RA Kartini, sampai kapan pun mungkin akan jadi wanita Indonesia yang banyak dibicarakan sepanjang masa. Menjelang bulan empat sampai sesudah bulan berganti angka, semua hal tentang dirinya dibicarakan. Ada yang lirih, ada pula yang lantang. Ada yang terkagum-kagum, adapula yang menentang. Siapa dia? Bukankah di zamannya ada pula Dewi Sartika yang telah membuat Sekolah Keoetamaan Perempoen pertama di Indonesia? Mengapa bukan ia yang menjadi pahlawan yang dielu-elukan?
Peringatan Haul Kartini dan Festival Literasi Jepara

Kartini, sosok itu pernah menghipnotis masyarakat dunia. Jika di Hindia Belanda ia banyak dicela karena menentang tradisi, di dunia luar, buah pikirnya sangat dihargai dan dinanti. Tahun 1889 – 1904, tak kurang 141 surat yang telah diarsipkan. Masih banyak surat tersebar yang belum terdokumentasi. Terlebih surat-surat pada pemuda-pemuda Hindia Belanda yang kelak mengubah Hindia Belanda menjadi Indonesia. Tahun 1899, tulisannya menembus majalah De Echo di Belanda, lalu berturut-turut 4 buah cerpen dan jurnal budaya yang sangat berharga, yaitu: Marriage amongst the Kodja (Het Huwelijk bij de Kodjas) dan  The use of blue dye colouring (Het Blauw Verfen). Juga beberapa nama pena samaran namun tetap dikenali gaya berceritanya. Kedua tokoh wanita hebat di Indonesia ini sama-sama memiliki sekolah perempuan, tetapi luasnya pengaruh dan ilmu yang ditularkan, Kartini jauh melampaui perpanjangan tangan Dewi Sartika saat itu. 

Kartini, wanita berpikiran kritis ini lahir dari keluarga bangsawan berpendidikan dan sangat diakui pengaruhnya oleh Belanda dan Bumi Putera. Pikiran mereka jauh ke depan. Ayah, paman dan kakaknya juga beberapa kali membuat jurnal yang kritis mengkritik pemerintah Belanda. Namun sebagai bangsawan yang punya pengaruh dan bisa berbicara bahasa asing (saat itu masih sedikit), posisi keluarga ini di mata mereka tetap diperhitungkan. 

Numpang foto di galeri foto keluarga Kartini
SIlakan baca: Sewindu Rumah Kartini
Kartini lahir pada tanggal 28 Robiul Akhir tahun Jawa 1808 atau 21 April 1879 di kawedanan Mayong Jepara. Ayahnya bernama RM Adipati Ario Sosroningrat dan ibu Ngasirah. Ia adalah anak kelima dari 11 saudara, juga merupakan putri kedua dari ayahnya. Putri cantik berwajah bulat telur itu sejak kecil dikenal sangat aktif, lincah, dan glitis. Ia sering dicela dipanggil Trinil karena lincah seperti burung. Lincah adalah dosa besar para bangsawan perempuan kala itu. Berpikir juga merupakan dosa tak berkesudahan. Tetapi si cerdas itu begitu haus akan ilmu. Ia ingin lebih dan lebih. Hasrat membacanya menggelegak sehingga buku apapun ia baca. Jika tak mengerti, akan ia baca tiga kali. Beberapa orang menjadi teman diskusi agar membantu memahami. Karena berlangganan majalah dan jurnal Belanda, Kartini mengetahui kondisi di Eropa saat itu. Di suratnya ia beberapa kali membahas gerakan feminism yang baru tumbuh di Eropa dan berharap entah abad ke berapa, negaranya juga akan muncul jua. Surat-surat panjang Kartini bisa menjadi catatan sejarah di Jepara, Indonesia dan Eropa. Hal ini sangat diakui dunia luar. 

Ketika ia meninggal tanggal 17 September 1904, dunia sangat terkejut. Tak hanya Japara yang kehilangan permata. Tak heran jika buku kumpulan surat Kartini yang diterbitkan tahun 1911 langsung habis dan dicetak ulang dalam beberapa bahasa, termasuk diantaranya bahasa Perancis, Rusia, Jepang, India dan Jawa. Beberapa tulisannya dibukukan

Melahap buku setebal 914 halaman ditemani kopi. Baru dapat 67 halaman sudah merinding terus
Alhamdulillah sempat diskusi bertanya dengan Joost Cote yang ramah
Mungkin tulisan ini bisa sedikit menjawab, mengapa Kartini dijadikan pahlawan nasional yang diperingati setiap bulan April. Jika dibandingkan buah pikir lainnya, tulisan ini masih seujung kuku, jika dibanding buku buku Joost Coté yang berjudul The Complete Writings 1989 – 1904 yang harus selesai saya lahap bulan ini, dan juga buku-buku lain yang pernah saya baca. 

Nah, sebagai warga kota tempat lahir Kartini, sangat wajar jika beberapa dari kami meyakini bahwa Japara atau Jepara adalah kota asal muasal literasi di Indonesia. Tentu saja klaim ini layak didiskusikan sembari ngopi bergelas-gelas agar dahaga terpuas. Apalagi kenyataannya, semarak literasi di Jepara belum semenjamur kota lain yang lebih besar. Teman-teman pemilik taman bacaan masyarakat masih tertatih mencari naungan dan membuat pengakuan secara tertulis. Jika ada yang tahu, bolehlah dibagi di komentar.


Tetapi kami tidak minder atau bersedih sendiri. Di peringatan kematian (haul) Kartini, tanggal 16 - 17 September ini, kami membuat FESTIVAL LITERASI JEPARA. Sengkuyungan bersama, kami mengundang salah satu pegiat literasi di Indonesia, yaitu Kang Maman Suherman, notulen Indonesia Lawak Club Trans TV. Acaranya dipusatkan di Pendopo Alit Wakil Bupati Jepara. Adapun agendanya adalah: 
A. Sabtu, 16 September 2017
1. Taman baca fair (Mulai jam 09.00 – malam)
2. Seminar Literacy Development (13.00 – 16.00 wib)
3. Parade musikalisasi (16.00 – 18.00 wib)
4. Saresehan Haul RA Kartini (20.00 – selesai)
B. Minggu, 17 September 2017
1. Taman Baca fair (09.00 – malam)
2. Workshop Youthwriters (09.00 – selesai)
3. Lomba menggambar (10.00 – selesai)
4. Panggung inspirasi (13.00 – selesai)



"GIVE THE JAVANESE EDUCATION!"

Teriak lantang RA Kartini pada sebuah memorandum berjudul sama di tanggal 19 April 1903, sebagai pelengkap petisi permohonan mendapat beasiswa ke Belanda pertama bagi perempuan Hindia Belanda. Permohonan tersebut diterima, namun karena memandang keluarga, dan hal lainnya, beasiswa tersebut diberikan pada sosok hebat dari Ranah Minang.

Week end ini, para penerusnya di Jepara membuat acara Haul ke 113 R. Ay. A. A. Kartini Djojoadiningrat dalam bentuk FESTIVAL LITERASI JEPARA.

Sabtu - Minggu, Pendopo Alit Wakil Bupati Jepara. Banyak acara gratis di sana. Jangan lewatkan jagong seru di malam Minggu.

Ayo kita ramaikan Festival Literasi Jepara yang pertama ini. Semoga akan ada festival selanjutnya di tahun-tahun berikutnya. Sudah saatnya dunia literasi Jepara mengudara. Sudah saatnya #JEPARARAMAHLITERASI