Sudah seminggu ini, garempong atau serangga tenggoret tidak lagi bersuara. Mereka telah mengucapkan selamat tinggal hujan dan selamat datang musim kemarau. Hati saya sungguh sedih. Bukan karena jeritan garempong tak lagi menjadi back sound video, akan tapi karena saya belum puas bermain dengan air hujan. Sumur saya masih belum terisi banyak paska nyaris kering pada musim kemarau tahun lalu. Sungai di belakang rumah juga belum sempat meluap.
Antisipasi ancaman bencana kekeringan 2020 dari rumah tangga. Foto dan olah dari Canva |
Potensi kekeringan memang sudah diberitahukan oleh BMKG atau Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. Musim kemarau tahun 2020 akan lebih kering daripada tahun 2019. Musim kering dimulai dari bulan April dan puncaknya bulan Agustus 2020. Kondisi ini bisa mengancam stabilitas pangan, terutama beras. Ancaman lainnya adalah kebakaran hutan seluas 16.000 kilometer persegi yang menyebabkan kabut asap selama beberapa pekan.
Ancaman ganda tahun 2020
Saat ini kita sedang menghadapi pandemi corona yang memukul banyak sektor. Membuat kita semua selalu di rumah saja. Kabar baiknya adalah langit jadi lebih cerah dan udara jadi lebih bersih. Namun bagaimana kondisi kita jika menghadapi kemarau dan pagebluk ini sekaligus?
Covid-19 cukup memukul pertanian dan ketersediaan pangan. Mungkin akan lebih dahsyat lagi jika siklon dan gelombang panas khas musim kemarau ikut meluluhlantakkan beberapa lahan pertanian. Kondisi ini, jujur saja membuat saya bergidik.
Tanah kering akibat kemarau. Gambar olah dari Canva |
Tentu saja saya tidak bermaksud menakut-nakuti. Saya memaparkan apa yang sudah dipaparkan pada publik melalui beberapa dinas/instansi. Alih-alih takut sendiri, lebih baik membaca sampai selesai.
Saya akan memaparkan berdasarkan keadaan yang saya hadapi sehari-hari dan beberapa keadaan umum di Indonesia. Mari kita menjelajah bersama, melihat bagaimana kita dapat berperan mengantisipasi bencana kekeringan tahun 2020 dari rumah tangga.
Kondisi air di rumah kami
Saya sudah waspada kekeringan sejak bulan April. Ketika suara garempong atau jangkrik raksasa jenis Cicadomorpha itu mulai bersuara. Saat hujan masih turun, saya sudah belajar penghematan air. Saya mengurangi penggunaan deterjen dan menggunakan air bekas cucian baju sebagai air penyiram tanaman. Tentu saja saya endapkan satu atau dua malam sebelumnya.
Anak-anak juga sudah saya latih untuk hemat menggunakan air. Penghematan paling terasa adalah pada penggunaan air untuk mandi dan mencuci. Oh iya, kami pakai sumur untuk semua keperluan rumah tangga, termasuk air minum.
Kebetulan kami tinggal di desa yang masih asri dan punya banyak pohon. Saya juga membuat kebun mini di depan rumah sebagai TOGA atau tanaman obat keluarga, selain menanam berjenis-jenis sayur untuk konsumsi harian. Lumayan, stok sayur hijau selalu tersedia dari kebun yang saya kelola sendiri setiap pagi dan sore.
Saya sadar bahwa saat ini masih terjadi perubahan iklim yang ekstrim. Sejak tahun lalu sampai 10 tahun mendatang, kita akan memiliki musim kemarau yang lebih panjang. Tapi itu bukanlah sebuah hal yang tak dapat disiasati. Kita bisa kok, melewati kemarau panjang tahun ini dan tahun selanjutnya dari rumah tangga.
Kalau mau memulai, bisa dari mengamati pemakaian atau konsumsi air kita setiap hari....
Perkiraan jumlah konsumsi air harian di setiap rumah
Mungkin Sobat Cakrawala Susindra tidak menyadari jumlah konsumsi air harian kita. Biasanya hanya memakai saja. Coba hitung secara kasar, berapa air yang dipakai setiap hari untuk mandi, mencuci, memasak, dan membersihkan rumah. Menurut survei Ditjen Cipta Karya tahun 2018, penggunaan air untuk setiap rumah sekitar 145 liter. Itu jumlah yang luar biasa, dan seharusnya bisa dikurangi lebih dari setengahnya. Untuk apa sih, air sebanyak itu? Saya kutip dari artikel Yuk Hitung Konsumsi Air di Rumah Plus Rincian Biayanya dari Swara Tunaiku.
- Kebutuhan kamar mandi menghabiskan sekitar 30-40%. Untuk mandi satu orang rata-rata 20 gayung atau 20 liter air. Itu belum keperluan lain di kamar mandi. Kita bisa menghemat 40% dengan teknik mandi yang tepat, yaitu menggunakan ember.
- Penggunaan shower air. Penggunaan air dari shower model lama sekitar 25 liter per menit. Shower model baru sekitar 9 liter per menit. Berapa menit kita mengguyur badan dapat dikalikan dengan jumlah tersebut. Jangan lama-lama!
- Pemakaian kran untuk aktivitas cuci/siram. Setiap menit, air kran mengucurkan sekitar 10 liter. Makanya jangan heran untuk rumah dengan banyak kran, tagihan PDAM-nya ratusan ribu hingga sejutaan.
- Penggunaan mesin cuci. Setiap mencuci rata-rata membutuhkan 120 liter air. Bagaimana solusinya? Pisahkan baju berdasarkan tingkat kekotoran, dan gunakan kembali air bekas cucian untuk mencuci pertama kali.
Itulah kisaran penggunaan air di kota besar....
Sungai di dekat rumah kami. |
Saya tinggal di desa, di sebuah kota kecil bernama Jepara. Kebutuhan saya tidak sebanyak itu tapi saya menggunakan ember sebagai takaran penggunaan air. Dan saya mengajarkan hal itu pada anak. Saat musim penghujan mereka boleh sesekali menggunakan air dengan agak boros.
Jika dicermati benar dan dihitung kembali kebutuhan kita, bisa dibuat sebuah cara penghematan sesuai kondisi rumah tangga masing-masing. Targetkan mengurangi hanya setengahnya. Lalu apa?
Ajak orang-orang di sekitar untuk melakukannya.
Katakan pada mereka bahwa sampai 10 tahun mendatang, kita akan mengalami kekeringan yang lebih buruk dari tahun sebelumnya.
Berkebun: cara lain mengatasi kekeringan dari rumah
Saya sudah tak sabar menanti hujan sejak bulan November 2019. Saya berjanji musim hujan ini akan lebih fokus berkebun. Saya sudah menyiapkan kompos dari sampah rumah tangga plus dedaunan yang jatuh. Pohon durian, ganitri dan nangka di depan rumah, setiap hari, menghasilkan sampah daun kering sebanyak 1-2 karung. Saya juga sudah menyimpan berember-ember kulit buah durian dan rambutan juga. Kombinasi keduanya plus sekam menghasilkan kompos yang baik dan siap panen bulan Januari – Februari 2020 lalu. Lihat tanaman saya, hijau dan banyak bunga/buahnya.
Hujan perdana datang, saya tanam temu kunci, kunyit dan jahe. Juga bibit cabai yang sudah setinggi 20 cm. Sebuah bangunan sederhana dari bambu dan plastik berdiri 2 minggu kemudian, disusul satu per satu rak untuk menanam. Saat ini kami punya 3 rak besar buatan sendiri.
Di antara rak-rak berjajar ember tadah hujan. Kami baru punya 3 ember besar. Lumayan.
Tanaman kami bertambah. Pohon pepaya dan markisa sudah semakin besar. Pohon cabai juga sudah berjajar. Saya harap bisa menambah jumlah air yang terikat di tanah dan turun ke sungai.
Kami juga mengolah semua sampah rumah tangga yang organik menjadi kompos, ditambah stok daun kering dan daun hijau yang melimpah.
Berkebun adalah salah satu solusi kami dalam mengatasi kekeringan. Dengan berkebun rumah menjadi lebih adem, sehingga penguapan ke atas bisa berkurang. Pengolahan sampah rumah tangga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK). Emisi karbon yang terus meningkat akan memperbesar risiko konflik, kelaparan, banjir, gangguan ekonomi, dan migrasi massal penghuni bumi pada abad ini.
Percayakah kamu, jika setiap rumah mempunyai berkebun, membuat TOGA dan mengolah sampah, maka perubahan iklim global yang ekstrim ini dapat dikurangi secara signifikan?
Rumah saya di tengah, dilihat dari atas. Foto diambil tahun 2018, saya belum berkebun. |
Saya percaya.
Saya berkebun dan selalu mengolah sampah rumah tangga dan sampah tanaman di sekitar rumah menjadi kompos.... meski lingkungan rumah saya masih asri.
Jadi, jangan hanya menyalahkan ketidaksiapan mitigasi bencana kekeringan air saja sebelum melakukan antisipasi dari rumah sendiri. Saya banyak menulis tentang cara saya berkebun.
Sustainable living
Sustainable living atau gaya hidup berkelanjutan menjadi trend saat ini. Banyak rumah tangga yang sudah memberlakukan zero waste. Mencoba hidup harmonis dengan bumi. Mereka yang telah menempuh jalan hidup ini tahu bahwa rumah adalah penyumbang sekitar 25% emisi gas rumah kaca dan ingin menguranginya secara signifikan. Intinya adalah efisiensi energi dan konservasi air.
Rumah yang sustaibable living |
Sustainable living yang ekstrim atau level tinggi sudah mencakup desain rumah dan semua kebutuhannya.
Bagi rumah tangga seperti saya tentu hanya bisa melakukan mulai dari yang sederhana, yaitu:
- Menghijaukan rumah dengan kebun organik
- Tidak lagi menggunakan plastik
- Mengurangi pemakaian air secara signifikan
- Mengurangi pemakaian listrik
- Mengurangi pemakaian BBM
- Menggunakan energi terbarukan
- Mengganti detergen dengan alat pembersih dari bahan tanaman
- Konservasi air dengan membuat tadah hujan dan mengelola penggunaan air dengan cara sehemat mungkin.
- (Berencana) membuat sabun cuci baju dan piring dari bahan alami seperti lerak, nanas, jeruk, dan lainnya.
Saya kagum dengan teman-teman yang sudah melakukan sustainable living sampai ke penggunaan sabun buatan sendiri dari rendaman kulit buah. Cara ini membuat air bekas cucian bisa langsung digunakan kembali sebagai air penyiraman tanaman. Saya mempelajarinya saat ikut kelas Sustainable Living di WhatsApp Group.
Saya akan coba beralih ke sabun alami ini. Oleh karena mengubah mindset mencuci = berbusa, saya akan coba bikin dan pakai sabun lerak buatan sendiri saja. Memang perlu perlahan-lahan kalau mau konsisten hidup sehat.
Oh iya, saya mendapatkan tips membuat sabun lerak dari blog Tembus Langitmu.
Cara membuat sabun dari lerak
Bahan:
12-15 buah lerak direndam selama minimal semalam
Kulit lemon atau jeruk (optional agar aromanya lebih segar, karena aroma lerak ini seperti buah asam Jawa)
Air 1,5 liter untuk merebus
Cara pembuatan:
1. Setelah direndam, pisahkan kulit buah lerak dari bijinya seperti cara di video. Akan muncul busa-busa.
2. Masak hingga mendidih, tidak perlu ditutup.
3. Jika sudah mendidih, kecilkan api lalu tetap rebus hingga kira-kira 20-30 menit kemudian.
4. Setelah selesai merebus, tunggu mendingin. Saring airnya dari ampas.
5. Tampung air sabun lerak di botol, jika busa sudah turun simpan di dalam kulkas. Bisa tahan hingga 2 bulan.
6. Ampas lerak bisa digunakan untuk mencuci peralatan dapur hingga habis busanya.
Penutup
Kiranya cukup sekian artikel saya tentang cara antisipasi bencana kekeringan tahun 2020 dari rumah tangga. Semoga artikel ini membuatmu segera membuat persiapan berupa bijak menggunakan air dan membuat rumah menjadi lebih hijau. Percaya deh, dua cara ini sangat signifikan mengatasi perubahan iklim yang ekstrim ini, dan mengurangi emisi gas rumah kaca yang menjadi pemicunya.
Berdasarkan Peraturan Presiden No 97 tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, pada tahun 2025 ditargetkan pengurangan 20,9 juta ton sampah dari timbulan sampah sebanyak 70,8 juta ton atau sebanyak 30%. Sementara jumlah sampah yang tertanggani sebanyak 49,9 juta ton atau sekitar 70%.
Target di atas membutuhkan kerjasama kita semua, dimulai dari rumah kita sendiri.
Oh iya, kamu harus ikuti #RuangPublikKBR untuk update tentang lingkungan hidup di sekitarmu.
Tanggal 22 Mei lalu saya menonton program ini, bertema Antisipasi Bencana Kekeringan tahun 2020 sehingga saya mendapatkan ide menulis ini sesuai keadaan saya sendiri. Acara itu menampilkan diskusi bersama antara Koordinator Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (Kruha Nasional), Muhammad Reza dan Kelompok masyarakat peduli air dari Yayasan Air Kita Jombang, Jawa Timur, Cak Purwanto.
Obrolan ini bisa didengarkan di radio jaringan KBR, di Jakarta via Power FM 89.2, streaming KBR.id atau live Youtube: Berita KBR.
Saya sudah berbagi pengalaman soal perubahan iklim. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog "Perubahan Iklim" yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN).
Daftar bacaan
https://www.dw.com/id/bencana-berganda-menanti-negara-asia-di-tengah-wabah-corona/a-53159122
https://swara.tunaiku.com/gayahidup/rumah/yuk-hitung-konsumsi-air-di-rumah-plus-rincian-biayanya
http://pojokiklim.menlhk.go.id/read/pengelolaan-sampah-kurangi-emisi-gas-rumah-kaca
https://nationalgeographic.grid.id/read/13289449/dampak-emisi-gas-rumah-kaca-ancam-stabilitas-peradaban-kita
https://en.wikipedia.org/wiki/Sustainable_living
https://nisanonooto.wordpress.com/2018/08/29/detergen-alami-dari-lerak/
57 Komentar
ohh saya juga pernah ikut materi lingkungan bahas soal ini juga di @sayapilihbumi . semakin kesini bumi kita udah semakin tidak layak. serem banget ya kalau kekeringan dimana-mana apalagi semakin hari semakin panas. mencoba sedikit demi sedikit mengubah pola hidup dan menjaga lingkungan dengan bertanam dan menghijaukan rumah meskipun tinggal dikontrakan sempit.
BalasHapusSemangat, Mbak. Bumi masih layak ditinggali. Kita hanya perlu mengubah beberapa cara hidup kita. Dimulai dari rumah, melebar ke sebelah rumah dan terus menerus seluas jangkauannya.
HapusBencana kekeringan ini emang menakutkan ya mba, aku juga sekrang lagi berusaha utk bijak pakai air. Btw saya juga suka berkebun nih, semoga aja hal kecil yg kita lkukan bermanfaat buat antisipasi krisis air ya mb.
BalasHapusSangat bermanfaat Mbak. Lakukan terus dan tingkatkan ritmenya.
HapusMasyaAllah sudah saatnya kita berhenti berbuat sesuatu yang ngga ada faedahnya. Ini lho bencana nyata di depan mata. Thanks mba for sharing
BalasHapusIya Mbak. Yuk kita sayangi bumi dan antisipasi perubahan iklim global yg negatif ini
Hapuskekeringan emang menjadi hal yang mengerikan sih. aku sering banget melihat lahan pertanian punya temen aku yang kalau musim kemarau tanahnya retak banget :( kebetulan aku juga berkebun mba. paling ngga kita udah ikhtiar untuk mengurangi dampak bencana kekeringan ini
BalasHapusSepertinya memang kita harus lebih berhemat dalam menggunakan air karena alam tidak dapat diprediksi. Tipsnya juga berguna mba utk saya. Terima kasih
BalasHapusBener banget, berkebun selain bisa bikin adem lingkungan juga bisa menyimpan cadangan air di tanah. Saya juga suka berkebun kalo di rumah kampung.
BalasHapusAir memang aspek terpenting dalam hidup. Tulisan ini bisa jadi reminder banget untuk menjaga kelestarian air bersih. terima kasih mba.
BalasHapusMba baca tulisannya bikin aku merinding. Bukan karena aku nggak tahu tapi ngerasa diingetin lagi. Makasih mba. Semoga banyak yang baca ini biar orang nggak seenaknyalah boros air, nggak seenaknya tebang ini itu dan bangun rumah sana sini dengan mudah. Belum lagi masalah sampeh. Hadeuhhhhh bikin bumi kita makin sakit aja.
BalasHapusAku itu tipe orang yang hemat listrik dan air. Soalnya karena tahu dampaknya jadi ga seenaknya penggunaanya. Apalagi perubahan iklim lagi kayak gini gara-gara salah kita juga. Merinding kan jadinya
Ya Allah ngeri banget membayangkan di masa depan kita bakal mengalami bencana kekurangan air. Pernah mengalami mati air PDAM seharian aja rasanya kok susah banget tp besoknya udah hidup lg. Kl bencana gak tau kapan akan pulih kembali, huhuu.. Makasih telah mengingatkan mbakku
BalasHapusMemang sudah saatnya kita harus peduli dengan lingkungan kita. Sebab kepedulian kita akan membuat keadaan lingkungan menjadi lebih baik.
BalasHapusWah saya tertarik dengan sustainable living ini. Sepertinya ini selain ramah lingkungan juga sangat sejuk untuk ditinggali. Bikin betah saat didalam rumah. Oya mbak saya juga mulai berkebun sayur-sayuran nih , selain membuat lingkungan menjadi asri dan lebih segar juga bisa menghemat pengeluaran
Dari dulu pengen banget mengeksekusi mencuci dengan lerak tapi karena kesulitan mencari bahan bakunya jadi mundur. Padahal penting banget hal ini buat keberlangsungan sumber air di sekitar kita ya mbak. karena konon pake deterjen itu bisa mencemari air buangan kita.
BalasHapusAsri sekali. Andai saya pun memiliki ide untuk dapat menciptakan lingkungan yang ramah lingkungan seperti ini. Mbak Susi, untuk teknik mandi yang menggunakan ember itu bagaimana agar hemat maksudnya?
BalasHapusMengerikan sekali jika bumi tidak ada air. Keluarga saya sudah menerapkan pola hemat air. Tp untuk mencuci perlu pake sabun yang kakak saranin. Kalau ada yang jual saya mau beli kakak.
BalasHapusmasyaAllah kebun mini TOGAnya keren banget mbak susi, impianku banget punya kebun gitu tapi belum memungkinkan di rumah yg sekarang karena halamannya terbatas di pusat kota. bener bgt penggunaan air di kota besar udah semena-mena, sulitnya air bersih yg didapat di pinggir ibu kota dari 10 tahun saya penelitian saat s1 sudah menjadi indikator kita kekurangan air bersih padahal. terima kaish pengingatnya mbak susi
BalasHapusSy membayangkan kalau tinggal di pedesaan itu jauh dari kata kekeringan...ternyata engga jg ya mba...jadi siasat untuk menghadapi musim kemarau dilakukan juga ya untuk masy pedesaan...sepertinya perubahan iklim menyasar semua demografi ya..
BalasHapusSuami sangat perhitungan dengan penggunaan air. Bahkan air hujan pun gak boleh lepas. Suami punya tempat penampungan khusus untuk air hujan. Sehingga air bersih bisa khusus untuk mandi dan mencuci baju. Air hujan bisa untuk membersihkan lainnya.
BalasHapusUtk air mandi saya sudah berhasil menguranginya hingga ke 6 gayung. . 1 gayung diawal sikat gigi... lalu mandi awal 2-3 gayung.. sabunan , shampoan dan sisanya bilasan..
BalasHapusTapi utk yg lainnya masih belum kak susi.. masih jadi PR nich.. untuk masa depan bumi yang lebih baik dan air buat anak cucu kita kelak ya
Ngeri juga jika mengalami kemarau yang parah, sebelum itu terjadi ditempatku mesti di cegah nih mulai dari sekarang, tentu dengan cara kesadaran dalam penggunaan air. Dan ide menarik juga membuat sabun cuci sendiri bisa lebih hemat juga.
BalasHapusDIdesa saya sampai saat ini masih sering hujan, jadi teringat sama film "hujan dibulan juni". Ternyata itu bener-bener terjadi! Tapi memang kita harus mulai menghemat penggunaan air, langkah pertama ya bisa mulai dari hal-hal kecil dilungkup rumah tangga ini.
BalasHapusSaya juga merasa makin hari rasanya makin panas, padahal di tempat saya masih banyak pohon, kendaraan juga tidak sebanyak di kota, yah mungkin inilah efek dari kegiatan manusia yang banyak mengkonsumsi sumber daya alam. Meski sadar nggak bisa berbuat banyak karena bukan pemangku kebijakan, saya berusaha untuk berbuat demi lingkungan sedikit-sedikit dengan menghemat energi dan menggunakan barang yang masih layak pakai (reusable).
BalasHapusBuah lerak ini buah apa ya Kak?
BalasHapusKebetulan rumah saya juga di tengah hutan. Mungkin beberapa cara di atas bisa dilakukan di sekitar dan oleh saya sendiri.
Kami yang di Medan wajib bersyukur ya Mba Susi. Musim hujan masih ketemu hari panas. Musim kemarau pun masih hujan sepekan sekali. Gak pernah kekeringan. Maka dari itu saya pun mengajarkan anak untuk hidup hemat termasuk penggunaan air .Kadang saya memberikan banyak cerita dan gambar tentang bencana kekeringan pada mereka biar lebih empati .
BalasHapusRumahnya enak banget masih punya lahan buat bikin tanaman toga ya Mbak, persis rumah ibuku di Magetan. Kalau kami di Jakarta cuma bisa pakek pot kecil-kecil aja buat beberapa tanaman obat sama cabe. Area terbuka cuma area sumur sehingga saat musim penghujan sekalian dijadikan resapan air buat cadangan musim kemarau seperti sekarang.
BalasHapusSejak zaman Rasululllah SAW masih hidup saja, beliau sudah bilang Bumi sudah tua. Apalagi sekarang di zaman kita, apalagi di zaman anak-anak kita besar nanti ya mba. Tugas kita sebagai manusia, sebagai khalifah di atas Bumi ini adalah menjaga Bumi dan segala isinya agar tetap lestari.
BalasHapusAuto sedih kak mut. Masih banyak aja orang yang memonopoli sumber daya alam termasuk air untuk kekayaan pribadinya.
HapusKalo saya punya prinsip di daerah saya yaitu jika hujan maka air harus ditampung sebanyak-banyaknya ke dalam tampungan untuk cadangan air nanti
BalasHapusCorona ini jadi bikin bumi jadi lebih baik kurasa. Polusi yg gak berlebihan, udara lebih segar. Salah satu cara untuk mengatasi kekeringan adalah menampung air hujan. Di Yogyakarta ada rumah hujan yg sudah fokus ke sini.
BalasHapusSuistanable living ini perlu banget di terapkan untuk setiap rumah lebih nyaman.
BalasHapuswah masyaallah, hijau banget tempat tinggalnya mba. enak ya masih seger gitu hihi. masyaallah, semoga kita bisa selalu melestarikan air ya mba. biar terus melimpah ruah dan pas musim kemarau tetap aman. makasih infonya
BalasHapusseneng kalo punya halaman luas kayak gini, bisa ditanami tanaman toga. dirumah kebetulan juga suka tanaman gini, tapi karena lahan ga ada, beberapa tanaman obat ditaruh di pot pot
BalasHapusLama kelamaan bumi akan kering kalau kita tidak bijak dalam menggunakan air ya, Mbak. Kenyataan yang pahit memang, bahwa kerusakan bumi terjadi karena ada campur tangan manusia
BalasHapusTerimakasih sharingnya Mba, ini semacam pengingat buat saya yang masih boros segala-galanya, huhuhu.
BalasHapusMake air seenaknya, mana salah satu keran air agak kendor, udah berkali-kali lepas di malam hari sampai air terbuang huhuhu.
Sementara mulai terlihat kemarau mendatangi kita.
Masih PR banget nih menggunakan air bekas, memang butuh niat yang kuat :)
Untung diingetin nih sama Mba Susi. Shower lama lebih boros dibandingkan shower model baru ya Mbak... Jadinya kita bs berbuat sesuatu untuk mengantisipasi bencana kekeringan ya
BalasHapusSelama ini masih suka memboroskan air terimakasih sudah mau mengingatkan ya semoga dengan kita bijak menggunakan air lingkungan alam akan tenang
BalasHapusMusim di negara kita ini sudah tidak bisa diprediksi ya. Kalau di Jepara sudah mulai kemarau, di Cianjur masih musim hujan lho. Setiap sore hujan turun jadi kalau mencuci baju saya sepagi mungkin karena hanya dengan matahari kami mengeringkan pakaiannya
BalasHapusSaya di Medan, mengandalkan air dr PDAM. Hidup airnya sehari 4 kali. Yg yg deras kalau jam 2-5 pagi, pagi sore dan malam kecil hnya bisa 4-5 ember, itu harus saya tampung di kran yg paling bawah. Kl kran di bak ga naik. Jd kami ngirit air. Kl nyiram tanaman andalkan air hujan dan air sisa 😀
BalasHapusMasya Allah... asri nian rumahnya mbak :) di rumah, saya juga menggunakan lerak untuk keperluan mencuci, sudah 3 tahunan ini kira2. Salah satu alasan yang membuat saya beralih, karena saya merasa berkontribusi terhadap pencemaran air karena menggunakan detergen :(. Saya belum maksimal sih... tapi semoga langkah kecil ini bisa merembet ke gaya hidup hijau lainnya.
BalasHapusAda banyak langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah kekeringan. Dimulai dari hemat air dan mengurangi pemakaian plastik. Semoga bumi kita bisa makin terjaga.
BalasHapusMbak Susi, pengen berkunjung ke rumahnya. Adem banget viewnya. Kangen suasana asri kaya gini. Masih ada sungai dekat rumahnya juga.
BalasHapusMemang air ini penting banget buat kehidupan Kita. Pernah tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya, saya inget pas hamil trimester akhir mengalami kekeringan dan kalau mau apa-apa, mesti ikut ke rumah mama. Kadang tetangga saya beli air malahan.
Mbak Susi telaten sekali. Keterampilan Mbak Susi bercocok tanam sehari-hari sangat memungkinkan Mbak Susi untuk bisa hidup hemat sampai akhir hayat.
BalasHapusAku udah bilang sama suami kalau ada rezeki bangun rumah aku ingin disisain tanah untuk bikin kebun rumah. Minimal bisa tanam tanaman kecil kayak cabe atau jeruk sambal
BalasHapusMbak Susi ... Aku salut banget padamu. Rajiiin banget berkebun. Mana tinggal di desa yang masih asri pula. Aku tuh kepengen juga berkebun, ubek-ubek tanah. Tapi tinggal di perumahan, lahan terbatas banget, bingung mau bertanam di mana. Semoga nanti saat punya rumah sendiri, aku bisa punya lahan kosong yang bisa digunakan untuk berkebun.
BalasHapusAir di rumahku tergolong jernih, segar, dan berlimpah. Tapi aku nggak mau boros juga. Tetangga depan rumah airnya sudah susah, loh. Di tempatku berlimpah karena persis di belakang rumah masih ada sawah yang nggak aktif ditanami petaninya dan katanya akan dijual ke developer. Semoga ...
Iya niy berkebun peer banget buatku, dulu rajin sekarang kok malah malas ya...tapi keinginan sudah ada sih sudah mulai dikit2 melakukan penghijauan...supaya bisa ikut melestarikan lingkungan...
BalasHapusPerlu banget yang menjaga kelestarian alam terutama menjaga kecukupan terhadap air aku pernah mengalami kekeringan saat tinggal di desa dan itu perlu sumur bor, mahal banget hiks.
BalasHapusSungainya bersih banget ya kalo di desa, masih alami gitu.
BalasHapusAku ada rencana bikin tadah hujan yang rencananya untuk menyiram tanaman. Nungguin kerjaan suami selesai akhir Juli nanti. Meski selama ini pun udah menghemat air, seperti aku gunakan air bekas cucian peralatan makan untuk nyiram tanaman.
Mbak Susi sudah mulai bertanam dan aku masih malas-malasan saja ckckck. Sumur di rumah alhamdulillah belum pernah kering. Yang sering macet tuh air PDAMnya sih. Itu air buat nyuci-nyuci aja bukan buat keseharian. Dan air itu larinya juga ke tanaman depan rumah. Lumayan irit buat nyiram deh
BalasHapusMemulai sustainable living dari rumah tangga juga butuh keseragaman visi misi, terutama antara ayah dan ibu. Sementara ini, saya dan suami kurang sejalan. Yah, pelan-pelan berusaha ikut andil untuk mengatasi kekeringan dunia ya, Mbak..
BalasHapusSuistanable living emang jadi tren yang wajib bener sih dipraktekkan sekarang. Kita harus mulai dari rumah sendiri dan langsung dipraktekkan agar dunia makin hijau
BalasHapusWah iya mba.. makin ke sini makin khawatir dgn kondisi muka air dan air tanah. Musim kemarau kian panjang, air tanah seperti di t4 kami bekasi ada sebagian yg tidak bisa dikonsumsi.. sementara kalau udah musim kering susah pasokan air bersih... menghemat air saat mencuci kain lumayan banyak membantu ya. Betul saya juga suka ikut trik mba susi air kain yg ga kotor bisa dipake buat bilasan pertama kain kotor.. ah kudu2 hemat2 air memang ya mba..
BalasHapusMenghemat pemakaian air ini merupakan lifestyle.
BalasHapusKami pernah merasakan kesusahan tidak ada air sampai 3 bulan. Jadi saban 3 hari harus beli air isi ulang galon demi bisa mandi dan mencuci.
Sungguh payah dan mengeluarkan banyak uang.
Di tempat kami, setiap kemarau pasti kekeringan. Kami harus beli air setiap hari Rp 1000/jeligen. Kebetulan kami tidak punya lahan untuk membuat kebun. Paling banter menanam toga di pot - pot dan memanfaatkan air sisa cucian untuk menyiram mereka. Semoga kemarau tahun ini tidak sepanjang dua tahun lalu.
BalasHapusLho tahun 2020 ini malah rawan kekeringan to mba? Kalau di daerah saya, sampai dengan pertengahan Juni 2020 ini malah masih ada saja hujan nih mba.
BalasHapusIyaa di bekasi sudah jarang sekali hujan huhuu bener2 harus hemqt air yah ini. Mau demi keberlangsungan hidup kita semua.
BalasHapussaya jg suka berkebun. tp lahan saya sangat sempit, cm di depan rumah. jd bs tanam yg kecil2 ajah. hehe. tp kendalanya untuk penyiraman, akhirnya saya pakai sisa air dr cuci beras dan sayur biar hemat air
BalasHapusTerima kasih sudah berkenan meninggalkan jejak di sini. Mohon tidak memasang iklan atau link hidup di sini. :)