Sebuah lukisan berangka tahun 1778 dan sosok yang dilukis pernah menggoncang dunia bangsawan Inggris.  Menggoyahkan pondasi dunia masyarakt berdarah biru yang sangat ketat memegang hukum feodalnya. Kita bisa mengetahui peristiwa itu dari sebuah film apik berjudul Belle dan inilah reviewnya. Review ala Susindra sehingga punya nuansa sejarah perempuan yang kental.



Pernah tidak, membayangkan kehidupan di masa lampau ketika darah lebih pekat dari apapun atau bahkan sebaliknya? Ketika keturunanmu menjamin hidupmu punya arti atau malah tak ada artinya sama sekali? Sebagai contoh, nilai asuransi seorang budak hanya 30 sedangkan nilai bangsawan seperti Dido 20.000? Ah, contoh ini terlalu jauh dari kiaorang Indonesia, namun memang pernah terjadi di Eropa. Tepatnya di Inggris sana.


Sejarah perempuan lekat dengan sejarah feodalisme

Jujur saja, saya sangat tertarik belajar tentang sejarah perempuan. Tak hanya di Jawa, Minang, Nusantara, tapi juga dunia. Saya sudah pernah membahas sejarah perempuan peranakan Cina di Malaysia (tepatnya Malaka) dalam kurun waktu yang sama dengan kisah Siti Nurbaya di review drama Cina Little Nyonya. Dan itu drama yang amat sangat menarik. Layak ditonton berulang-ulang.

Oh, drama Little Nyonya sangat bagus sebagai literasi sejarah perempuan masa kolonial. Bagaimana ketatnya mereka menjaga anak perempuan berdarah bangsawan di tahun 1930an sehingga tak boleh terlihat oleh orang luar rumah. Setting-nya 30 tahun setelah kematian Kartini, ketika sekolah perempuan sudah mulai dibuka di kota kabupaten. Sejarah perempuan di Indonesia tak jauh dari sejarah perempuan d Semenanjung Melayu lainnya pada kurun waktu yang sama.



Mei Yu dan Yue Xiang adalah anak keluarga Huang yang berdarah biru (istilah mereka "keluarga baba" atau keluarga pedagang asli). Keduanya tidak boleh sekolah. Nasib mereka bergantung pada kemampuannya menjaga kesabaran dan menyulam payet. Dari dua itu dan darah birunya, perempuan akan bisa diambil istri oleh orang paling diidamkan. 

Menyulam payet agar indah dan rapi membutuhkan kesabaran dan keikhlasan seperti halnya membatik di Jawa dan menenun di daerah Malayu lainnya.

FYI, di Jawa ada serat piwulang putri yang disebut Serat Batik dan Serat Tenun. Keduanya berpusat pada pelajaran kesabaran dan keikhlasan agar selalu menerima perlakuaan suami. Hmm.. dekat dengan poligami ya.

Di film Dido kita akan menemukan kegiatan menyulam bersama Lady Mary....

menyulam sebagai pendidikan perempuan bangsawan
Menyulam sebagai pendidikan perempuan bangsawan


Siti Nurbaya kan sekolah? Hoho, iya. Siti Nurbaya sekolah karena tampaknya bendera emansipasi di Indonesia lebih baik daripada di Malaysia pada masa itu, dan jangan lupa, darah Siti Nurbaya tidak sebiru tokoh di Little Nyonya. Satu yang jelas bahwa novelnya bisa jadi sumber sejarah pingitan di Indonesia. 

Semua perempuan di masa itu mengalami pingitan setelah dinyatakan cukup umur untuk menikah. Awalnya di usia 10 tahun, setelah ada sekolah untuk perempuan, dinaikkan menjadi usia 12 tahun. Pingitan berlaku sampai lamaran resmi, artinya sehari sebelum menikah. 

Sejalan dengan waktu pingitan dikurangi menjadi 40 hari, 7 hari, 5 hari, bahkan ada yang hanya 1 hari. 

Bagaimana dengan Dido? 

Dari percakapan kita akan tahu bahwa Dido dan Elisabeth "disembunyikan" dari luar sampai masa usia siap menikah. Layaknya sebuah pingitan. Di usia siap menikah mereka akan sering diajak ke pertemuan-pertemuan keluarga kaya yang tujuannya adalah mencarikan jodoh bagi anaknya.

Jamuan untuk mencari jodoh - review film dido
Jamuan untuk mencari jodoh


Dido, nama lengkapnya Dido Elizabeth Belle Lindsay, terlepas dari kulitnya, punya kekayaan 20.000 pound dan penghasilan 2000 pound per tahun. Ia ahli waris dari Kapten Lindsay, seorang nahkoda kapal untuk Kerajaan Inggris. Ia lebih banyak diincar oleh pemuda yang merupakan anak kedua, ketiga dan seterusnya yang tak berhak mewarisi seluruh harta keluarga. Itulah hitam putih pernikahan bangsawan Inggris dan kita bisa menemukannya di novel Pride and Prejudice-nya Jane Austin.

Bette, sepupu dan teman tumbuh bernama lengkap Elizabeth Murray, anak bangsawan Polandia. Ia keturunan Murray yang kaya raya namun ternyata tidak diberi warisan sedikit pun dari ayahnya, Sir Murray. Ini menempatkannya pada posisi bukan calon idaman dan  lebih sulit mencari jodoh dari kalangan bangsawan. Tak dijelaskan apakah karena keberuntungannya atau karena diberi separuh hartanya oleh Dido (ini versi film), Lady Elizabeth Murray akhirnya menemukan jodohnya.



Dan mereka tetap dianggap sebagai dekorasi rumah suaminya..., kalau mengacu pada sastra-sastra klasik. Jangan salah, sastra klasik adalah sumber sejarah yang diterima sepanjang tidak ada hasil temuan yang menyangkalnya.......


Dekorasi rumah

Film Belle mencertakan tentang Dido,  si Lady Mulatto, di era yang jauh ke belakang, yaitu tahun 1770an. Ia sebuah anomali di dunia bangsawan Inggris. Jika pamannya bukan  Lord Mansfield, pembuat hukum Kerajaan Inggris, nasibnya takkan sebebas itu. 

Dido memang sungguh manusia kulit berwarna yang amat sangat beruntung. "You are most loved," jawab paman-kakeknya (great uncle) ketika Dido bertanya, "Mengapa aku terlalu tinggi untuk makan bersama pelayan tapi tak pantas makan semeja dengan kalian?"

status perempuan sebagai dekorasi rumah suaminya
Status perempuan sebagai dekorasi rumah suaminya


Ini sebuah ironi sejarah yang memang benar terjadi pada masa itu. Fakta ini dikukuhkan oleh James pada lain waktu ketika ia bertanya pada calon iparnya itu:

"Katakan, Dido, apakah kamu akan berbagi meja makan seperti berbagi ranjang dengannya?"

Dido dengan ketus menjawab, "Oh Tuan James, kelakuanmu lebih rendah daripada kekayaan adikmu (calon suaminya).

James menjawab, "Kamu cukup bodoh untuk menikah dengan adikku." James segera menemui adiknya, ia berkata, "Kamu menghancurkan seluruh tatanan keluarga kita."

Oliver, adik James menikahi Dido karena menyukainya, menganggapnya langka, dan tentu saja kekayaannya. Sebagai anak kedua, ia tidak berhak atas gelar Lord Ashford dan tentu saja tidak mendapatkan mansion-nya.

Pada masa kekayaan dan tanah menjadi nilai seseorang - dan masa ini menjadi bagian dari masa feodalisme di manakah posisi perempuan dalam pernikahan? Kita bisa menemukan di kalimat James pda adiknya, "Oh, carilah mawar murni Inggris untuk mendekorasi rumahmu." 

Arti lady mary
Lady Mary harus mau melajang seumur hidupnya

Ada wacana menjadikan Dido dijadikan lady mary, pengelola utama rumah tangga istana yag tidak boleh menikah. Lady Mary di Kenwood sudah terlalu tua.

Ada satu dalog yang unik tentang cinta. Apa itu cinta? Bagi orang-orang bangsawan tak ada cinta. 

Ketika Bette menyatakan dirinya mencintai James, Diso langsung menjawab, "Bette, kamu tidak seharusnya merasakan perasaan itu, karena kamu akan berakhir miskin dan patah hati."

Lady Murray dan Lady Marie tidak mengoreksi kalimat Dido karena itulah yang mereka ajarkan. 

Tak boleh ada cinta sebelum menikah.....

Dari artikel yang saya baca, saat jamuan itu, jika dilihat dari pakaian Belle dan Bette, keduanya berusia 12 tahun. Tak jauh dari sejarah perempuan di Indonesia, ya?


Perempuan adalah dekorasi rumah. Ini sebuah ungkapan lazim pada masa feodal. Kartini, yang hidup 130 tahun kemudian masih menggunakan ungkapan ini untuk mencela Residen Semarang Sijthof di suratnya kepada Rosa Abendanon, "Oh, dia ingin menjadikan kami sebagai dekorasi rumah yang eksotis."

Memang agak sulit memahami upaya Sijthof agar selalu dekat dengan Kartini apakah murni, sebagai "Om" yang lama bertemu dengan "keponakan", sebagai sesama pembaharu, atau malah sebagai laki-laki? Ia menduda sampai meninggal. Bahkan setelah purna tugas ia memilih menghabiskan masa tuanya di Indonesia. 

Haha! Maaf, saya terlalu banyak membaca sejarah Kartini....

Istana Kenwwod tempat tinggal Belle


Wanita dan kekayaannya adalah properti yang bisa dimanfaatkan untuk karier suaminya. Ini terlihat dari percakapan ibu anak di bawah ini:

Lady Ashford, "Mereka di sana mungkin tertarik punya seorang mulatto (blasteran) berkeliaran di rumah mereka, tapi takkan kubiarkan satu pun berkeliaran di rumahku." 

Oliver menjawab "Dido adalah seorang pewaris." 

Dan sang lady segera menjawab, "Pengecualian bisa dilakukan."

Saat menyangkut Elizabeth, ia menyatakan bahwa gadis itu bangsawan miskin dan anak sulungnya butuh tanah untuk karier politiknya.


Sinopsis Belle

Permulaan pertemuan

Tahun 1761, Kapten Sir John Lindsay menjemput anak perempuannya di West Indies. Hindia-Barat, kita bisa sebut itu, dan mengacu pada kepulauan-kepulauan di Amerika Utara dan sektarnya. Tak dijelaskan di wilayah koloni yang mana. 



Seorang anak perempuan berkulit hitam yang cantik menyambut uluran tangannya. Mata sang kapten tampak sangat bahagia karena menemukan anak dari perempuan yang pernah sangat dicintainya, yaitu Maria Belle Lindsay. Maria Belle sudah lama meninggal. 

Kapten Lindsay memberikan nama belakangnyanya pada anaknya, Dido sehingga Elizabeth Belle Lindsay. Dido sering disebut anak haram atau illegitimate biracial of Royal Navy Captain Sir John Lindsay.

Dido dibawa ke Inggris oleh ayahnya dan dititipkan kepada pamannya, William Murray yang mempunyai gelar Lord Mansfield. Ia adalah hakim tertinggi di Kerajaan Inggris. Diberi gelar Lord Mansfield namun bukan ahli waris sah Mansion Mansfield (Kenwood). Ia berhak tinggal di mansion sampai meninggal dunia. 

Perihal ahli waris di abas ke-18 memang cukup rumit, karena yang berhak hanya anak sulung saja.

"Oh, dia hitam sekali!" seru Lady Margery Murray ketika pertama kali bertemu, namun pada akhirnya ia sangat mencintai cucu keponakan blasterannya itu. 

Meski awalnya agak mencela keponakannya, karena punya anak dengan budak, namun toh suami istri tanpa anak itu tak bisa menolak "darahnya" sendiri. Ada darah Murray di dalam tubuh Dido. 

Dido segera menjadi teman bermain bagi Elizabeth, cucu keponakan dari Polandia yang dikirim ke sana setelah ayahnya menikah kembali. Dido dan Elizabeth (Beth) akhirnya menjadi saudara yang tak terpisahkan. 

Lord Mansfield sendiri langsung tahu bahwa Belle secerdas ayahnya, dan menjadikannya teman membaca di kantornya. Semacam penata dan pengambil buku yang dibutuhkan.




Masa mencari jodoh

Lady Ashford dan dua anaknya bertandang ke Kenwood rumah Lord Mansfield. Lord Asford adalah rekan kerja di pengadilan tinggi. 

Seperti biasa, saat makan malam, Dido tidak bisa ikut. Ia akan bergabung di ruang bercengkrama setelah acara makan selesai. Etiket makan pada masa itu sangat ketat.

James langsung menargetkan Elisabeth sebagai calon istri tanpa ba-bi-bu. Ia butuh kekayaan untuk menunjang kariernya. Elizabeth juga cantik dan sangat supel.

Oliver punya karier seperti ayah Dido dengan sendirinya berpikiran terbuka dan biasa melihat manusia dalam berbagai warna. Ia melihat Dido sebagai sosok yang unik dan langka. Mungkin satu-satunya. Dido juga ahli waris dari kekayaan yang sangat banyak pada masa itu. Ia disebut Lady Mulatto atau Nona Blasteran. 

Klop. Oliver boleh melamar Dido dengan beberapa pertimbangan, salah satunya setelah Dido diangkat anak oleh Lord Mansfield. Pilihannya waktu itu memang akan menjadikan Dido sebagai Lady Marie (pengurus rumah yang tak pernah menikah) karena belum ada sejarahnya bangsawan menikah dengan blasteran, apalagi blasteran budak. Sekarang paham an mengapa ia selalu disebut sebagai anak haram?

Akhirnya sebagai pembuat hukum di Inggris, Lord Mansfield membuat hukum yang memuluskan jalannya untuk mengadopsi Dido sebagai anak angkat. Dengan demikian Dido dapat berjalan bersama mereka di perjamuan-perjamuan yang lazim diadakan di rumah bangsawan.

Pada saat yang sama muncul murid baru dan pertama dari Lord Mansfield. Ia adalah sosok pemuda yang diperkirakan berkarier cemerlang dengan kecerdasan dan semangatnya membuat perubahan. John Davinier namanya. Semangatnya mengingatkan pada masa muda William Murray, sebelum menjadi Lord Mansfield of Kenwood.

John Davinier dan Dido auto jatuh hati tapi keduanya punya tunangan sendiri. 

Pertemuan Mansfield-Ashford selanjutnya perlu dibuat. Mansion Ashford di London mengadakan rangkaian acara pertemuan, dengan mengundang banyak keluarga bangsawan. Di situ terungkap terungkap bahwa Elizabeth tidak mendapatkan warisan dari Lord Murray dari Polandia yang kaya raya Adik tirinya menjadi pewaris tunggal. Elisabeth dicoret tanpa-tapi oleh ibu-anak yang doyan permata. 

Dido agak goyah. John Davinier juga diberhentikan belajarnya karena menceritakan tentang kasus kapal Zong pada Dido.  Mereka bertemu secara diam-diam di salah satu sudut kota London. Kasus "Zong" mengikat mereka. Dido sebagai anak seorang budak tak bisa menerima klaim asuransi budak yang sedang ditangani oleh ayah angkatnya. 



Dido makin goyah ketika John mengatakan, "Oh, kamu hanya ingin berpindah majikan."

Sarkastik tapi itu benar. Menikah dengan keluarga Ashford tak beda dengan menghamba pada mereka dan tata aturan feodal yang mereka banggakan. 

Bagaimana dengan kisah cinta mereka? Bagaimana dengan peran Dido dalam penyelesaian kasus kapal Zong yang dalam sejarah disebut sebagai "Zong Massacre"?


Dua kisah nyata yang digabungkan

Dido sosok yang nyata adanya. Beberapa kali difilmkan. Cucunya juga pernah difilmkan sebagai petualang berjudul Out of Afrika (1985). 

Kasus kapal Zong juga kasus yang nyata. Apakah keduanya punya koneksi?

Ada beberapa spekulasi yang menyatakan dua fakta di atas berhubungan, ada yang bilang hanya pemanis cerita. Namun fakta bahwa Dido adalah cucu keponakan dari Lord Mansfield yang punya peran sangat penting dalam penyelesaian kasus Zong memang dinyatakan benar adanya. 

Dalam kehidupan nyata, Dido menikah dengan John Davinier pada tahun 1793. Mereka tinggal di perumahan kuno di London dan punya tiga anak dari pernikahan mereka. Dido meninggal dunia pada usia 40an, pada tahun 1804 dan dikuburkan di Pemakaman St George di London. 


Jane Austin rasa baru

Penggemar novel Jane Austin? Hoho, pasti suka banget dengan film Belle ini. Etiket perkenalan, sinis tapi butuhnya para lady dengan seorang target menantu, juga taksiran harganya menjadi bumbu penyedap. 

Tak bisa dibuktikan bahwa Lady Elizabeth Murray benar-benar miskin karena dicoret sebagai ahli waris. Seperti para aristokrat lainnya, setelah menikah, ia juga dilukis oleh pelukis terkenal seperti trend saat itu. Di film ia "dimiskinkan" agar tampak kontras dengan Dido yang kaya tapi dipandang sebelah mata karena rasnya. 

Makan malam dan jamuan siang dan semacamnya untuk mencari jodoh juga kita temukan di film ini. Ketika Dido dengan ketus menyatakan kelakuan James (calon ipar) lebih rendah daripada kekayaan calon suaminya, itu artinya taksiran harga mereka sudah diketahui secara terbuka di bursa calon pasangan bangsawan.


Drama Kapal Zong

Kasus Kapal Zong di sejarah dunia perbudakan memang nyata adanya sebagaimana Lord Mansfield sebagai pengambil keputusan.

Kapal ini merupakan kapal pengangkut budak. Tahun 1770an penjualan budak masih diizinkan (meski tidak pernah dilegalkan secara hukum). Banyak kapal semacam itu yang mengangkut budak di kapal dan menjualnya ke negara-negara West Indies maupun East Indies.



Kapal Zong menjadi ramai dibicarakan selama berbulan-bulan karena mengklaim asuransi atas meninggalnya 142 budak Afrika yang mereka bawa. Budak-budak itu dibuang ke laut agar pemilik kapal bisa mengklaim asuransi mereka sebagai "kargo yang rusak di jalan."

Menurut film Belle, ratusan budak tersebut dalam kondisi sakit sehingga tidak bisa dijual lagi. Fakta bahwa mereka melewatkan 18 pelabuhan dalam perjalanan pulang mengukuhkan hal itu. 

Hal ini menimbulkan kontroversi selama berbulan-bulan, karena kapal tersebut punya kesempatan menjual budak namun tidak dilakukan. Ada yang setuju dengan klaim asuransi itu harus dibayarkan, ada yang tidak. Para konservatif tentu memilih mengabulkan tuntutan pemilik kapal karena mereka pedagang besar yang dananya turut menyokong kerajaan. Beda dengan pemuda seperti Devinier yang bersemangat membuat perubahan dalam undang-undang Kerajaan Inggris.

William Murray (Lord Mansfield) sebagai hakim tertinggi kerajaan (Lord Chief Justice sejak tahun 1772) memutuskan asuransi kargo memang penting dan harus dibayar, namun asuransi nyawa yang dituntut oleh pemilik Kapal Zong ditolak.

Di film ini keberadaan Dido di Kenwood (istana tinggal William Murray) sejak usia enam tahun sampai menikah memberi warna pada tata etika dan hukum bagi warga berkulit warna di Inggris pada abad ke-18. 

William Murray meninggal pada tahun 1793, di usia 88 tahun. Surat wasiatnya menyatakan Dido Elizabeth Belle sebagai wanita bebas dan memberinya warisan £100 per tahun.


Catatan Susindra untuk film Dido

Percaya nggak kalau saya katakan bahwa saya menontonnya tiga kali sebelum memutuskan untuk mereview ini? Saya mengulang-ulang kalimat-kalimat yang ada. Luar biasa. Film besutan Amma Asante ini LUAR BIASA!

Dua puluh jempol untuk Amma Asante!

Ini film lawas, lho. Tahun 2013. Tapi baru muncul di Disney Hotstar. Kebetulan saya pengguna Telkomsel yang selalu beli paket data gratis keanggotaan. Tak seperti aplikasi video on demand lainnya Hotstar menetapkan wajib langganan untuk semua penggunanya. 

Saya bisa menonton film-film Holywood tahun 2021 di aplikasi ini....

Mbata-Raw benar-benar cantik dan menjadi sosok Dido yang kuat namun sesekali juga jatuh dalam sesal mengapa terlahir sebagai orang berkulit hitam. 

Dido menerima statusnya dengan gamang karena melihat pelayan dengan kulit serupa. Ia mempertanyakan dirinya berada di mana? Tak bisa masuk ke dalam kalangan bangsawan Inggris juga tak bisa bergaul dengan pelayan. 

John Davinier digambarkan sebagai anak pendeta yang sangat cerdas dan punya cita-cita sebagai pembaharu. Jika merunut pada garis nasib, ia juga anomali sehingga hinaan terbesar yang ia terima adalah, "Dasar anak pendeta!" 

Agama dan kemewahan hidup aristokrat adalah sesuatu yang sudah lama bertentangan.

Sosok Bette sebagai teman tumbuh bagi Dido diharapkan memperjelas bagaimana darah status dan kekayaan merupakan satu kesatuan. Bette dikejar keluarga Ashford karena dikira akan mendapatkan istana Kenwood dari ayahnya, pewaris tunggal setelah Lord Mansfield meninggal. Ia langsung dicampakkan dengan catatan sebagai "gadis miskin" sehingga harus melewati berbagai jamuan selama berbulan-bulan sebelum akhirnya mendapatkan jodoh. Ia mendapatkan warisan dari Lord Mansfield sebagai anak angkatnya sebesar 10.000 pound. Dido mendapatkan warisan 5000 pound.

Menarik sekali mengikuti kehidupan Dido dan bangsawan Inggris pada abad ke-18. Banyak dari etika pergaulan mereka yang akhirnya sampai ke Indonesia melalui Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raflles dan anak buahnya. Sejarah feodalisme dan Tanam Paksa tak lepas dari keberadaan Raffles sebagai peletak pondasi di masa berkuasanya yang tak seberapa lama.....

Tanam Paksa menenggelamkan ribuan Srikandi dan Keumalahayati di Jawa, Madura dan Sumatera (minus Aceh), yang sudah ditaklukkan oleh VOC sebelumnya. Demi mencegah Perang Diponegoro terjadi lagi, kontrol yang sangat ketat diberlakukan di semua lini, bahkan di keraton-keraton. Akulturasi Timur-Barat dengan lebih bebas, sehingga ketika era Kartini, perempuan telah jauh di belakang, menjadi sub-ordinat laki-laki sebagaimana kisah Dido di abad ke-18. Ke mana para Srikandi dan Keumalahayati yang dulu ahli memegang senjata? Sebagian dari mereka mengembangkan seni di keraton-keraton termasuk karya sastra. Era bercerita dalam bentuk babad dan serat kanda mencapai puncak, menggantikan budaya tutur yang sebelumnya menjadi hampir satu-satunya media meneruskan informasi.

Bagaimana? Apakah review film Dido, sejarah perbudakan dan pernikahan para bangsawan ala Cakrawala Susindra ini memberimu banyak informasi? Terima kasih sudah membaca dengan penuh minat, karena inilah sejarah kita, para perempuan.