mulai mempertanyakan sesuatu yang menggelegak dalam diri mereka. Mereka mulai saling mencintai sebagai laki-laki dan perempuan. 

Sang nenek mencambuk Chriss karena menolak membrondoli rambut Cathy. Akhirnya mereka menyerah karena nyaris mati kelaparan. Tapi peristiwa ini mengajarkan mereka untuk menipu sang nenek sehingga berhasil mencuri kunci. Misi mereka adalah sesekali turun untuk mencuri uang agar bisa melarikan diri. Mereka sudah lama tahu bahwa sang ibu sudah lupa pada mereka.

Mereka tidak salah. Setelah bertahun-tahun, Corinne lupa pada misinya. Ia kembali menjadi nona sosialita yang sangat cantik jelita. Pada akhirnya ia menikah dengan pengacara keluarga yang kaya raya dan dari keluarga terpandang. Corinne ingin menghilangkan jejaknya sebagai seorang ibu dengan membunuh 4 anaknya.

Chriss, Cathy dan Carry versi film 1987 berhasil melarikan diri


Waktu berlalu, mereka akhirnya melarikan diri bertiga; Chriss Cathy, Carry. Pasalnya, Chriss mendengar dua pelayan berbicara tentang rencana membunuh tikus di loteng. Chriss berlari ke loteng dan mendapati Cory sudah meninggal setelah memakan donat bertabur gula. Dua adiknya yang lain selamat karena sepakat bersabar menanti si sulung untuk makan bersama. 


Film Flowers in the Attic 1987

Sinopsis di atas secara umum sama antara novel dan dua film remake-nya. Perbedaan pastilah ada, dan beberapa membuat penggemar puas atau tidak puas. Itu sangat wajar dan tak perlulah diperdebatkan. 

Bagi saya, film Flowers in the Attic buatan tahun 1987 memanjakan mata dengan keindahan rumah yang menjadi latar. Rumah itu sangat istimewa. Acting para pemainnya sudah bagus kalau dilihat dari tahun pembuatan. Tahun 1987... ya gitu, deh. Tapi tetap layak tonton. Penggarapannya sangat serius.

Kalau mau mengkritik, mungkin tentang loteng atau attic yang menjadi tempat tinggal 4C bersaudara. Saat awal masuk, ruangan itu benar-benar gudang dengan banyak benda besar maupun kecil. Ada juga patung-patung. Memang tidak diulas apa pekerjaan ayah Corinne dan mengapa mereka sedemikian kaya raya. Yang jelas aneh saja ketika ruangan tersebut menjadi cukup rapi untuk ukuran kamar sementara. Sangat jauh berbeda dengan film tentang penyekapan yang menjadi the best movie pada tahun 2015 berjudul The Room.

Film versi ini memiliki ending yang dimodifikasi sendiri sehingga menjadi semacam dead end. Diceritakan tentang cara Chriss, Cathy dan Carry keluar dari rumah setelah mengacaukan proses pemberkatan pernikahan ibunya dengan Barth. Cathy bahkan dengan dramatis melempar ibunya dari lantai atas. Scene setelah itu menyiratkan seakan sang ibu tewas dengan leher terjerat veil panjangnya.

Ini jauh dari novel setelahnya. Permusuhan ibu dan anak ini abadi, dan akan muncul di seri-seri selanjutnya. Bahkan Cathy akan punya anak dengan Barth dan diberi nama Barth Junior. 

Trailer film menunjukkan keindahan sinematografinya


Oh iya, V.C. Andrews menjadi cameo seperti peran Stan Lee yang selalu ditunggu. Ia menjadi pelayan yang membantu di loteng dalam satu adegan.

Sekadar info, Louise Fletcher, pemeran nenek mendapatkan nominasi Best Supporting Actress dalam Saturn Award 1988. Kristy Swanson, pemeran Cathy, lebih beruntung karena memenangkan Best Young Actress in a Horror or Mystery Motion Picture dalam Young Artist Awards 1989.


Film Flowers in the Attic 2014

27 tahun berlalu, akhirnya Lifetime membuat kembali film Flowers in the Attic. Kali ini versi TV Movie. Kali ini, Ellen Burstyn, pemeran nenek mendulang beberapa piala sebagai best actress untuk TV Movie. Ia memang memerankan sosok nenek yang berkarakter kuat dan meyakinkan sebagai ningrat lawas yang bangga pada dirinya sendiri. 

Untuk kualitas aktor dan aktris, versi 2014 jauh lebih baik. Lebih good looking juga. Tapi saya sungguh merindukan rumah yang dipakai pada film versi pertama. 

Rumah tidak banyak dieksplorasi karena memang tidak seindah yang digambarkan dalam novel. Jauh sekali bedanya. Detail tentang keluarga juga tidak ada sehingga cukup menjemukan - kalau ekspektasi menggunakan referensi sebelumnya.


Tapi versi yang satu ini memang sangat dekat dengan cerita di novel. Mungkin sama persis. Dalam video trailer, terlihat jelas bedanya. Oh iya, trailer film Flowers in the Attic hanya sampai menit ke 1:30. Sisanya adalah sneak peak dua film setelahnya, yaitu Petals in the Wind (2014) dan Seed of Yesterday (2015). Di antara dua film ini seharusnya ada If There Be THorms (2015).

Mengikuti kisah keluarga Dollanganger ini membuat saya cukup bergidik. Saya menonton Petals in the Wind setengahnya saja dan tidak betah karena temanya incest.

Prediksi Olivia, nama si nenek, memang benar. Pada akhirnya sejarah incest ayah dan ibu mereka terulang. Ia penganut agama yang konservatif sehingga menganggap 4 cucunya itu sebagai devil spawn. Kejam sekali ya.

Kelak, dalam seri Dollanganger kedua yang berjudul Petals in the Wind, akan menceritakan kehidupan Chriss, Cathy dan Carry 10 tahun ke depan yang membaik. Mereka diadopsi seorang dokter kaya bernama Dr. Paul Sheffield. Chriss belajar menjadi ahli bedah, Cathy menjadi balerina berbakat, dan Carry sekolah privat untuk anak orang kaya. Wah, akan panjang. Silakan cari kisah The Dollanganger sendiri ya.

Ini judulnya:

  1. Flowers in the Attic (2014),
  2. Petals in the Wind (2014) 
  3. If There Be THorms (2015), 
  4. Seed of Yesterday (2015).


Sekilas tentang film gotik

Film gotik atau gothic adalah film yang didasarkan pada fiksi gotik atau berisi unsur gotic. Karena berbagai genre film yang pasti — termasuk fiksi ilmiah, film noir, film thriller, dan komedi — telah menggunakan unsur-unsur gotik, film Gotik menantang untuk mendefinisikan dengan jelas sebagai genre. Wikipedia (Inggris)


Mudahnya sih, kalau batasan tentang film gotik sepemahaman saya.... film gotik memiliki genre melodrama dengan tema dark atau kehidupan kelam di masa kolonialisme atau sebelumnya. Ceritanya tak jauh dari rahasia kelam keluarga ningrat yang super kaya dan hidup dalam pengasingan. 

Keluarga Foxworth yang punya istana mewah bernama Foxworth Hall adalah contoh yang bagus. Contoh lain adalah film Frankenstein versi lawas. 

Kalau sobat Susindra ingin mencari rekomendasi film bagus, silakan buka kategori Review Film. Saya cukup sering menulis di situ lengkap dengan sinopsis singkat dan detail. Saya suka spoiler tapi bagi yang ingin tahu tapi tak mau spoiler bisa membaca sampai batas tertentu.

Semua gambar dari IMDb

20 Komentar

  1. Saya suka nonton film2 yg mengusung tema2 thriller dengan plot mencekam. Makasih referensinya Mbak. Jadi pengen nonton ke-4 film yang ditulis di atas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama mbak, meski awalnya sy suka karena sering nemenim suami nonton.. Hehe

      Hapus
  2. Wah, pas nih. Aku dan anak2 demen nonton film gotik2 serem. Apalagi beneran tempo doeloe setting-nya lawas gitu makin menambah keseraman ceritanya ya.

    BalasHapus
  3. Wah film favorit suamiku ini, genre nya..
    Mau ajak dia nonton ini ah

    BalasHapus
  4. Wah sama kita mba suka delay baca novel atau buku, yg akhiran cukup lama berdiam di rak. Btw...soal filmnya kudu nonton juga nih. Penasaranku hrs terjawab��

    BalasHapus
  5. Saya kadang lebih suka baca novelnya Mbak. Hehe ... Nonton film yang genrenya seperti ini agak serem kalau saya, beda sama suami yang kebalikannya suka film seperti ini. Ini filmnya udah tayang beberapa kali, jadi penasaran pengen lihat juga.

    BalasHapus
  6. Aku belum nonton sama sekali mba. Tp liat foto fotonya koq aku suka. Plotnya bikin penasaran nih hahah

    BalasHapus
  7. Wah jadi pengen nonton filmnya. Kalo baca novelnya nanti dulu deh hehe...Kalo nonton filmya rasanya lebih santai deh.

    BalasHapus
  8. Keren ulasannya, Mbak. Jadi pengen nonton. Cuma eh itu, anak-anaknya dapat baju sesuai usia mereka dari mana ya? Kan si ibu udah lupa sama mereka.

    BalasHapus
  9. Aku baru baca sinopsisnya aja udah bergidik rasanya. Menarik sekali untuk ditonton dengan tema yg ga pasaran kayak gini.

    BalasHapus
  10. Udah lama banget pengin nonton dengan genre yang berbeda, makasih ya mba Susi aku jadi punya referensi mau nonton apa lagi. Hehehhe

    BalasHapus
  11. mumpung liburan panjang... nonton film yang agak menantang adrenalin boleh juga nih dicoba. kudu nyiapin berapa cemilan nih? hehehehe

    BalasHapus
  12. Wuih film tema klasik, dan diproduksi jg puluhan tahun lalu, 1987 biasany klo populer memang berkualitasss

    BalasHapus
  13. Aku padahal berharap di ceritakan full, tapi pasti spoiler yak. Hihihi karena kalo menonton filmnya langsung aku pasti gak berani

    BalasHapus
  14. Baca dari sinopsisnya, sepertinya saya akan betah mrngikuti kisahnya. Soalnya suka dengan genre thriller. Thanks bgt referensi film nya ya mba. Segera cari deh buat mengisi waktu libur pandemi ini.

    BalasHapus
  15. Wow banget. Ini kyknya jenis film yg bakal aku sukai juga mbak, ntr coba ah aku nyari dan tonton. Apa ada kemungkinan akan diremake lagi gk ya setelah ini hehe Penasaran kalau dibikin versi modernnya bbrp tahun lg apa msh bisa penggemar film ini nikmatin jg :D

    BalasHapus
  16. Kok berasa keren yaa...
    Endingnya dan penyajian plot story line yang gak biasa.
    Tapi di zaman itu, novel-novel Mira W juga menceritakan banyak kisah kelam dalam rumah tangga.

    Out of the box banget deeh...

    BalasHapus
  17. Sekilas tentang serial film malah jadi inget buku yg serial juga dan nuansanya gothic gini tapi lupa judulnya. Aku baru tahu judul ini, storylinenya sepertinya menarik nih utk ditonton

    BalasHapus
  18. Saya kurang suka film gotic apalagi yg dark macam ini sih Mba, tapi seru juga kalau baca ulasannya gini, bikin pingin liat. Hehehe

    BalasHapus
  19. Oh well, it's one hell of a family tree.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)