Haji Mabur

Ketika kecil, saya mendapat cerita dari orang-orang tua tentang keberangkatan haji naik kapal. Enam bulan lamanya. Lalu dilanjutkan, kalau sekarang (tahun 1980an) sudah enak karena sudah mabur, alias naik pesawat. 

makna haji mabur


Cerita itu diulang-ulang saat bulan haji, untuk menghormati mereka yang sudah pernah berhaji. Begitulah cara orang tua zaman dahulu. Penghormatan pada orang haji masih disertai dengan kekaguman dan rasa percaya bahwa mereka yang berangkat haji benar-benar dipanggil oleh Allah.

Sudah pasti, sapaan bu haji, atau pak haji, atau mas haji, atau dek haji, secara alami disematkan. Bagaimana dengan masa kecil sobat Susindra semua? Sama kah?


Susahnya naik haji

Zaman dahulu naik haji benar-benar tidak mudah. Perjalanan amat sangat lama. Tahun 1950an masih naik kapal, lho. Berbulan-bulan untuk perjalanan pulang pergi! Lama-lama cukup satu-dua bulan sekali jalan. 

Kalau selama itu, tak heran jika para jamaah membawa alat memasak sendiri. Lengkap! 

Kebiasaan ini masih dipakai sampai tahun-tahun yang lebih modern. Sebagai contoh ibu saya berangkat haji tahun 2004 masih membawa panci dan cobek. Saya sudah menyiapkan banyak cabe kering dan aneka bumbu homemade praktis juga. 

bekal haji paling absurd


Saya ingat benar karena saat ibu berangkat ke embarkasi Solo, saya selapan bayi si mbarep. Barengan harinya, 25 Desember, sehari sebelum tsunami Aceh. Saudara saja lebih ekstrim, kalau tidak salah tahun 2001 dan 2007 (cmiw), bawa magic comp. Lha... kapan hari, untuk keberangkatan haji tahun 2023 masih ada yang kedapatan membawa alat masak juga.

Lanjut, ah. 

Baru tahun 1952, perjalanan udara digunakan. Garuda Boeng 747 waktu itu, dengan waktu tempuh 9 jam. Tapi peminat kapal tetap sangat tinggi karena selisih uang transportasinya cukup tinggi. Jamaah haji dengan kapal membayar Rp7.500,- sedangkan jamaah haji yang mabur merogoh kocek sebesar Rp 16.691,-.

Selisih itu makin lama makin mengecil. Tahun 1970an akhir, tarif pesawat Rp560.000 dan tarif kapal laut Rp556.000. Sudah jelas, bahwa pesawatlah yang dipilih. Setelah itu para haji mabur alias terbang.


Sangat disegani

Kehidupan memang akan terus berubah mengikuti zaman. Kalau di zaman saya kecil haji mabur adalah sebuah bentuk pemahaman akan moda transportasi pernah dipakai oleh pak/bu haji. Beliau-beliau ini biasanya bukan hanya kaya tapi juga punya jabatan di masyarakat, baik jabatan profesi maupun jabatan sosial. Tanpa berangkat haji pun sudah disegani. 

ibadan haji dengan pesawat pertama kali tahun 1952


Saat itu ibadah haji benar-benar hanya milik orang yang kaya. Yah, meskipun budaya menjual semua harta benda demi berangkat haji juga kadang dilakukan. Salah satunya karena peluang kembali dalam keadaan hidup merupakan sesuatu yang istimewa, ditambah suasana politik yang panas pasca perang nyaris seumur hidup bagi para sesepuh pinisepuh tersebut. Peluang pulang haji menguat setelah ada pesawat, karena potensi kecelakaan lebih sedikit. 

Ketika naik haji sudah jadi impian yang bisa dicapai oleh siapa saja asal ada uangnya, maka gelar haji mabur menjadi kabur. Malah sudah satu dekade saya merasakan kesinisan di situ. Maknanya menjadi peyoratif. Apalagi jika disandingkan dengan frasa "haji mabrur".

Berangkat haji dengan naik pesawat sudah jadi ingatan kolektif generasi y, z, dan seterusnya. Berbeda dengan berangkat haji dengan kapal, yang merupakan ingatan kolektif generasi baby boomers dan gen x. 


Tabungan haji

Sebelum tahun 1963, kalau mau berangkat haji harus sudah punya uang sejumlah yang dibutuhkan. Untuk biaya transportasi sekitar 500 ribu rupiah (kurs saat itu). Uang sebanyak itu merupakan jumlah yang amat sangat tidak sedikit. Apalagi penyuka sejarah akan tahu betapa susahnya kehidupan pada masa itu.
Tahun 1963 menjadi awal mula adanya tabungan haji. Mereka yang ingin naik haji bisa mulai menabung semampunya sampai sejumlah tertentu.
Ini merupakan sebuah cara yang sangat membantu semua umat Islam yang punya cita-cita berangkat haji, apapun alasannya. 
Sampai saat ini tabungan haji tetaplah sangat membantu dan saya tak punya keluhan apapun tentang hal itu. Kalau bisa saya juga pasti ikutan menabung. Saya belum memenuhi syarat punya rumah sendiri.

Maknanya menjadi kabur

Sudah banyak kali, setiap jelang keberangkatan haji, pengajian sering membahas tentang haji mabur vs haji mabrur. Tentu saja maksudnya adalah untuk memberi penerangan pada warga agar bisa meraih keberkahan haji. 

Bayangkan, dengan biaya haji yang amat sangat besar, yang bisa dicicil bertahun-tahun, peluang naik haji jadi milik semua orang. Kemampuan membayar ongkos haji menjadi milik semua orang. Kemudian banyak cerita unik tentang haji. Seseorang dikatakan kaya jika sudah berangkat haji. Tak hanya itu, orang kaya harus berangkat haji. 

Dengan tuntutan semacam ini, berangkat haji jadi dianggap wajib. Harus berangkat haji meskipun tak pernah naik ke pesawatnya, alias bersembunyi di hotel luar kota sampai waktunya pulang. Yang seperti ini yang biasanya kaya karena pesugihan. Bahkan naik pesawat saja takut apalagi sampai ke kota suci. 

Dulu, orang masih takut dengan cerita tentang haji yang tidak sampai, tidak mabrur, tidak atas izin Allah, karena kehidupan dan ibadah sehari-hari. 

Bagaimana tidak, ketika ada tetangga atau keluarga yang pulang haji, akan banyak sekali yang datang untuk mendengarkan cerita serba-serbi kehidupan di sana. Di antaranya tentu saja kisah sendu jamaah haji yang tidak dipanggil tapi datang. Misalnya, gagal naik pesawat, hilang di sana selama musim ibadah dan baru ketemu setelah masanya selesai, kecurian, dan banyak lagi. Masih ada lagi cerita mengambil pesugihan saat berhaji, salah satu cirinya adalah setiap tahun pasti berangkat haji. Jika sedang tidak bisa akan diwakili anak atau saudara sedarah.

Yah, zaman dahulu cerita lisan memang seru sekali. 


Haji Mabur vs Haji Mabrur

Saya ingat saat masih muda, 1998-2008an lah, saat masih tinggal di rumah orangtua, ada tetangga yang tak mau menengok jika tidak ditambahi mbak haji/bu haji saat dipanggil. Ada juga yang sangat marah cenderung murka gara-gara belum haji dipanggil bu haji. Intinya memang kembali ke orangnya masing-masing. 

makna haji mabrur


Kalau musim haji memang akan banyak cerita seputar haji. Saya yang generasi old suka juga mengikutinya. Tapi bertahun-tahun tak punya TV dan menjadi kaum pingitan di rumah kontrakan membuat saya tak sebebas dulu. Hahaha. Sejak punya anak lagi saya fokus di rumah saja, memang. 

Tapi yang saya sadari sejak masa muda itu, frasa haji mabur sudah menjadi peyorasi. Menjadi selorohan jika disandingkan dengan kata haji mabrur. Haji mabur artinya berhaji dengan moda transportasi udara sedangkan mabrur artinya mendapatkan kebajikan. Memang jauh artinya.

Sebenarnya ini merupakan sebuah pengingat bagi semua orang, bahwa setelah beribadah hendaknya menjaga kebajikan. Menjadi orang yang menjauhi dosa baik besar maupun kecil.

Kalau menghitung jumlah dosa, rasanya tak mungkin. Apalagi perilaku manusia terus berubah dan berinovasi. Dosa juga demikian. 

Tapi yang paling terlihat serta diharapkan oleh masyarakat adalah setelah naik haji hendaknya menjadi lebih santun, lebih dermawan, lebih menghargai orang lain, dan yang pasti, tak boleh sombong.

Sombong inilah yang paling sering menjadi penyakit hati manusia. Yang menjadi dosa paling banyak dilakukan. 

Saat menulis ini, saya juga nggragapi alias mencari-cari adakah kesombongan dalam tulisan kali ini. Bagaimana lagi, sombong memang kadang sangat samar.

Jujur saja, motif saya menulis ini adalah untuk menanggapi konten ibu haji yang viral karena membeli perhiasan emas kiloan. Beritanya terus berseliweran. 

Sebelum tahu kalau emas imitasi saya sudah merasa kurang suka karena tahu hal-hal semacam ini ada di mana-mana. Akan selalu ada orang yang naik haji demi prestis dan saat pulang tak mau kurang heboh daripada tetangganya yang tahun sebelumnya pulang dari Mekah.

Yah, begitulah potret kehidupan manusia, sepanjang masa akan selalu ada yang seperti ini. Kalau saya menulisnya, selain untuk cerita dan kenangan, juga untuk melanjutkan artikel kuatnya jurnalis warga.

makna haji mabrur


Tak hanya melanjutkan cerita sih, tapi juga kebetulan saya sedang mulai mencari cuan melalui konten video reels. Memang agak aneh perubahan saya saat ini, dari tidak kenal Tiktok menjadi tiktoker dengan target 4 -6 video per hari untuk beberapa akun, dengan tema berbeda. Jumlahnya akan segera naik karena target FYP agar bisa segera diuangkan.

Dengan kegiatan baru ini sih sebenarnya saya tak pernah ketemu konten tentang haji yang membeli perhiasan emas seratus kilo.... persamaannya karena kata konten. 

Banyak orang yang tidak kenal literasi digital menjadi konten kreator dengan target harus viral dan fyp sehingga menjadi gelap mata. Oh iya, sslinya saat menonton di TV saya sudah punya syak kalau angka di kalkulator cuma 900 ribuan. Mana ada orang berangkat haji bawa uang saku cash milyaran. Jadi ya saat orang pajak datang saya sudah langsung tertawa saja. "Dah, bayar saja pajaknya, Buuuk...."

Kenapa pula saya menulis seperti ini? Agar banyak yang baca dan meneruskan ke mereka yang masih gagap medsos tapi ingin segera kaya dari video reels.... 

Terus saja pamerkan kekayaan agar orang pajak segera datang. Makin banyak makin bagus sehingga kekayaan negara cepat bertambah. Hahahaha. Yah, tentu saja, harus beneran kaya, ya. Jangan sampai jadi komedi nasional gara-gara ketahuan bohongnya.

Selamat datang untuk para ibu/bapak/mas/mbak/dek haji... Semoga menjadi haji yang mabrur. Semoga bisa selalu menjaga diri dari segala dosa baik besar maupun kecil. Bukan hanya karena status di masyarakat naik tapi juga itulah inti dari menjadi seorang haji.    



15 Komentar

  1. Kalau bukan membaca satu kata di paragraf pertama saya ga sadar kalau judulnya ternyata "mabur" bukan "mabrur", hahaa ...

    Pengalaman haji mertua saya wktu itu saya lagi hamil (waktunya lahiran) tapi ngga lahir2. Adik mertua bilang, ini anak nunggu neneknya pulang haji baru dia lahir. Eh, bener dong kebetulan banget sehari setelah pulang anaknya lahir :D

    Smoga kita semua dimampukan untuk berhaji dan menjadi haji yan mabrur, aamiin...

    BalasHapus
  2. Sama dengan Mba Suci, saya nyaris terpeleset bacanya anatara mbur dan mabrur. kwkwk
    Bagus sekali penjabarannya Mbak..., setuju saya, beribadah hendaknya menjaga kebajikan, termasuk berhaji. Jangan sampai sesudahnya makin tinggi hati, maunya dipanggil pak/bu haji , pamer apa yang dimiliki..duh, semoga kita dijauhkan dari sifat yang demikian dan haji mabrur yang tergenggam tangan

    BalasHapus
  3. Banyak kisah mengenai berangkat haji ini.
    Dan memang sesungguhnya manusia itu masih memiliki sifat ke"manusia"annya sehingga akan terus merasa "lebih" dari yang lain.

    Semoga dihindarkan dari sikap demikian dan bisa berhaji dalam kondisi benar-benar memiliki hati yang bersih sehingga segala amal ibadah diterima Allah subhanahu wa ta'ala.

    BalasHapus
  4. Alhamdulillah saya adalah beberapa kali di panggil haji tapi saya anggap itu bagian dari doa orang lain untuk saya jadi ya saya aamiinkan saja dengan bahagia.

    Intinya Haji adalah bagian dari ibadah kita sebagai umat Islam, jadi harusnya membuat kita jadi lebih baik dari sebelumnya. iya kan mbak.

    BalasHapus
  5. Baru denger pesugihan haji yg Tiap tahun kudu berangkat haji. Ada-ada aja ya hahaha... Tapi memang sih ada aja cerita sewaktu naik haji, kaya ibu saya. Katanya dia sering dikasih susu ultra, buah, dan makanan dr orang Arab. Bnyk yg bilang, itu cerminan ibu semasa di Indonesia sering ngasih sedekah, makanan ke tetangga dll. Wallahu alam ya mbak

    BalasHapus
  6. Baca ini saya senyum-senyum sendiri. Nyatanya cerita tentang ber-haji tuh buanyak buanget ya Mbak. Gak cuma urusan biaya yang terus merangkak naik, tapi juga tentang tingkah polah manusia yang mengalaminya. Bahkan terakhir-terakhir ini ada aja berita tentang para haji yang pulang ke tanah air. Semua seru dan bikin cerita tentang haji jadi banyak warnanya.

    Terakhir yang bikin senyum-senyum adalah ibu-ibu asal Makassar yang pulang haji langsung berpakaian mewah sembari mengenakan "emas" seberat 180gr. Mereka tampil semarak sembari berjoget-joget riang. Alih-alih dicek oleh Bea Cukai, ternyata yang namanya "emas" tersebut adalah kuningan imitasi yang mereka bawa dari rumah. Subhanallah. Padahal di awalnya banyak yang menyebutkan bahwa "berdendang" dengan emas setelah pulang haji adalah budaya orang Makassar.

    BalasHapus
  7. Saya baru tahu pengertian dari haji mabrur vs mabur. Saya pikir sama saja maknanya. Walaupun saya non muslim lingkungan saya banyak muslim dan mereka bercerita bagaimana prosesnya naik haji. Ada tante saya yang sudah naik haji berkali-kali lebih nyaman dipanggil dengan "tante" daripada "bu haji"

    BalasHapus
  8. Saya punya sahabat, pemilik travel haji dan umroh
    Dan ternyata yang paling susah dilayani adalah pengguna fasilitas ONH PLus
    Mereka sering mengomel untuk hal remeh temeh
    Mungkin itulah ujian mereka untuk menyandang haji mabrur ya?
    Mereka dilancarkan rezeki karena itu diuji dengan hal-hal yang nampak sepele

    BalasHapus
  9. aq nggak bisa berkata-kata nih mbak, memang iya ada type orang yang kalau nggak dipanggil dengan gelar haji nggak mau noleh, atau saat kita lupa nggak panggil gelarnya eh orangnya sendiri yang ngingetin. apapun itu semoga ibadah hajinya mabrur

    BalasHapus
  10. Waktu kuliah punya temen yang kesel sama saya gegara pada namanya gak saya tambahkan gelar "H" pada saat isi absen, padahal saya gak sengaja melakukannya. Cuma jadi berpikir, apa seperti itu beliau hajinya mabur atau mabrur ya?

    BalasHapus
  11. itu mah pencitraan aja, terkadang memang ada orang yang seperti itu kalau udah pergi Haji harus ditambahkan nama depan-nya pake H, emang harus ya ??? etapi tergantung orangnya juga sih ....

    BalasHapus
  12. Benar sekali Mba, saat berhaji kita harus berusaha untuk mendapatkan keberkahan haji bukan sekadar predikat saja apalgi sekadar biar disegani. Reminder sih ini, semoga bisa dimudahkan untuk berhaji dan menjadi haji mabrur..

    BalasHapus
  13. Kemaren sempet denger ceramahnya seorang habib. Kalau gelar haji tuh cuma ada di Indonesia aja. Di negara lain nggak ada. Tapi tetep aja pas denger cerita tentang haji mabur vs haji mabrur ini jadi nambah semangat buat bisa kerja lebih giat lagi.

    BalasHapus
  14. Ngeri ya sekarang daftar haji, nunggunya puluhan tahun. bersyukur, sudah pernah merasakan bagaimana indahnya menjalani ibadah haji.
    benar, saya juga risih kalau dipanggil pak haji...

    BalasHapus
  15. Subhanallah, menunaikan ibadah haji memang dambaan semua umat muslim di seluruh dunia.. Mudah2an bagi siapa saja yang telah menunaikan ibadah haji menjadi haji mabur dan bisa berdampak positif bagi sesama.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)