Khol ke-117: Harapan Kartini, Keluarga dan Warganya

16 September malam, hampir dipastikan keluarga besar Sosroningrat mengadakan khol pahlawan nasional kita yang meminta dipanggil Kartini saja. Setelah membaca tahlil dan mendengar tausiah akan dilakukan sesi ramah tamah. Dari situ kita bisa tahu harapan atau wasiat keluarga dan warganya. 

Acara khol Kartini ke-117 dilakukan di Pringgitan Kabupaten Jepara


Acara khol tadi malam meninggalkan beberapa kesan untuk saya dan hadirin. Juga beberapa PR baru tentang artefak peninggalan sejarah di Jepara yang berkaitan dengan pahlawan ikonik Jepara tersebut. Mulai dari tempat lahir sampai tempat menutup mata.

Acara khol ke-117 dilakukan di Pringgitan Kabupaten Jepara  jam 7.30 - 22.00 WIB, di Pringitan Pendopo Kabupaten Jepara. Sesi ramah tamah setelah tahlil adalah salah satu yang paling ditunggu karena kita jadi tahu tentang harapan keluarga Kartini dan warga yang diundang untuk hadir. Sesi diskusi akan gayeng dan meninggalkan PR besar untuk dijawab tahun depan. Tentu bagi yang merasa harus menjawab.


Sekilas tentang pringgitan

Pringgitan adalah ruangan penghubung antara pendopo dan rumah dalem. Area untuk menerima tamu dekat. Tamu luar hanya diterima di pendopo. 

Area pringgitan juga menjadi tempat keluarga bercengkrama atau tempat calon pengantin pria melihat calon istrinya secara diam-diam. Sebenarnya tidak diam-diam juga sih karena anak gadisnya juga tahu kalau ia sedang diamati. Kegiatan yang ia lakukan selalu di area rumah ndalem terutama teras belakang. Kalau tiba-tiba diminta menyulam - misalnya - di depan, kemungkinan besar ada yang datang melihatnya. 

Lha kok malah bahas fungsi lain. Hehehe. Kepalang, saya beritahu sekalian kalau fungsi utama pringgitan sesuai kata dasar "ringgit" adalah untuk meletakkan wayang alat-alat wayang. Zaman dahulu semua bupati harus punya seperangkat gamelan dan setiap Sabtu ada pagelaran gamelan saja atau wayang kulit. Aktivitas ini disebut "Seton" dan kata tiap hari Sabtu. Jangan bayangkan malam Minggu lho, yang benar malam Sabtu.

Doakan buku saya tentang All About Jepara segera selesai ya. Kendala saya selain perangkat memang ada anak usia 2,8 bulan yang sedang eksloratif dan sangat suka minta perhatian. Dan kondisi mata yang sudah tidak baik. Semoga masih sempat meninggalkan warisan buku lengkap tentang Kartini, Jepara dan Japara. Yang terakhir itu mengacu pada kota ini pada masa kurun niaga. 


Khol Kartini ke-117

Tak terasa, sudah tahun ke-117. Sebagai orang yang mengaku Kartini enthusiast saya harus mengakui bahwa dahaga informasi tentang kehidupan masa lampau selalu menguat. Namun dahaga itu disertai dengan perasaan sesal tak bisa melakukan banyak hal. 



Seperti sebelum-sebelumnya, khol Kartini yang dilakukan oleh keluarga Sosroningrat memang dilakukan dengan mengutamakan kehidmatan. Memperingati kematian dengan renungan-renungan tentang apa yang sudah beliau lakukan dan seberapa banyak kita sudah mewujudkan harapan beliau. 

Acara diadakan sederhana, sekitar 40an orang dari keluarga, peneliti, Forkopinda yang berkaitan dengan budaya dan pendidikan, perwakilan Polres, dan warga yang bergerak di bidang literasi. Semalam ada tambahan dari Kejaksaan. 

Daftar acaranya:

19.30 - 20.00 Tamu datang dan diaturi dahar.

20.00 - 22.00 Pembukan acara sampai penutupan.

Saya tidak bawa jam atau pun HP jadi tidak tahu jam-menitnya. Urutannya sebagai berikut:

1. Pembukaan 

2. Tahlil (Ustad Khafid)

3. Sambutan dari keluarga (Pak Hengky)

4. Sambutan Bupati (diwakili Pak Agus - Disdikpora)

5. Pemotongan tumpeng (Bu Mimi pada Bu Esti (istri Bupati) dan Bu Khayati.

6. Tausiah oleh (Ustad Khafid)

7. Ramah Tamah bertema Harapan Kartini (Moderator Apeep Qimo)

8. Penutup



Harapan Kartini, keluarga dan warganya

Saya sengaja menyebut harapn tiga pihak karena seperti itulah adanya. Harapan Kartini adalah harapan warganya, dan harapan keluarga tentunya mewakili harapan Kartini. Dan khol Kartini ke-117 ini menjadi waktu yang tepat.

Berikut poin-poinnya:


1. Buku lengkap Kartini

Selama ini banyak buku Kartini dan temanya juga cukup beragam. Interpretasi penulisnya menjadi salah satu kunci dari buku tersebut. Namun belum ada buku yang memang benar-benar lengkap.

Memiliki usia 25 tahun saja, akan tetapi hidup Kartini benar-benar luar biasa. Penuh makna. Banyak cerita. Dan ternyata bisa menghasilkan ribuan buku dari segala bahasa di dunia. 

Pak Joost dalam buku berisi surat terlengkap Kartini tahun 1899-1904 kepada 10 responden mengatakan:

Tulisan Raden Ajeng Kartini penting tidak hanya sebagai sumber biografinya namun lebih luas lagi sebagai dokumen yang mencerminkan sejarah penting bangsa Indonesia.2 Bahwa penulisnya adalah seorang perempuan, dan tulisannya berasal dari masa ketika tulisan perempuan – bahkan di Barat – pada saat itu masih sangat minim. Dan bahwa, pada akhirnya, sebagai korban penjajahan, wanita ini menulis secara kritis tentang kolonialisme dalam periode sejarah Indonesia – yang kala itu masih sedikit dokumentasi bersentimen nasionalis. Hal ini membuat tulisannya unik. Selain itu, tulisan ini juga memiliki arti penting sebagai elemen integral dalam catatan internasional tentang emansipasi wanita.

Buku berisi 141 surat tersebut merupakan versi buku Kartini terlengkap yang pernah ada. Saya pernah memberikan link buku tersebut di artikel Surat Perdana Kartini kepada Stella Sangat Powerful!.

Agaknya memang Pak Hengky dan keluarga masih harus sabar menanti sebuah karya akbar dari peneliti Jepara yang mengkhususkan pada sejarah Kartini, yaitu Rumah Kartini. Buku tersebut masih dalam proses pembuatan dan diharapkan segera terealisasi. Kalau bisa pada khol Kartini ke-118 ya.



2. Rumah lahir Kartini

Rumah lahir Kartini berada di Pelemkerep Mayong. Sebuah rumah tua yang masih berdiri sampai sekarang. Rumah tersebut menurut perbincangan semalam, sudah menjadi rumah milik pribadi. Rumah tersebut tidak digunakan sebagai rumah tinggal. Fungsinya sebagai tempat menyimpan kendaraan motor.

Ada perasaan sedih ketika tahu kabar ini. Sulit memaksa pemda mengambil alih rumah karena menurut salah satu sumber tadi malam, pemiliknya menyebut angka enam milyar, berapa tahun lalu. 

Andai semua orang yang mencintai Kartini dan merasa telah berhutang budi atas pendidikan dan kemerdekaan bangsa ini bersedia bergerak untuk membuat gerakan semacam "Koin untuk Rumah Lahir Kartini". Tentu saja ini hanyalah sebuah ide gila saya yang tak punya daya untuk mengajak dan membujuk. Itu hanya selintas ide saat mendengar angka 6 milyar.

Saya beruntung tadi malam saat khol Kartini ke-117 bisa mendengarkan keterangan Bu Mimi sebagai salah satu cucu keponakan (dari Adik Soematri) yang memberitahu bahwa ari-ari tentulah berada di sebelah rumah, dan dahulu di dekat ari-ari dan rumah yang asli terdapat sebuah pohon yang amat sangat besar. Mungkin warga Pelemkerep Mayong bisa memberitahukan cerita tentang rumah ini. Baik pohon maupun rumah stasiun Mayong dari kayu sudah tidak ada. Saya pernah menceritakan detail rumah stasiun tersebut di artikel Lawatan Sejarah melalui Film Kartini 1982. Rumah stasiun itu telah jadi lobi hotel di Magelang milik Sandiaga Uno.

Rumah stasiun Mayong


Oh iya, di acara itu, Mbak Lia dari BPCB Jepara memberitahu bahwa tim yang dibentuk sebagai upaya perlindungan cagar budaya Jepara tersebut telah melakukan pendataan semua artefak di Jepara dan yang paling dekat adalah melakukan FGD atau diskusi terpumpun tentang Pendopo Kabupaten Jepara sebagai upaya untuk menjadikannya cagar budaya secara resmi.


3. Makam Mbah Siti Aminah dan Mbah Moedirono

Kalau membaca biografi Kartini, besar kemungkinan bertemu dengan dua nama ini. Beliau adalah ayah dan ibu dari M.A. Ngasirah. Keduanya adalah kakek-nenek dari pihak ibu. 

Mbah Moedirono menjadi guru agama setempat di Teluk Awur setelah putrinya diboyong ke Pendopo Kabupaten. Kejadiannya beberapa tahun setelah menikah. Menantunya dari Wedono Mayong diangkat menjadi Bupati Japara tahun 1880. Jadi perkiraannya setelah boyongan keluarga Mayong ke Japara. 

Japara adalah nama Kabupaten Jepara pada masa lampau. Saya gunakan agar ada kesan otentik aja sekalian memperkenalkan sejarah Jepara. Mumpung menulis tentang khol Kartini ke-117.

Mbah Siti Aminah adalah istri Mbah Moedirono. Sudah bergelar Hajjah. Makamnya lebih "ningrat" daripada suaminya, dan lokasinya juga tidak satu area. Tampaknya Mbah Moedirono sudah meninggal cukup lama sebelumnya. Makamnya jauh lebih tua, dari susunan batu bata yang sudah tidak utuh. 

Saya katakan lebih ningrat karena memang nisannya lebih permanen. Saya agak kesulitan mendeskripsikan istilah-istilah dalam permakaman. Langsung lihat fotonya saja ya.

Makam Mbah Moedirono (dokpri 2019)


Makam Mbah Siti Aminah (dokpri 2019)


Gambar 2 makam di atas adalah gambar lama, tahun 2019. Rasa-rasanya saya pernah mempunyai versi sekarang dari grup WA, hanya saja kondisi saya tak memungkinkan untuk mencarinya. Sudah ganti HP. Saya dalam kondisi demam. mengantuk dan lesu saat ini tapi merasa harus menyelesaikan tulisan ini.


Makam Mbah Moedirono dan Mbah Siti Aminah sudah diperbaiki oleh pemerintah daerah. Sudah ada penutupnya sehingga peziarah lebih nyaman dari sengatan matahari, cmiw. Nanti saya update bertahap. Masih termasuk sederhana untuk sebuah makam yang direncanakan menjadi salah satu tempat singgah wisata heritage Kartini. Wisata heritage beberapa kali dilakukan oleh Rumah Kartini untuk tamu dari dalam dan luar negeri.

Jadi bisa dipahami jika ada harapan dari keluarga untuk renovasi makam yang lebih baik. Bagi yang hendak ziarah kubur ke sana, silakan sekalian datang ke area Makam Citrasoman di Jepara, di belakang Masjid Sendang. Lokasi makam Mbah Moedirono dan Mbah Siti Aminah berada di area pemakaman umum desa Sendang yang berada dekat dari situ. 


4. Wisata heritage lengkap dari lahir sampai tutup usia

Ini harapan semua orang. Saya salah satunya. Di draft blog saya ada artikel tentang wisata ini yang belum lengkap. Semoga suatu saat bisa "keluar".

Bagaimana cara mengenal Kartini lebih menyeluruh? Tentu dengan membuat sebuah perjalanan lengkap dari lahir sampai tutup usia. Dan wisata itu tentu saja berawal dari tempat ari-ari Kartini sampai di Museum Rembang yang menjadi rumah tinggal Kartini terakhir kali. 

Museum di Rembang memang berupa living heritage museum tentang R.Ay. Kartini Djojoadiningrat dan suaminya. Sebagai living heritage, kita disuguhi benda-benda sejarah yang pernah dipakai oleh suami istri tersebut. Piring-piring keramik mewah yang jadi standar semua bupati (karena ada nama dan logo keningratan pemiliknya) dan benda-benda lain seperti tempat sirih dan perlengkapan makan lainnya. 

Ada informasi kehidupan raden ayu kita di sana yang tentunya menjadi daya tarik wisata. Jadi jika digambarkan, wisata heritage tersebut berupa datang ke lokasi ari-ari, ke makam kakek-nenek, ke rumah saat menjadi raden ajeng, lalu ke rumah saat menjadi raden ayu, dan diakhiri nyekar dan berdoa di makamnya. 



5. Menjadikan Sosrokartono sebagai pahlawan nasional

Ide menjadikan Mas To atau Sosrokartono sebagai pahlawan nasional dikemukakan oleh peserta ramah tamah. Saya lupa tepatnya, kalau tidak salah Pak Agus. Bisa dimaklumi jika ada harapan tersebut.

Sosrokartono diakui oleh Kartini sebagai teman diskusi yang membuka cakrawalanya pada dunia perjuangan perempuan. Jika awalnya Kartini kecil hanya bisa berkesah mengutarakan perasaan terpenjara oleh rumah besarnya, Mas To memberikan sebuah perenungan baru tentang kondisi perempuan yang terbelenggu oleh adat. Kita bisa menyebutnya feminisme, meskipun feminisme Kartini-Kartono bukanlah feminisme yang kita kenal dan pahami. Ada yang menyebutnya feminisme Jawa. Apapun itu, intinya adalah bagaimana perempuan punya hak belajar. 

Biografi Sosrokartono sudah ada dalam bentuk novel. Adakalanya biografi orang yang menjadi tokoh nasional memang dibuat dalam bentuk ini, dan katanya sah-sah saja. Bentuk novel memberi kesempatan bagi penulisnya untuk berkilah bahwa tulisannya bukan tulisan akademis yang harus dipertanggungjawabkan secara akademis. 

Data tentang Sosrokartono juga tersebar di beberapa tempat yang cukup sulit digali. Ada di buku biografi sana dan sini. Saya termasuk yang hanya mendapatkan sedikit datanya.

Bisa jadi undangan terbuka bagi para pecinta Sosrokartono, nih, untuk sumbangsih data dan tenaga. Agar cakrawala kita selalu terbuka untuk hal baru.

Penulis dan "alarm" tampannya numpang foto, ya


Penutup

Kiranya sekian dulu tulisan saya tentang khol ke-117 Kartini kali ini. Agak-agak berat ya, dan dengan sedikit gambar. Saya akan melengkapinya kemudian hari. Saya merasa agak kurang sehat karena kemarin pagi vaksin kedua lalu beraktivitas normal dan ditambah acara tadi malam. Saya sampai rumah menjelang jam Cinderella. 

Tapi saya memang sulit tidur sebelum jam berdentang 12 kali, dari dulu. Kebiasaan yang buruk, ya, selain kebiasaan makan tengah malam (soupee) sebelum tidur. Wkwkwk

Semoga artikel ini memberikan hal baru untukmu, Sobat Cakrawala Susindra! Bisa meneruskan membaca semua artikel sejarah Kartini di blog ini. 




25 Komentar

  1. Senangnya jadi banyak tahu dari liputan khol ke-117 Kartini
    Saya tunggu buku All About Jepara-nya ya Mbak Susi.
    Memang pas sekali Mbak Susi yang Kartini Enthusiast menulis ini. Pasti bakal komplit dan dari berbagai sisi mengingat selama ini sudah mendokumentasikan dan banyak mengikuti kegiatan seputar Kartini.
    Semoga sehat selalu dan segera terwujud jadi buku.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin... aamiin... aamiin...
      Diusahakan sebaik mungkin selesai tahun depan Mbak.

      Hapus
  2. Mungkin akan sangat menarik ya kalau bisa berwisata heritage mulai dari ibu Kartini lahir hingga akhir hayatnya. Kita akan kembali mengarungi masa lalu sosok wanita yang hebat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. MasyaAllah, keren banget bisa ikutan acara seperti ini. Semoga rencana tentang wisata heritage Ibu Kartini bisa segera dilaksanakan. Pengen juga mengenal sosok beliau bener-bener dari tempat wanita hebat ini dibesarkan

      Hapus
    2. Benar Mbak Apalagi jika memang dipersiapkan dengan baik detail kehidupan beliau beserta banyak fun fact Kartini.

      Hapus
  3. Selalu takjub dengan kisah tentang bacaan yang mengulas tentang sosok Ibu Kartini. Benar kata Mba, Ibu Kartini diberikan kesempatan 25 tahun menikmati udara dunia, tetapi dalam usia yang sangat-sangat tergolong muda itu beliau telah menorehkan banyak kisah yang sungguh bermakna.

    Semoga Mba Susi segera pulih, ya.

    BalasHapus
  4. Masya Allah... Banyak hal yang belum diketahui oleh orang banyak. Termasuk saya. Semoga buku Bu Susi segera terbit. Warisan sejarah yang harusnya menjadi warisan negara, tapi untuk nebusnya mahal juga. Sedih banget mendengarnya. Banyak istilah Jawa yang sangat kental dengan pribadi saya. Seton dll sangat saya pahami. Seakan saya kembali di Jawa. Hehe..

    Semoga semangat Kartini tetap diwarisi. Saya pesan satu bukunya Bu jika sudah terbit..

    BalasHapus
  5. Saya pernah ke Jepara, dan singgah ke Museum Kartini (semoga saya tak salah menyebutnya), melihat secara langsung barang-barang yang dahulunya digunakan oleh Ibu Kartini. Karena waktu kunjung yg singkat, tdk bisa maksimal. Sangat-sangat kagum dengan sosok beliau, dalam masa hidup yang 25 tahun, sangat -sangat banyak
    "warisan" yang beliau tinggalkan. kagum akan pemikiran, kekritisannya, akan kemampuan bahasa asingnya, kemampuan menulisnya, dan semuanya.

    Ada 2 buku ttg beliau yg saya punya, salah satunya yang berisikan kumpulan surat-surat yang ditulis oleh Ibu Kartini. Tiap baris kalimatnya sangat luar biasa.

    Turut mendoakan semoga harapan dan cita-cita Mbak Susi untuk menulis Buku ttg Ibu Kartini segera terealisasi, aamiin

    BalasHapus
  6. Alhamdulillah khol ke-117 Kartini berjalan lancar ditengah pandemi. Tetap prokes jadi semuanya juga tenang. Semoga buku tentang Kartini dan segala hal tentang Jepara bisa segera direalisasikan. Aaamiin...

    BalasHapus
  7. Ga terasa ya mba, ibu Kartini sudah lama meninggal dan bersyukur Indonesua punya pahlawan seperti ibu kartini. Menarik nih dibaca karena termasuk sejarah juga

    BalasHapus
  8. Ternyata sudah khol yang ke 117 yaa.. begitu mulai pengorbanan Kartini bagi perempuan Indonesia hingga kita sekarang bisa mengenyam pendidikan tinggi dan berkarier sebagaimana laki-laki juga

    BalasHapus
  9. Ternyata ada acara rutin seperti ini ya. Baru tahu namnya adalah Khol Kartini dan sekarang sudah yang ke-117. Semoga semangat selalu dalam menggiati sejarah Mbak

    BalasHapus
  10. Terimakasih mba akhirnya saya tau kalo ada Khol Kartini setiap tahunnya, semoga semakin menginspirasi semangat juang ibu Kartini buat kita semua

    BalasHapus
  11. wuah mbak susi diundang acara terhormat ini yaaa...
    alhamdulillah luar biasa

    btw sayang sekali ya dijualnya harga 6m, mahal banget
    harusnya yaa bisa didedikasikan untuk negara, jadinya gak segitu harganya

    BalasHapus
  12. Ditunggu nih kak buku karya peneliti Jepara yang akan membuat gebrakan buku terkait yang menambah khasanah berpikir masyarakat setempat soal Kartini. Mudah2an sudah terbit bukunya di khol Kartini ke-118. Aamiin.

    BalasHapus
  13. Wah menarik sekali mbak. Semoga bisa segera selesai bukunya ya biar makin banyak yg tau sisi ibu Kartini dan kota Jepara.

    BalasHapus
  14. Rangkaiann acaranya khidmat ya, sekaligus menggali lebih dalam sejarah bangsa. Ditunggu bukunya mbak, pasti banyak info menarik hehe.

    BalasHapus
  15. Berbicara tentang Kartini memang akan memiliki banyak sudut pandang ya. Tapi di sini saya menikmati foto dan informasi yang diberikan. Semoga bisa kunjung ke Jepara untuk melihat langsung.

    BalasHapus
  16. Khol sendiri artinya apa ka? Aku dari blora smoga suatu saat bisa main ke jepara

    BalasHapus
  17. Oh saya baru tahu kalau ada acara haul tahunan untuk ibu Kartini. Banyak hal yang bisa diteladani dari kiprah beliau. Terima kasih sudah berbagi informasi ini mbak.

    BalasHapus
  18. aku baru tahu mbak susi ada acara khol kartini seperti ini. semoga kita bisa mengambil hikmah dari pelajaran hidup beliau ya Mbak terimakasih tulisannya sangat menarik

    BalasHapus
  19. Baru tau aku kalo ada acara khol kartini seperti ini. Banyak banget jasa beliau yang bisa kita kenang. Alfatihah buat ibu kartini

    BalasHapus
  20. MasyaAllah keren mba Susi, aku belum pernah berkunjung kesana, apalagi menghadiri haulnya Ibu Kartini. Keren bangett jadi tau aku sekarang gambaran rumah beliau yg jadi tempat belajarnya

    BalasHapus
  21. Saya baru tau ada daerah bernama Japara dulu, populernya memang Jepara ya mba. Jawa yang menganut patriarki memang dulunya cukup membatasi ruang gerak perempuan, Alhamdulillah di masa sekarang kita menikmati kesempatan belajar karena perjuangan Kartini ya.. alfatihah untuk ibu Kartini

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)